Analisis Kebijakan Publik
Ada buku yang cukup menarik, Analisis Kebijakan Publik, Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik yang ditulis oleh DR. Joko Widodo, M.S., seorang widyaiswara Diklatpim Jawa Timur. Buku itu dengan ringan membahas dasar-dasar analisis kebijakan publik.Uraian dalam buku ini dibuka dengan gambaran situasi pasca reformasi, dimana pemerintah saat ini sedang mengupayakan otonomi daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah. Dan memang karena beliau orang daerah, maka otonomi daerah menjadi dasar pijakan beliau untuk memulai uraian analisis kebijakan publik. Dalam pandangan saya, akan lebih baik apabila beliau mengutip tujuan negara yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 45, karena saya pikir tujuan tersebut akan lebih universal sebagai pijakan reformasi kebijakan publik, sebab reformasi publik tidak hanya dilaksanakan di daerah, namun juga di tingkat pusat.
Untuk menghadapi situasi yang ada sekarang ini, penulis menuntut ditingkatkannya profesionalisme mesin birokrasi. “Pemerintahan pada dasarnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama”. Saya lihat beliau ingin menerapkan prinsip-prinsip Weberian mengenai birokrasi, dimana dalam pandangan Weberian, birokrasi diciptakan untuk melayani dan profesional.Sesuai dengan pandangan ini, kinerja birokrasi harus bisa dipertanggungjawabkan kepada khalayak umum, sebab government organizations are created by the public, for the public and need to be accountable to it. Sebuah birokrasi harus akuntabel, terbuka dan transparan. Seiring dengan perkembangan masyarakat dewasa ini, tantangan yang dihadapi organisasi pemerintahan juga berubah, oleh karena itu, aparatur pemerintah juga perlu meningkatkan kompetensi diri mereka guna menghadapi tantangan tersebut. Kompetensi tersebut setidaknya mencakup beberapa virtues yakni pengetahuan, kecakapan/kapabilitas, keterampilan, keahlian, sikap dan perilaku untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi serta tanggung jawab yang diamanatkan khalayak umum kepada mereka.
Dalam tataran yang lebih nyata, tantangan yang dihadapi oleh pemimpin dan organisasi pemerintahan adalah hal-hal meliputi peran baru, keterampilan baru dan piranti baru. Peran baru (new role) meliputi peran para pemimpin pemerintahan sebagai perancang, guru, pengayom, pendorong sekaligus pelayan. Sebagai seorang perancang, seorang pemimpin harus berperan sebagai pihak yang merancang dan mengimplementasikan visi, misi, tujuan, target, kebijakan, nilai dan struktur organisasi. Sebagai seorang guru, seorang pemimpin harus mampu mendidik dan mengarahkan anggota organisasi untuk mengenali realitas secara baik, dan menciptakan sebuah organisasi sebagai sebuah tempat belajar bagi seluruh anggota organisasi. Sebagai seorang pelayan, seorang pemimpin harus mau melayani seluruh anggota organisasi.
Keterampilan baru yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah keterampilan dalam menciptakan, membangun dan mengimplementasikan visi bersama, membangun dan menguji model mental serta keterampilan dalam berpikir secara sistematis. Sedangkan piranti baru dalam kepemimpinan masa kini adalah sistem informasi kepemimpinan yang akan memberikan prediksi masa depan secara lebih komprehensif.Oleh karena itu, untuk memenuhi tantangan masa depan, diperlukan kebijakan publik yang sifatnya lebih komprehensif dan antisipatif.
Konsep Kebijakan
Pengertian kebijakan merujuk pada tiga hal yakni sudut pandang (point of view); rangkaian tindakan (series of actions) dan peraturan (regulations). Ketiga hal tersebut menjadi pedoman bagi para pengambil keputusan untuk menjalankan sebuah kebijakan. Dari beberapa definisi mengenai kebijakan publik, ada satu definisi yang cukup komprehensif untuk menjelaskan apa itu kebijakan publik. Definisi tersebut berbunyi “respon dari sebuah sistem politik terhadap demands/claims dan support yang mengalir dari lingkungannya”.
Dalam definisi tersebut, respon bisa dilihat sebagai isi dan implementasi serta analisis dampak kebijakan; sistem politik tentu saja merujuk pada aktor politik (pemerintah, parlemen, masyarakat, pressure groups dan aktor yang lain), demands dan claim bisa jadi merupakan tantangan dan permintaan dari aktor-aktor tadi, sedangkan support bisa merujuk pada dukungan baik SDM maupun infrastruktur yang ada, dan yang terakhir, lingkungan merujuk pada satuan wilayah tempat sebuah kebijakan diimplementasikan.
Berdasarkan konsep tersebut, tersusunlah sebuah sistem kebijakan publik yang terdiri atas elemen-elemen yakni: orientasi, tindakan yang benar-benar dilakukan, sifat positif maupun negatif untuk melakukan sesuatu dan pelaksanaan melalui perundangan yang bersifat memaksa (otoritatif).
Berdasarkan atas konsep tersebut, maka pemerintah sebagai pelaku utama implementasi kebijakan publik memiliki dua fungsi yang berbeda yakni fungsi politik dan fungsi administratif. Fungsi politik terkait dengan fungsi pemerintah sebagai pembuat kebijakan, sedangkan fungsi administrasi terkait dengan fungsi pemerintah sebagai pelaksana kebijakan. Oleh karena itu, pemerintah sebagai lembaga pembuat dan pelaksana kebijakan publik memiliki kekuatan diskretif (discretionary power) dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan tersebut. Oleh karena itu, aktor-aktor lain juga harus memainkan peran pengawasan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.
Sebuah kebijakan publik akan disusun berdasarkan sebuah proses sebagai berikut: identifikasi, formulasi, adopsi, implementasi dan evaluasi. Dalam proses identifikasi, pemerintah merasakan adanya masalah yang harus diselesaikan dengan pembuatan kebijakan. Berdasarkan identifikasi tersebut dilakukanlah formulasi kebijakan. Kebijakan disusun berdasarkan alternatif-alternatif tindakan dan partisan. Setelah alternatif tindakan dan partisipan disusun, maka proses adopsi dilakukan dengan memilih alternatif terbaik dengan memperhatikan syarat pelaksanaan, partisipan, proses dan muatan kebijakan. Tahap selanjutnya adalah implementasi kebijakan. Implementasi kebijakan terkait dengan pihak-pihak yang terlibat, tindakan yang dilakukan dan dampak terhadap muatan kebijakan itu sendiri. Setelah implementasi kebijakan dilakukan, evaluasi kebijakan harus dilaksanakan. Pertanyaan yang timbul dalam evaluasi antara lain adalah: bagaimana kemangkusan dan kesangkilan kebijakan, siapa yang terlibat, apa konsekuensi implementasi dan apakah ada tuntutan untuk mencabut atau mengubah kebijakan tersebut.
Pengertian Analisis Kebijakan Publik
Analisis Kebijakan Publik adalah proses penciptaan pengetahuan dari dan dalam proses penciptaan kebijakan. Maka dari itu analisis kebijakan publik menurunkan beberapa ciri yakni: (1) analisis kebijakan publik merupakan kegiatan kognitif, yang terkait dengan proses pembelajaran dan pemikiran. (2) analisis kebijakan publik merupakan hasil kegiatan kolektif, karena keberadaan sebuah kebijakan pasti melibatkan banyak pihak, dan didasarkan pada pengetahuan kolektif dan terorganisir mengenai masalah-masalah yang ada. (3) Analisis kebijakan merupakan disiplin intelektual terapan yang bersifat reflektif, kreatif, imajinatif dan eksploratori. (4) analisis kebijakan publik berkaitan dengan masalah-masalah publik, bukan masalah pribadi walaupun masalah tersebut melibatkan banyak orang.
Analisis Kebijakan Publik dan Ilmu Pengetahuan
Masalah kebijakan berkaitan dengan masalah sosial dan manusia, tapi tidak pada pertanyaan “apa yang dilakukan” namun lebih kepada menjawab pertanyaan “apa yang harus dilakukan”.
Elemen dalam Kebijakan yang Menjadi target analisis
Terdapat tiga elemen dalam kebijakan yang menjadi target analisis, yakni: (1) faktor determinan utama; (2) isi kebijakan; dan (3) dampak kebijakan baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.
Tipe Analisis Kebijakan
Tipe analisis kebijakan dikategorikan menjadi dua tipe yaitu:
1. Tipe analisis akademis. Tipe analisis ini berfokus pada hubungan antara faktor determinan utama dengan isi kebijakan dan berusaha untuk menjelaskan hakikat, karakteristik dan profil kebijakan dan bersifat komparatif baik dari segi waktu maupun segi subtansi.
2. Tipe analisis terapan. Tipe analisis ini lebih memfokuskan diri pada hubungan isi kebijakan dengan dampak kebijakan serta lebih berorientasi pada evaluasi kebijakan dan bertujuan untuk menemukan alternatif lebih baik dan bisa menggantikan kebijakan yang sedang dianalisis.
Gaya Analisis Kebijakan
Secara garis besar, gaya analisis kebijakan dibedakan menjadi tigakategori yaitu:
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif masih dibedakan menjadi 2 bagian yakni (a) analisis isi (content analysis) yang merupakan definisi empiris mengenai isi kebijakan terutama pada maksud, definisi masalah, tujuan dan orientasi sebuah kebijakan; (b) analisis sejarah (historical analysis) yang lebih menekankan aspek evolusi isi kebijakan dari awal pembentukan hingga implementasinya bahkan bersifat ekspansif dengan membandingkan beberapa kebijakan secara kronologis-sinkronis.
2. Analisis Proses
Analisis proses tidak begitu berfokus pada isi kebijakan, namun lebih memfokuskan diri pada proses politik dan interaksi faktor-faktor lingkungan luar yang kompleks dalam membentuk sebuah kebijakan. Proses politik inipun masih didekati dengan dua aras yakni proses interaksi para pemangku kepentingan dan struktur politis negara tempat sebuah kebijakan digodok.
3. Analisis Evaluasi
Analisis ini bertujuan untuk menggambarkan tingkat penilaian. Penilaian yang diberikan bisa didasarkan pada konsistensi logis, efisiensi dan karakteristik etis. Oleh karena itu analisis evaluasi ini masih dibedakan menjadi tiga bagian yakni (a) evaluasi logika, dimana analisis ini melakukan evaluasi atas beberapa dimensi yakni konsistensi internal tujuan kebijakan; konsistensi tujuan dan instrumen kebijakan; dan perbedaan antara konsekuensi yang diharapkan dan yang tidak diharapkan; (b) evaluasi empiris, dimana analisis ini bertujuan untuk mengukur apakah kebijakan publik mampu memecahkan masalah dan menekankan teknik-teknik untuk melihat efisiensi dan efektifitas sebuah kebijakan; (c) evaluasi etis yang dalam analisisnya mengacu pada etika, norma dan nilai (value) dimana dalam evaluasi yang lain sangat bersifat bebas nilai.
Model Analisis Kebijakan
Dalam mengkritisi kebijakan, terdapat dua pendekatan yaitu: (1) Analisis proses kebijakan (analysis of policy process), dimana dalam pendekatan ini, analisis dilakukan atas proses perumusan, penentuan agenda, pengambilan keputusan, adopsi, implementasi dan evaluasi dalam proses kebijakan. Jika dilihat dari item analisisnya, pendekatan ini lebih melihat kandungan (content) sebuah proses kebijakan. (2) Analisis dalam dan untuk proses kebijakan (analysis in and for policy process), dimana dalam pendekatan ini, analisis dilakukan atas teknik analisis, riset, advokasi dalam sebuah proses kebijakan. Nampaknya, pendekatan ini cenderung melihat prosedur proses kebijakan. Hasil analisis kebijakan adalah informasi yang relevan bagi pihak-pihak yang akan melaksanakan kebijakan. Analisis bisa dilakukan pada semua tahap proses kebijakan. Pada tahap agenda setting, analisis dilakukan untuk mengidentifikasi masalah publik dan memobilisasi dukungan agar masalah publik tersebut menjadi kebijakan publik. Hasil analisis tahap ini adalah daftar masalah publik yang menjadi agenda pemerintah. Analisis pada tahap selanjutnya dilakukan untuk menemukan alternatif kebijakan publik dengan menentukan tujuan, sasaran, program dan kegiatan. Hasil analisis tahap ini adalah pernyataan kebijakan (policy statement) yang biasanya berupa peraturan perundangan. Analisis pada tahap selanjutnya mencakup interpretasi dan sosialisasi kebijakan, merencanakan serta menyusun kegiatan implementasi kebijakan. Hasil analisis pada tahap ini adalah aksi kebijakan (policy action). Analisis berikutnya adalah evaluasi implementasi kebijakan dengan memperhatikan tingkat kinerja dan dampak sebuah implementasi kebijakan. Hasil analisisnya berupa informasi kinerja yang akan menjadi dasar tindakan apakah kebijakan tersebut akan diteruskan atau sebaliknya.
Kegagalan sebuah kebijakan publik disebabkan oleh beberapa kesalahan antara lain kesalahan dalam perumusan masalah publik menjadi masalah kebijakan, kesalahan dalam formulasi alternatif kebijakan, kesalahan dalam implementasi atau kesalahan dalam evaluasi kebijakan. Oleh karena itu analisis kebijakan dalam tiap tahap merupakan satu hal yang krusial untuk mencegah kegagalan sebuah kebijakan.
Tidak mudah bisa bertahan hidup di Jakarta apabila seseorang tidak memiliki kepandaian, stamina dan daya tahan terhadap berbagai tekanan dan kesulitan. Dan itu semakin aku rasakan. Sejak tiga tahun terakhir aku bersama istri yang baru kunikahi meninggalkan kampungku di Sleman, Yogya, menuju ibukota Jakarta untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Hingga kini kehidupan yang lebih baik itu belum juga aku memperolehnya.
Aku mau dan pernah melakukan pekerjaan apa saja sepanjang itu halal. Dari penjaga toko, narik ojek, tukang batu atau pekerjaan lainnya yang sesuai dengan apa yang aku bisa. Tetapi itu semua nampaknya belum menjanjikan masa depan yang lebih baik.
Kebetulan ada famili jauhku, Pakde Karto yang telah lama hidup di Jakarta dan mendapatkan kehidupan yang cukup mapan. Usahanya sebagai tengkulak tembakau untuk pabrik rokok ‘gurem’ nampaknya membuat hidupnya kecukupan. Kalau aku kesulitan uang Pakde Karto selalu menjadi tujuanku dan biasanya dia mau menolongku. Dia bilang kasihan pada istriku yang masih muda harus menderita hidup di Jakarta. Dia tidak mau mengajak aku kerja di tempatnya. Alasannya karena kurang suka mempekerjakan sanak famili. Dia bilang dirinya punya sifat gampang marah dan kasar. Khawatir sifat itu bisa menyinggung perasaan dan putus hubungan kekeluargaan. Walaupun begitu dia sangat memperhatikan kepentingan kami, khususnya kepentingan istriku. Terkadang dia belikan sesuatu, misalnya baju atau perabot dapur atau lainnya.
Hanya satu hal yang aku kurang sreg dengan Pakde Karto. Kalau aku minta bantuan pinjam uang dia tidak ijinkan aku ke kantornya. Dia selalu menyuruh sampaikan saja apa kebutuhanku lewat telpon, nanti dia akan datang. Dan dia memang datang. Dia berikan pinjamanku dan dia juga bawa oleh-oleh untuk Rini, istriku.
Selama berada di rumah kuperhatikan matanya yang selalu nampak melotot memperhatikan tubuh istriku. Beberapa kali dia bertandang ke rumahku, tak pernah sekalipun dia bawa istrinya. Aku pikir dia nggak mau kesukaan melototnya saat melihati istriku terganggu. Rasanya Pakde Karto ini bandot tua. Kadang-kadang sikapnya aku anggap keterlaluan. Seharusnya dia mengetahui dirinya sebagai panutan karena lebih tua dari aku. Tetapi dia tidak pernah menampakkan perhatiannya padaku. Kalau aku ngomong, dia menyahut ‘ya, ya, ya’ tanpa pernah lepas dari pandangan ke Rini dan sama sekali tak pernah melihat padaku. Terus terang kalau tidak terpaksa aku segan berhubungan dengan Pakde Karto ini.
Dari sudut fisik, Pakde Karto ini memang masih gagah. Pada umurnya yang memasuki 57 tahun, disamping wajahnya yang memang cukup ganteng, tubuhnya juga cukup terawat baik, tangannya ada sedikit berbulu. Tingginya sama dengan aku 175-an cm. Agak gendut, mungkin karena cukup makmur. Dan tampang bandotnya memang nyata banget. Aku yakin Pakde Karto suka mencicipi berbagai macam perempuan dan tidak kesulitan untuk mendapatkan ‘daun-daun muda’.
Akan halnya Rini, istriku, dia adalah gadis idamanku saat kami masih sama-sama satu sekolah. Aku duduk di kelas 3 dan dia kelas 1 di SMU 1. Kami langsung berpacaran sejak dia masuk ke sekolah. Aku bangga dapat dia yang hitam manis dan paling ‘macan’, begitu teman-teman menyebut ‘manis dan cantik’ untuk Riniku ini. Dengan tingginya yang 170 cm, dia termasuk gadis paling semampai di sekolah kami. Kalau ada lomba volley antar sekolah Rini selalu menjadi bintang lapangan. Bukan karena menang bertanding tetapi karena macan-nya tadi. Aku tahu banyak perjaka lain yang naksir berat padanya. Walau Rini pernah juga mendapatkan julukan ‘piala bergilir’, aku tidak merasa keberatan. Dan pada akhirnya akulah pemenangnya yang bisa menggandengnya ke pelaminan.
Sesudah melewati tahun pertama pernikahan, kami merasakan adanya kurang seimbang, khususnya dalam hal hubungan seksual. Secara sederhana, Rini orangnya ‘hot’ banget, sementara aku mungkin ‘cool’ banget. Aku merasa kewalahan kalau mesti menuruti kemauannya. Dia mau setiap hari berhubungan seks. Sementara aku merasa cukup 2 kali seminggu. Untuk memenuhi keinginannya Rini memberikan aku berbagai macam jamu atau obat kuat. Pertama-tama kuikuti kemauannya itu. Tetapi hal tersebut tidak berlangsung lama. Bagaimanapun kapasitas normalku ya, seminggu 2 kali itu. Akhirnya solusinya adalah kompromi, aku akan selalu berusaha menaikkan kapasitasku dan dia sedikit menurunkan kapasitasnya. Hasilnya? Entahlah.
Walaupun belum mempunyai anak, karena kami sepakat untuk KB sampai keadaan ekonomi kami mantap, Rini tidak kekurangan kesibukkan. Dia sering menerima pesanan ‘caterring’ dari teman atau tetangga untuk hajatan-hajatan kecil di seputar rumah kami. Terkadang dia juga membuat makanan kecil untuk dititipkan ke warung-warung. Itu semua dia kerjakan dengan senang hati untuk mencari sekedar tambahan nafkah rumah tangga.
Dia juga suka mengeluh risih dengan sikap Pakde Karto. Tetapi dia bilang nggak mau terlampau risau dan tetap menunjukkan sikap sopan sebagai keponakan mantu.
Sejak beberapa bulan terakhir ini aku terseret pergaulan teman di kampung ikut main lotere buntut atau yang biasa disebut ‘togel’. Pada awalnya aku menyaksikan seorang teman menarik kemenangan sebesar 15 juta rupiah kontan. Aku langsung tergiur. Saat pertama kali aku pasang togel, Rini marah dan sangat tidak setuju. Tetapi sesudah aku berusaha menenangkannya akhirnya dia tidak lagi menentang walaupun tidak sepenuhnya menerima gagasanku. Setelah beberapa kali gagal, akhirnya dari sekian nomer yang kupasang salah satunya berhasil menang. Aku berhasil menarik 1 juta rupiah. Dengan gembira uang itu kuserahkan seluruhnya kepada Rini. Ternyata istriku ini menerimanya dengan dingin. Aku tidak putus asa dengan sikapnya itu. Aku anggap itu sebagai tantanganku untuk memenangkan kesempatan berikutnya. Kini setiap hari aku selalu sibuk dengan togel. Setiap hari berusaha mencari kode-kode nomer bagus. Mungkin lewat mimpi sendiri atau mimpi tetangga, nomer mobil yang melintas atau mentafsirkan gambar-gambar kode yang kudapat dari bandar atau tanya ke dukun.Demikianlah hal tersebut berjalan beberapa waktu dan ternyata aku tak pernah lagi menarik kemenangan yang berarti.
Pada akhirnya aku benar-benar bangkrut. Dan tak ada jalan lain kecuali aku telpon ke Pakde Karto untuk pinjam uang. Setelah berbasa basi untuk keperluan apa uang itu dan kapan aku mengembalikannya akhirnya dia setuju untuk memberi pinjaman. Sebagaimana biasa Pakde Karto datang ke rumah. Walaupun hatiku resah karena ada satu nomer togel penting yang kuyakini akan keluar malam ini tetapi aku harus sabar sampai Pakde Karto menyerahkan uangnya ke istriku Rini. Kali ini rasanya aku nggak keberatan kalau Pakde Sastro akan melotot untuk menikmati kecantikan istriku. Silahkan, yang penting duitnya cepet turun.
Sesudah aku menanda tangani pernyataan hutang yang selalu telah disiapkan Pakde dan saat amplop uang diserahkan ke istriku yang untuk selanjutnya dibawa dan dia taruh di bawah bantal, aku cepat bergerilya.
Tanpa sempat menghitung kucomot separo dari tumpukkan uang itu. Dengan alasan akan ke warung beli rokok kutinggalkan Pakde Karto di rumah bersama Rini istriku. Aku tak sempat lagi memperhatikan wajah Pakde yang langsung hingar bingar sambil menganggukan kepalanya padaku. Yang kupikir sekarang adalah secepatnya menuju tempat bandar togel dan memasang nomer pilihan. Aku akan tunjukkan pada istriku bahwa memasang togel juga merupakan usaha yang bisa menghasilkan. Lebih dari separuh uang yang kubawa kupasangkan pada nomer pilihanku dan sebagian lainnya kupasang sebagai cadangan apabila nomer pilihan meleset. Aku yakin besok bisa mengembalikan utangku pada Pakde dan sisanya yang masih sangat besar akan kuserahkan seluruhnya pada istriku.
Demikianlah perputaran kehidupanku akhir-akhir ini. Nomer togel itu nggak pernah lagi kumenangkan. Rini selalu marah-marah dan semakin sinis padaku. Dan hutangku pada Pakde Karto sudah tak terhitung lagi. Pada hari-hari terakhir ini aku selalu lari menghindar kalau orang suruhannya datang mencari aku. Dan melihat wataknya Pakde Karto pasti akan terus mengejarku hingga uangnya bisa kembali.
Pada suatu pagi datang utusannya membawa surat. Aku tak berani menemuinya. Isteriku menerima surat itu,
“Datanglah ke kantor. Jangan khawatir. Ada jalan keluar yang sama-sama menguntungkan. Saya tunggu siang ini. Pakdemu.”
Ah, nampaknya kali ini Pakdeku benar-benar mau membantu keponakannya yang sudah pusing tujuh keliling. Aku berpikir dia akan suruh aku membantu pekerjaannya di kantor agar aku bisa melunasi hutangku. Sesudah aku pamit istriku tanpa ragu aku datang ke kantornya.
Di kantornya aku langsung diantar Satpam masuk ke ruangan Pakde. Pakde menyuruh aku duduk di sofa dan menyuruh Satpamnya yang nampak kekar berotot itu agar berdiri menunggu. Ternyata Pakde menampakkan wajahnya yang sangar. Dia melihati aku seperti seorang pemangsa melihati korbannya. Dengan pandangan matanya yang bak elang siap mencabik-cabik mangsanya Pakde berbicara dengan garang, “Begini Herman. Aku tahu kamu nggak mungkin bisa membayar hutangmu yang hingga saat ini telah mencapai lebih dari 15 juta rupiah belum termasuk hitungan bunganya. Sekarang hanya ada satu pilihan yang menyelamatkan kamu atau urusannya jadi lain,” dia mengakhiri omongannya sambil melirik ke Satpamnya.
Dalam keadaan yang sangat putus asa mana mungkin aku punya gagasan-gagasan untuk memecahkan masalahku. Dan tekanan Pakde Karto ini memang pantas aku terima. Aku memang sudah banyak janji tak bisa kupenuhi. Aku bangkrut dan istriku terus marah-marah. Maka secepatnya aku pasrah saja. Aku menyerahkan pada Pakde. Apapun jalan keluarnya aku akan menyetujuinya yang penting hutangku lunas. Nampak sikap Pakde melunak. Dia suruh Satpamnya meninggalkan ruangan.
Pakde mendekat sambil menepuk pundakku. Dia minta aku mendekatkan kupingku. Beberapa saat dia membisikkan usulnya. Sejak awal bisikkan kupingku sudah langsung panas terbakar dan aku benar-benar terpojok tanpa punya pilihan. Pakde bilang, aku bisa melunasi hutangku kalau dia boleh mengajak isterku Rini ke villanya. Kalau aku tidak setuju mesti melunasi hutangku dalam tempo 1 kali 24 jam atau urusannya jadi lain.
Masih ada tambahkan lagi, dia akan tidur bersama Rini selama 3 hari dan agar aku ikut juga ke villa. Pelayannya sengaja dia liburkan karena Pakde takut mereka lapor ke istrinya. Aku harus menggantikan tugas pelayan-pelayan itu untuk membersihkan kamar dan melayani kebutuhan Pakde bersama Rini istriku selama di sana.
Dia bilang hal itu terpaksa dia lakukan sebagai pelajaran untukku. Kini aku harus cepat pulang untuk menyampaikan hal ini kepada istriku. Besok pagi dia akan mengirim mobil untuk menjemput aku dan Rini. Kami harus berlagak sebagai suami istri yang datang dan menginap di villa itu. Pakde Karto akan datang sendirian menjelang sore hari yang akan berlagak seolah-olah sebagai tamu kami.
Rupanya naskah Pakde sudah dirancang secara matang. Mataku langsung berkunang-kunang mendengar bisikkan iblis itu. Aku tak ingat apa-apa lagi dan terjatuh lemas ke lantai. Saat aku sadar kulihat Satpam tadi sudah mendudukkan aku ke sofa. Aku diberinya minum. Aku masih terhenyak beberapa saat. Pakde Karto tak kulihat lagi. Dia hanya pesan pada Satpam untuk menyampaikan sebuah amplop. Saat kubuka kulihat dua puluh lembar 100 ribuan rupiah dan secarik surat, “Herman, besok mobil menjemput kamu bersama Rini, jam 7 pagi. OK?! Pakdemu.”
“Bajingan..!”
Aku tak melihat jalan keluar. Dengan sebelumnya aku minta maaf yang sebesar-besarnya, dengan susah payah aku sampaikan keinginan Pakde Karto. Istriku Rini menerima amplop Pakde Karto menengok isinya sambil mendengarkan bicaraku kata demi kata dan kemudian melihat aku dengan penuh iba. Aku tak mampu membaca perasaan dia. Dia nampak marah dan sangat kecewa padaku. Pasti sepertinya sangat dihinakan dan itu sangat menyakitkan. Aku juga langsung membayangkan Pakde akan menjamahi bagian-bagian tubuhnya yang indah dan sangat rahasia. Pakde akan melahapnya dengan kerakusan bandot tua. Dasar ibliiss..!!
Selesai aku bicara Rini rubuh ke lantai. Ah, kasihan kamu Rini.. Kamu jadi korban ketidak mampuanku. Aku gagal menunjukkan tanggung jawabku selaku suamimu. Aku sebenar-benarnya adalah suami yang pengecut. Ayoo.., bangunlah. Kuraih tangannya untuk bangun dari lantai. Dengan limbung dia tertatih dan bangkit. Dia langsung lari ke kamar tidur sambil menghempaskan pintunya. Kususul tetapi ternyata pintunya terkunci. Kucoba mengetok-etoknya. Akhirnya kubiarkan. Sebaiknya kubiarkan. Biarlah dia melampiskan kemarahan dan kekecewaannya dulu. Pasti dia tidak ingin aku mendekatinya. Dan pasti, entah bagaimana, Rini saat ini sangat memandang aku dengan penuh kehinaan.
Aku mencoba sabar dengan menunggunya hingga sore. Sementara rasa marah, cemburu, dendam, cemburu, cemburu dan cemburu terus mengejar aku setiap aku mengingat ucapan Pakde Sastro. Tetapi aku langsung ingat masa-masa masih pacaran dulu. Aku sering memergoki Rini, yang pacarku waktu itu, nampak jalan berduaan dengan teman lelaki yang lain. Waktu itu aku selalu berpikir positip. Aku yakin dengan kesabaranku akhirnya Rini akan tetap kembali ke aku. Dan itulah yang kemudian terjadi. Dialah yang kini menjadi Rini Herman, khan?! Jadi aku sesungguhnya sudah terbiasa dengan rasa cemburu yang kali ini berkobar dalam hatiku. Aku tetap akan berpikir positip adanya Pakde Sastro bersama Rini istriku selama di villa nanti. Apalagi dengan cara ini Pakde Sastro berjanji akan menganggap lunas seluruh hutang-hutangku.
Dan besok, aku bersama Rini harus telah siap saat mobil Pakde datang. Dari berbagai pikiranku yang campur aduk, harapanku tetap pada Rini. Harapanku Rini bisa memahami kondisi ini. Dan Rini siap untuk melayani keinginan Pakdenya.. Ah.. aku sudah semakin pusing.
Aku tak mampu lagi memikirkan tetek-bengek apa yang mungkin bisa terjadi. Lebih baik kini aku sedikt mencari hawa segar.
Kulihat amplop di meja. Aku ingat nomer impianku hari ini. Ah, nggak salahnya kalau aku ambil sedikit uang itu. Aku langsung bergegas ke bandar togel.
Cerita Rini Sang Istri
Masa sekolah adalah masa yang paling menyenangkan. Begitu lulus SMP 3 aku diterima di SMU 1 Sleman, Yogyakarta. Sebagai gadis remaja yang menginjak dewasa aku dimanjakan alamku. Alam telah bermurah memberikan aku kecantikan. Dan bak kembang yang sedang mekar, kumbang-kumbang di sekitarku setiap saat mengelilingi aku untuk siap mencicipi maduku. Dalam kelompok olah raga, dengan tinggi tubuhku yang 170 cm aku diterima sebagai anggota club volley SMU. Setiap ada kompetisi, biar kalah atau menang aku selalu menjadi bintangnya. Para jejaka antar SMU pada mengenali ‘macan’ku. Demikian mereka memberi julukan padaku yang mereka artikan sebagai manis dan cantik. Tentu saja hal itu amat membanggakan dan sekaligus membuat para siswi dan gadis-gadis cemburu dan iri. Aku bersikap ramah pada siapapun yang berusaha mendekati aku.
Beberapa pria memang memberikan kesenangan padaku. Aku pikir tidak salah kalau aku memberikan perhatian lebih pada mereka. Salah satunya adalah Ditto yang anak dokter itu. Dia sangat simpatik. Wajahnya yang tampan telah membuat aku kesengsem. Aku merasakan ciuman pertamaku dari Ditto ini. Duh.., rasanya selangit. Aku juga akrab dengan Usman. Dia anak yang paling cerdas di sekolahnya. Dia bercita-cita menjadi ahli pertanian dan peternakan. Kesulitan pelajaranku selalu kutanyakan kepadanya. Usmanlah yang menjadi pria pertama yang berani menjamah dan bahkan menyedoti buah dadaku. Saat itu, dia cerita tentang proses kelahiran ikan paus. Sesudah sekian bulan dalam kandungan ikan paus lahir sebagaimana binatang menyusui lainnya. Dia langsung bisa menyesuaikan lingkungannya yang di tengah samudra. Anak ikan paus langsung bisa berenang dan mencari susu induknya. Aku sangat menikmati saat dia memperagakan sebagai anak paus dan aku induknya.
Lain lagi dengan Pandi. Tubuhnya yang jangkung itu membuat dia menjadi banyak incaran gadis-gadis di kota kecil Sleman ini. Kuakui memang dengan jangkungnya itu dia nampak sangat menawan. Gadis-gadis suka cekikikan kalau membicarakan Pandi. Mereka berbisik mengenai penis lelaki jangkung yang dipercayai pasti panjang dan besar. Aku ingin menjadi yang pertama bisa menbuktikan bisikkan-bisikkan para gadis itu. Dan akhirnya aku percaya. Dan aku jadi blingsatan serta penasaran saat berkesempatan jalan dengan dia.
Saat itu dengan sepeda motornya dia mengajak aku menyaksikan Samudra Hindia dari Parangtritis yang tidak jauh dari kotaku. Sesudah menelusuri pantainya yang sangat indah kami beristirahat di tempat yang sunyi dari pengunjung kebanyakan. Sesudah melalui proses saling raba dan cium yang cukup lama, dengan tetap duduk di sepeda motornya Pandi membiarkan saat tanganku merabai tonjolan di selangkangan celananya. Aku juga tidak tahu kenapa nafas birahiku memburu. Tanganku melepasi resluiting dan menarik kebawah celananya.
Birahiku semakin tak tertahankan saat kulihat alur besar agak melengkung melintang dari balik celana dalamnya. Tanganku merabai, kemudian menyusup lewat tepiannya dan meraih penis itu. Woow.. gede banget. Telapak tanganku merasakan batangan sebesar pisang tanduk yang keras kenyal dan hangat. Batangan itu berdenyut-denyut menggoyahkan saraf-saraf birahiku. Kugerakkan bersama jari-jariku untuk mengelusinya. Kudengar suara yang sangat nikmat ditelingaku. Suara debur Samudra Hindia dan derai angin Parangtritis bersamaan erangan nikmat dari mulut Pandi.
Itulah untuk pertama kalinya aku melihat dan menyentuh dan bahkan mencicipi air mani lelaki. Saat mau muncrat kelakuan Pandi menjadi kasar. Kepalaku diraihnya untuk dipaksa mengulum penisnya. Air maninya yang kental keluar dari setiap denyutan penisnya. Karena dorongan birahiku, aku juga menjilati yang tercecer di pahanya dan juga di jok sepeda motornya. Aku nggak habis mengerti kenapa sesudah itu Pandi tak pernah lagi mengajak aku pergi.
Kuperhatikan teman-teman pria itu gede cemburuannya. Mereka mau monopoli aku. Aku menjadi kurang nyaman dalam kungkungan macam itu. Biasanya, kalau tidak mereka, ya aku yang meninggalkannya untuk pergi ke pria lain.
Akhirnya aku menikah dengan Mas Herman. Ternyata lelaki macam dialah yang bisa menerima aku dengan penuh sabar. Aku tahu Herman telah naksir berat padaku begitu aku menginjak SMU-nya. Sebagai yunior aku sering mendapatkan bantuan mengenai perpustakaan, grup olah raga atau acara antar siwa lainnya.
Herman memang sabar dan penuh toleransi. Bahkan saat dia melihat aku jalan berdua-an dengan anak lelaki yang lain Herman tidak merubah sikapnya padaku. Herman juga selalu jadi terminal dan tempat aku mengadu. Kekecewaanku pada pria lain kuceritakan apa adanya padanya. Dia sabar mendengarkan aku dan pada sikapku yang labil. Aku merasakan libidoku kelewat panas. Aku tidak hidup tanpa ada lelaki disampingku. Dan Hermanlah akhirnya yang selalu mengisi kekosonganku.
Saat kami sepakat pindah ke Jakarta aku sudah siap untuk menghadapi berbagai cobaan hidup. Aku punya bakat bertualang. Dan salah satunya sudah kubuktikan dalam hal berhubungan dengan lelaki. Aku tidak takut kesulitan di Jakarta. Aku yakin pada diriku, aku juga tidak khawatir dengan Herman yang selama ini mengetahui dan sabar menghadapi berbagai macam kesulitan.
Yang kurang aku setujui akhir-akhir ini adalah kesukaannya akan lotere buntut. Aku benci banget kalau lihat lelaki sibuk dengan lotere buntut atau togel itu. Di mataku mereka itu kumuh. Bayangkan saja, mandi saja rasanya tidak sempat. Mereka terjebak pada kertas-kertas kode. Sepanjang harinya hanya memikirkan ramalan-ramalan dukun atau firasat mimpi-mimpinya bahkan mereka ini sudah demikian rapuh dimana sebuah keyakinan bisa langsung buyar berkeping-keping oleh nomer plat mobil yang kebetulan melintas di depannya.
Itulah Herman hari ini. Dalam tempo pendek dia terlibat hutang yang besar. Pakde Karto adalah Pakde sepupunya yang kebetulan punya usaha yang cukup maju di Jakarta. Pada Pakdenya inilah Mas Herman minta pinjaman uang kalau lagi kesulitan. Pada awlnya pinjaman itu tak begitu besar dan bisa lekas dikembalikan saat ada sedikit rejekinya. Tetapi sejak bermain togel, kebutuhannya semakin tinggi dengan kemampuan pengembaliannya semakin rendah, bahkan boleh dibilang nol. Pakde sudah tidak mau memberikan pinjaman lagi. Bahkan beberapa hari terakhir ini orang suruhannya mencari-cari Mas Herman yang selalu menghindar. Terus terang aku repot banget menghadapi kenyataan ini.
Tadi pagi orang suruhannya kembali datang membawa surat. Aku terima dan baca. Dari nada tulisannya Pakde Karto akan memberikan jalan keluar yang sama-sama menguntungkan. Nggak usah kawatir, begitu katanya. Aku berpikir, mungkin Mas Herman dimintanya untuk membantu pekerjaannya agar bisa melunasi hutangnya. Aku sampaikan surat itu kepadanya. Dia minta pertimbangan aku, apa mesti menemui Pakdenya. Aku bilang itu urusan Mas Herman, terserah mau datang atau tidak. Aku memang agak ketus. Soalnya aku sudah kesal. Sejak awal aku sudah sampaikan bahwa aku tidak suka judi.
Akan halnya Pakde Karto, aku memahami sifatnya sebagai lelaki. Umumnya lelaki memang mata keranjang. Apalagi Pakde ini punya uang, dan tampangnya juga ‘handsome’ kata gadis-gadis jaman aku masih SMU dulu. Walaupun sudah umur, lelaki itu ibarat keladi, makin tua semakin jadi dan semakin seksi. Dan itu semua dimiliki Pakde Karto. Dan aku juga sepenuhnya menyadari bahwa Pakde nampak kesengsem padaku. Dari pandangan matanya kurasakan betapa dia pengin banget melahap tubuhku. Terus terang diam-diam aku menikmati mata keranjangnya Pakde. Tentu sikapku ini tak akan kutunjukkan pada Herman suamiku. Aku masih suka mimpi merasakan kembali bagaimana kumbang-kumbang terbang mengitari aku sebagai kembangnya. Kekaguman lelaki yang nampak matanya rakus menikmati tubuhku sungguh membuat bergetar hatiku. Mata-mata penuh nafsu yang seakan melihat aku telanjang itu benar-benar memberikan aku gairah birahi.
Aku memang berdarah panas. Aku selalu rindu belaian. Aku selalu merindukan sentuhan dan tusukkan erotis. Mas Herman suamiku berterus terang tidak bisa mengimbangi darah panasku. Aku sering membayangkan lelaki lain atau semacam Pakde Karto yang mampu memberikan kehangatan semacam itu. Kalau sudah begitu aku ingat kembali saat-saat bersama Ditto, Usman atau Pandi. Masih terasa banget dihidungku aroma mereka. Masih terasa banget dibibir dan lidahku di bibir, leher dan dada mereka dalam kecupan dan jilatan manisku. Masih terasa banget hangatnya cairan kental dari penis Pandi yang membasahi mulutku. Ah.., akankah hal itu akan kudapatkan lagi?
Memang Pakde Karto tidak lagi pantas menjadi panutan Mas Herman sebagai keponakannya. Setiap kali datang ke rumah yang semestinya urusannya sama Mas Herman, Pakde justru mengumbar matanya seakan hendak menelanku. Sering aku lihat dia hanya mengangguk-angguk saat Mas Herman menyampaikan sesuatu, sementara wajahnya melihati ke arahku.
Belum lama ini dia datang atas permintaan Mas Herman untuk meminjami uang, sesaat sesudah menerima uang Mas Herman yang sedang kegilaan sama togel pergi ke bandar togel untuk mengejar mimpinya dan meninggalkan aku yang hanya bersama Pakde Karto. Tentu saja Pakde langsung menggunakan kesempatan itu untuk lebih mendekati aku.
Dengan gaya seolah-olah orang tua yang melindungi anaknya, dia mengelusi rambutku,
“Rini, kalau kamu punya masalah biar Pakde bantu ya. Kamu masih muda dan sangat ayu. Seharusnya kamu nggak perlu menderita. Kamu perlu apa? Ngomong saja nanti aku bantu ya, Cah Ayu”.
Duh, gombalnyaa.. Aku merinding saat tangannya yang nampak berbulu sempat menyentuh kudukku. Kemudian dia merogoh kantongnya dan memberikan kepadaku amplop besar,
“Ini buat kamu sayang. Jangan kasih Herman. Nanti buat judi lagi.”
Tentu saja aku terima. Aku juga perlu uang pribadi. Aku bertemu pandang dengan Pakde,
“Terima kasih,” ucapku pelan yang dia balas dengan senyuman buaya sambil tangannya menjumput daguku kemudian menariknya untuk mencium bibirku.
Peristiwa itu sama sekali tak kuduga dan berlangsung sangat cepat sehingga aku tak sempat menghindarinya kecuali dengan secepatnya aku menarik diri dan melepaskan dari rengkuhannya. Ah, seharusnya aku tersinggung dengan tingkahnya itu. Tetapi entahlah. Sepertinya aku tidak bisa berkutik didepan Pakde Karto ini. Pada saat seperti ini rasanya dia sangat kharismatik. Aku tunduk. Aroma parfum lelakinya semburat menerpa hidungku.
Sepulang dari kantor Pakde kulihat Mas Herman sangat tegang, kasihan. Aku berjanji pada diriku, apapun aku akan bantu suamiku. Aku ingin meringankan bebannya. Dia langsung duduk bengong, linglung. Aku sodorkan segelas air putih yang langsung diminumnya habis. Dia belum juga ngomong. Diserahkannya padaku amplop yang penuh. Loh, kok dapat malahan uang, pikirku. Aku langsung membukanya. Kudapati segepok uang dan secarik kertas. Aku belum juga ngerti makna semua ini.
Pakde Karto akan menjemput kami besok pagi. Apa maksudnya? Mau menjemput kemana? Dengan penuh tanda tanya aku goyang-goyangkan tubuh Mas Herman. Akhirnya dengan tersendat-sendat dia bicara dan bicara. Aku mencoba menangkap kata per kata. Kemudian aku mencoba memahami rangkaian kata-kata tadi. Hingga akhirnya aku tetap tak mengerti bahwa seorang Pakde Karto akan caranya yang demikian buruk untuk bisa mendapatkan dan menikmati tubuhku. Ah, kenapa mesti begini..?!
Tetapi yang sesungguhnya paling menyedihkan dan langsung membuatku sangat kecewa adalah sikap Mas Herman sendiri. Dia sama sekali tidak menunjukkan kapasitasnya sebagai suami. Dia ternyata hanyalah seorang pengecut. Dia dengan begitu tega mengorbankan aku sebagai isterinya. Dengan dia menerima amplop berisi uang yang kini ditanganku berarti dia benar-benar telah menjual aku dan menjadikan aku sebagai alat untuk membayar hutang-hutangnya dengan sama sekali tidak membicarakannya padaku terlebih dahulu. Dan kini, aku harus dan harus menerima buah kepengecutan dia. Aku langsung limbung. Kulihat dinding-dinding kamar oleng dan jungkir balik. Tubuhku sangat lunglai dan aku langsung terjerembab ke lantai. Aku kini merasa sebatang kara tanpa ada seorangpun yang melindungiku. Fungsi Mas Herman sebagai suami sudah musnah karena kepengecutannya. Dia tak akan pernah mampu menyelamatkanku lagi.
Kurasakan tangan Mas Herman menarikku bangkit. Pelan-pelan aku bangun dari lantai dan langsung lari ke kamar tidur. Pintunya kubanting dan aku mengunci diriku. Aku rebah tergolek dan tersedu di ranjang. Ketukan pintu yang bertubi-tubi dari Mas Herman tak kudengarkan. Kini yang hadir dalam hati dan pikiranku adalah rasa marah, kecewa dan dendam. Aku marah, kecewa dan dendam kepada kehidupan ini. Kepada ketidak mampuan dan segala kelamahan yang aku alami. Kepada sikap suamiku yang bagitu mengabaikan saat aku melarangnya berjudi. Dan tetap tak habis heranku memikirkan rencana Pakde Karto itu yang jelas-jelas mengorbankan hubungannya dengan keponakannya. Ber-jam-jam aku tidak keluar dari kamar. Pikiranku terus melayang-layang memikirkan banyak hal-hal. Aku menerawang jauh ke hari depan yang begitu gelap dan mendung.
Aku keluar kamar menjelang malam. Tak kujumpai Mas Herman. Kulihat amplop di meja setengah terbuka. Kuambil. Ternyata isinya tinggal separuh.
Edaann.., sungguh edaann.. kamu Mas.., dalam situasi begini kamu masih menyempatkan pergi untuk ke bandar togelnyaa..!! Edaann..!!
Tiba-tiba aku hatiku jadi menyala berkobar.. Kalau begini jadinya, sudahlah.. terjadilah apa yang mesti terjadi. Seperti dicambuk jilatan geledek dan petir aku bangkit sebagai banteng betina yang sangat marah dan kecewa. Aku mau bebas. Aku mau merdeka. Dan, ah, aneh.., tekad itu langsung membuat marah, kecewa dan dendamku langsung pupus. Kebebasan dan kemerdekaanku membuka kesadaranku bahwa aku tak perlu tergantung siapapun. Dan yakin mampu berjalan sesuai dengan rasa bebas dan merdekaku.
Sikap itu langsung membatu dalam diri sanubariku. Aku akan mengambil langkahku sendiri. Kini kuyakini, akulah yang harus mengambil keputusan untuk diriku sendiri. Tak ada lagi suami atau Mas Herman. Yang ada hanyalah aku yang sendirian dengan hari-hari depanku sendiri. Aku akan jalani apa yang mesti aku jalani. Aku akan jemput Pakde Sastro sesuai dengan kebebasan hatiku. Aku akan layani dan puaskan hausnya nafsu hewaniah Pakde Sastro. Aku akan mereguk kenikmatan syahwatku yang selama ini tak sepenuhnya kudapatkan. Aku akan tunjukkan pada Herman bahwa aku kini bebas se-bebas-bebasnya.
Cerita Pakde Karto
Setiap mengingat bahwa aku ini hanya jebolan SMP dari desa kecil di kecamatan Sleman, Yogyakarta, yang kalau aku turun di terminal saat pulang kampung masih memerlukan 1 jam lagi berjalan kaki dan nyeberangi kali hingga sampai ke rumahku di kaki bukit Menoreh, maka aku merasa bahwa apa yang kini aku bisa raih di Metropolitan Jakarta ini sungguh membanggakan.
Dan kalau aku pulang kini, ibaratnya aku cukup dengan duduk di jok empuk sambil nginjak-injak rem serta gas mobil Panther-ku sejak start dari pintu garasi rumahku di Jakarta hingga turun di samping kandang sapi orang tuaku di desa kecil di kecamatan Sleman itu.
Jakarta memang memberi apa yang kuminta. Usahaku yang menyalurkan tembakau untuk pabrik-pabrik rokok kecil di Jakarta membuahkan hasil. Aku menjadi pusat omongan di desaku.
Kalau kudengarkan omongan orang desa, aku kini sudah menjadi orang yang pantas menjadi contoh mereka. Nggak tahu dari mana asalnya, kalau mereka ketemu mereka memanggilku dengan ‘den Karto’. Aku nggak menampik panggilan itu. Aku anggap bahwa itu urusan mereka.
Yaahh.., semuanya itu karena kerja keras dan uang yang kuhasilkan. Terbukti dengan uang aku bisa meraih banyak kesenangan. Makan enak, rumah, beberapa mobil dan kesengan lainnya.
Bahkan biarpun umurku sudah 57 tahun dengan uang itu aku tetap dengan gampang menggaet gadis atau janda manapun yang kumaui. Memang menurut orang-orang aku juga termasuk lelaki yang memiliki tampang dan seksualitas yang lumayan.
Saat ini aku lagi kesengsem sama Rini istri Herman keponakan sepupuku. Pada awalnya Herman menemuiku di kantor untuk minta bantuan keuangan padaku. Aku memberikan bantuan ala kadarnya. Aku pikir nggak baik terlalu gampang pada famili, nantinya bisa jadi repot. Saat pulangnya, karena memang masih ada hubungan famili, aku antar pulang ke rumahnya untuk melihat keadaan rumah tangganya. Saat itulah aku lihat Rini. Isteri Herman ini benar-benar cantik dan manis. Pikiranku langsung terganggu. Aku tahu, perempuan macam Rini ini akan sangat galak dan panas saat di ranjang. Dengan warna kulit yang coklat hitam manis, dengan postur jangkung dan bahunya yang bidang indah itu, aku pastikan Herman kewalahan menghadapi birahinya Rini. Lihat, betisnya itu. Betis yang ‘merit’ bak padi Cianjur yang matang dan padat sebelum dituai. Itu menandai bahwa nafsu perempuan ini tak mudah terpuaskan.
Aku langsung kasmaran. Dalam hatiku aku langsung bertekad. Rin, kamu pasti akan tidur bersamaku. Aku akan meraihmu, lambat atau cepat. Sejak saat itu aku selalu menunggu kesempatan. Aku tak pernah menolak permintaan pinjaman uang Herman, karena memang aku selalu gunakan kesempatan itu untuk melihat Rini.
Suatu saat bisnisku mendapatkan kesulitan keuangan. Tagihan-tagihanku agak tersendat karena para langgananku mengulur waktu pembayarannya. Sementara para pemasokku yang dari berbagai daerah gencar banget menagih aku. Bahkan salah satu dari mereka mengancam aku secara fisik hingga aku khawatir akan keselamatanku maupun keluargaku. Aku menghadapi krisis berat, krisisnya bisnis di tengah metropolitan yang kejam. Aku kewalahan. Aku coba tengok-tengok kembali dimana uang-uangku. Dimana tunggakan-tunggakan macet.
Dan kudapatkan dari sekian penunggak hutang salah satunya adalah Herman. Ternyata pinjaman Herman padaku sudah kelewat besar dan telah jauh melewati batas waktu pembayaran. Ah, ini tak boleh kubiarkan. Aku tahu bahwa tak akan gampang bagi Herman melunasi hutang-hutang ini. Tetapi aku harus menagihnya. Bukankah terakhir ini dia suka pasang lotere buntut. Siapa tahu dia dapat pukulan telak yang bisa langsung melunasi seluruh hutangnya. Dan kalau toh tak bisa juga?
Bukankah ada Rini istrinya yang sangat seksi itu? Aku pikir biarlah hutang itu kuanggap lunas kalau aku bisa meniduri Rini barang 2 atau 3 hari saja. Kini kuperintah orangku untuk mendatangi Herman dan mengajukan surat tagihannya.
Setelah beberapa kali mencari-cari orangku tak berhasil menemui Herman aku mulai kesal. Masak bantuan dan kebaikanku padanya selama ini tidak dihargai. Setidak-tidaknya ada omongan atau janji kapan, begitu loh. Aku tersinggung dan marah. Herman ini mesti dikasih pelajaran. Dia harus tahu bagaimana aku Pakdenya menyelesaikan masalah-masalahnya. Aku harus cari siasat. Aku coba pikirkan dan analisa.
Kesimpulanku akhirnya, bahwa Herman tak akan mampu membayar hutangnya. Kuhitung telah lebih dari 15 juta rupiah, belum termasuk bunganya. Itu jumlah yang besar buatku kini. Aku tak mau rugi. Aku tak mau hasil jerih payahku begitu saja diambil Herman yang memang dasarnya pemalas itu. Aku harus mendapatkannya kembali uang itu. Kalau nggak bisa juga, aku harus dapatkan pengganti yang kira-kira nilainya sepadan. Rini, istrinya!
Kini Herman tinggal pilih, bayar hutang dengan uang atau Rini. Aku bergegas ke mejaku. Kutulis surat untuknya. Kuperintahkan orangku kembali mengantarkannya dengan pesan, kalau tak ketemu Herman, serahkan saja ke isterinya, suruh dia baca untuk disampaikan ke suaminya. Aku bersiasat dengan memberikan nada harapan pada surat itu. Aku minta datang ke kantor siang hari itu. Aku bilang jangan khawatir, ada jalan keluar yang sama-sama menguntungkan, tulisku.
Nah, akhirnya datang juga si pecundang ini. Dengan diantar Satpam dia masuk keruangan kerjaku. Aku menampakkan wajah sangarku. Kuperintah Satpamku agar menunggu dan mendengarkan bicaraku. Nampak wajah lelahnya. Aku bicara garang tentang hutangnya yang sama sekali belum dibayar. Aku berikan padanya kesempatan untuk mendengar bicaraku atau urusannya jadi lain. Nada bicaraku kubuat sangat menekan dia. Dan ternyata Herman langsung menyerah. Dia bilang terserah bagaimana aku. Yang penting dia ingin lekas terbebas dari hutang-hutangnya yang menumpuk itu.
Aku langsung bayangkan bahu bidangnya Rini. Juga betisnya yang bak beras Cianjur yang matang itu. Kutolehkan kepalaku ke Satpam. Kusuruh dia keluar ruangan. Kemudian aku mendekat ke Herman, kupegang bahunya dan kudekatkan bibirku ke telinganya, aku berbisik. Kuucapkan apa mauku. Aku mau mengajak Rini ke villaku selama 3 hari dan aku mau juga dia ikut untuk menggantikan tugas pelayanku yang kusuruh pulang selama aku bersama Rini di sana. Hal ini aku lakukan agar pelayanku itu tidak melihat apa yang kuperbuat dan lapor pada istriku. Kutekankan pula bahwa semua ini karena ulahnya yang tidak bertanggung jawab. Dia harus menerima pelajaran dariku.
Aku belum selesai bicara saat kulihat Herman nampak limbung dengan cahaya matanya yang layu. Dia rebah lemas ke lantai. Aku panggil kembali Satpamku untuk mengurusinya. Kuserahkan amplop berisi 20 lembar ratusan ribu rupiah berikut sedikit catatanku agar Rini bersama dia telah siap aku jemput besok jam 7 pagi. Aku percayakan pelaksanaan selanjutnya pada Satpamku, aku tinggalkan ruangan. Aku monitor sorenya. Tidak ada reaksi penolakkan dari Herman. Yaa.., dia nggak mungkin punya lain pilihan. Dan mengenai Rini. Aku yakin Rini tak akan menolakku. Aku masih ingat beberapa hari yang lalu saat aku mencuri ciuman dibibirnya, dia tidak menunjukkan kemarahan. Ah.. besok aku akan menikmati tubuh sensualnya. Aku menggigil menahan gelora birahiku yang langsung menyala.
Tiga hari di Villa Rimbun Ciawi
Pada suatu pagi hari, sekitar jam 7 pagi sebuah sedan Honda Civic keluaran terbaru dengan remnya yang berdernyit berhenti di depan rumah keluarga Herman. Seorang sopir yang amat sopan nampak turun, masuk kehalaman dan memberikan salam hormat kepada nyonya rumah yang rupanya sudah nampak tak sabar menunggunya. Tidak terlalu lama sang sopir menunggu, tuan dan nyonya rumah mengambil koper atau cangkingan lainnya yang telah disiapkan sebelumnya. Sesudah semua barang bawaan masuk ke begasi, Herman sang tuan dan Rini sang nyonya memasuki mobil. Ada sedikit insiden kecil. Rini mau Herman duduk di depan bersama sopir dan dia sendirian di belakang. Semula Herman menolak, dia ingat pesan Pakdenya mereka harus nampak sebagai suami istri yang akan memakai villanya.
Tetapi melihat kukuhnya Rini akhirnya Herman mengalah. Sepanjang hampir 1 jam perjalanan keduanya tidak banyak bicara. Hanya sesekali terdengar Herman ngomong sama sopir mengenai apa yang nampak sepanjang perjalanan. Adapun Rini kelihatannya sedang berusaha untuk menenangkan dirinya. Dia yang telah memutuskan dirinya sebagai pengambil keputusan bagi dirinya sendiri kini nampak tegar dan yakin akan keputusannya sebagai orang yang bebas dan merdeka untuk menentukan apapun yang terbaik bagi dirinya.
Walaupun saat ini dia masih dikuasai rasa muak dan telah kehilangan selera sama sekali untuk berbicara atau melihati tingkah suaminya itu, dia tetap berusaha untuk menghilangkan berbagai rasa kecewa dan dendam kepada siapapun teristimewa kepada Herman. Yang dia inginkan sekarang adalah menunjukkan kepada Herman bahwa dia berbuat apapun yang bisa dia perbuat sesuai keinginan hatinya.
Herman yang tadi malam baru pulang jam 11 malam untuk menunggu keluarnya nomer togel tidak memahami apa yang tengah berkecamuk pada diri istrinya Rini. Yang dia simpulkan hanya bahwa Rini ternyata mau menerima apa yang menjadi keputusan Pakde Karto. Dan itu artinya dia telah sukses dalam menjalankan misinya demi terbebasnya beban hutangnya pada Pakde Karto. Dia sudah tidak lagi dikuasai rasa cemburu atau rasa tertekan yang lain. Memang Herman termasuk lelaki yang paling mudah menyerah. Dengan sikapnya yang sabar dan selalu mau berpikir positip dia dengan cepat beradaptasi dengan kekalahannya. Tentu saja cara begini ini membuat rancu antara orang sabar dengan pikiran positif yang sejati versus orang yang memang tidak memiliki motivasi, daya juang dan stamina untuk bertahan di tengah berbagai kesulitan hidup macam si Herman ini.
Bangunan Villa Rimbun Ciawi milik Pakde Sastro ini relatip kecil dibandingkan halamannya yang hampir seluar 2 hektar itu. Dalam vila ada 2 kamar tidur, 1 utama yang besar lengkap dengan kamar mandi di dalam dan yang lainnya lebih kecil. Ada dapur yang lengkap dan ruang tamu berikut perabotannya yang sangat nyaman. Di belakang rumah ada taman yang asri lengkap dengan kali kecil yang mengalir di dalamnya. Nampak dikejauhan lebih ke belakang hutan pakis dan pinus yang bersuasana sangat alami. Kesejukkan pegunungan di kawasan Ciawi ini membuat villa ini terasa sangat romantis dan tepat bagi mereka pasangan yang sedang berbulan madu. Setelah menyerahkan kunci villa bersama amplop surat Pakde Karto khusus untuk Rini dan bungkusan besar berisi makanan untuk siang itu, Pak sopir minta pamitan untuk balik ke Jakarta.
Sepulang Pak sopir, Rini cepat membuka surat itu. Herman tahu menempatkan diri. Dia berpura tak acuh, berdiri dan jalan ke beranda. Pakde bilang agar Rini menempati kamar utama yang besar, dan Herman memasuki kamar di sebelahnya yang kecil. Pakde akan datang sekitar jam 3 sore, karena masih ada beberapa pertemuan di Jakarta. Tanpa bicara Rini kemudian menyerahkan surat itu kepada Herman agar tahu apa yang dimaui Pakdenya. Dengan membanting pintu dan menguncinya Rini memasuki kamar utama sesuai kemauan Pakde Karto. Dan Herman langsung mengangkat tasnya sendiri ke kamarnya.
Ah.. kamar ini.. betapa mewah dan nyamannya.. Diarah samping nampak jendela besar dengan pintu ke beranda yang memberikan pemandangan indahnya alam pegunungan. Sesudah menaruh kopernya Rini mengamati interior kamarnya. Di samping ranjang mewah yang beralaskan sutra dia dapati vas besar dengan kembang mawar merah yang segar. Haahh.. tentunya sesorang telah menatanya sebelum dia datang. Mungkin Pakde yang, siapa tahu, nginap disini tadi malam dan menyiapkan segalanya, kemudian subuh balik ke Jakarta. Ah.. ada surat kecilnya..
“Rini sayangku.. aku mencintaimu .. Karto.”
Lihat di pojok itu. Bukankah itu wewangian aroma therapy di atas lilin kecil dari Korea yang sangat mahal itu? Sangat romantis. Rini sangat tersanjung dengan pernik-pernik itu. Sungguh pintar bulusnya Pakde Karto ini.
Rini ingin tahu lebih banyak lagi apa yang telah diperbuat Pakde Karto. Dia temukan baju tidur lembut tergantung di lemari pakaiannya disamping beberapa gaun-gaun mewah dan baru yang juga siap pakai. Dia pastikan semuanya itu untuk dia. Sesuatu yang belum pernah dia dapatkan dari suaminya sendiri. Dia ambil gaun-gaun itu dan bak peragawati dia memantas-pantaskan gaun-gaun itu pada tubuhnya di depan cermin. Sesekali dia senyum ketika menerawang ke cermin. Ah, bukankah kamu memang cantik dan luwes, Rin. Semua busana-busana itu dalam ukuran yang sungguh tepat untuk tubuhnya. Bukan main Pakde ini.
Berjam-jam dan hampir sepanjang hari Rini menyibukkan dirinya di kamar utama itu. Dia kembali membaca surat kecil romantis itu, Dia kembali mengamati wewangian mahal dari Korea itu dan berkali-kali mencoba pakaian-pakaian indah dan mewah yang bermacam dalam lemari itu.
Sementara itu Herman memasuki kamarnya. Tidak ada yang istimewa dia temukan dalam kamar itu. Mungkin ini kamar yang biasa dipakai pelayan atau penunggu villa ini. Nampak ranjangnya ditutup dengan sprei yang sudah lusuh. Kalau toh ada semburat wewangian itu karena aroma therapi yang semerbak menyebar keluar dari kamar utama dimana kini Rini berada. Sementara satu-satunya pemandangan adalah jendelanya yang justru menghadap ke arah jalanan dengan lalu lalang berbagai macam kendaraan yang melintas. Selebihnya adalah dinding-dinding kamar yang menjadi batas kamarnya dengan kamar Rini.
Ohh.. tunggu dulu. Bukankah ini dinding artistik buatan dari papan-papan kayu pegunungan. Dan lihatlah, papan-papannya yang artistik ini penuh celah-celah dimana sesorang bisa mengintip ke kamar sebelahnya. Nah, aku bisa ngintip Rini, dong. Sedang apa dia?
Dan itu yang kemudian dilakukan Herman. Dan, ah.. benar.. dia kini bisa melihat istrinya sedang memantas-mantas dirinya dengan busana-busana indah yang pasti telah tersedia baginya. Ah, betapa cantik istriku Rini, begitu kata hatinya. Memang dia selalu bangga akan kecantikkan istrinya. Dan Herman tahu banyak lelaki yang kepingin bisa tidur dengan Rini.
Kemudian dia membayangkan sesaat nanti akan menyaksikan dari celah papan ini bagaimana Pakde Karto si bandot tua itu melahapi tubuh cantik isterinya itu. Ah, jangaann..!!
Tiba-tiba kembali Herman disergap rasa sakit dan cemburu yang menyala-nyala. Rasanya tak mungkin dia bisa rela menyaksikan Rini dalam pelukan Pakdenya. Dan akan melihat bagaimana Pakdenya melepasi satu-satu pakaiannya hingga istrinya bertelanjang. Dan bahkan dia akan dalam rengkuhan penuh birahi Pakde Karto yang juga akan sama-sama telanjang. Tiddaakk..!!
Herman kepingin membenturkan kepalanya ke dinding-dinding kamar itu. Tetapi kenapa?? Bukankah karena pengorbanannya dan juga pengorbanan istrinya hutangnya yang kini mencekik lehernya itu akan lunas? Bukankah dia akan terlepas dari beban yang tak tak terelakkan itu? Dan Pakdenya tidak lagi mengejar-kejarnya? Ah.., aku rasa pantas apa yang mesti aku terima kini. Dan itu artinya, nilai istrinya tidak murah. Bayangkan hutang yang lebih dari 15 juta rupiah cukup dibayar dengan membiarkan Pakdenya tidur dengan isterinya selama 3 hari. Dan bukankah sesudah itu dia bisa kembali memiliki Rini untuk selamanya? Hanya 3 hari, Man!
Pikiran terakhirnya ini langsung meredakan perasaan marah, sakit dan cemburunya. Dia kembali ke lubang pengintipan. Tiba-tiba dia merasakan hal yang aneh pada dirinya..
Celananya langsung berasa sesak. Kini kemaluan Herman ngaceng saat membayangkan istrinya digauli Pakdenya. Memang terbersit rasa cemburunya kembali, tetapi dia juga membayangkan bagaimana nanti saat Rini menerima kenikmatan syahwat yang dilepaskan oleh Pakdenya. Bagaimana nanti dia mendengar rintihan dan desahan-desahan nikmat Rini sekaligus nafas-nafas yang memburu dari Pakde Karto. Bagaimana nanti tubuh telanjang Rini bergesekkan dengan tubuh telanjang Pakdenya untuk bersama-sama mendayung birahi dan melepaskan dendam-dendam nafsunya. Bagaimana nanti bibir Pakdenya yang melumati pentil susu istrinya dan sementara kemaluan Pakde berusaha mencari jalan untuk menembusi kemaluan istrinya. Dan bagaimana nanti saat kemaluan Pakde, yang dia yakin ukurannya pasti lebih hebat dari miliknya, menerjang dan merobek bibir kemaluan isterinya. Dan bagaimana nanti dinding-dinding vagina Rini dirundung rasa gatal kemudian mencengkerami batangan bulat besar dan panjang milik Pakdenya.
Ah.. sudah, sudah, sudaahh..!! Herman langsung lari keluar kamar. Dia nggak mau dikejar bayangannya sendiri. Dia menghambur ke taman dimana ada kali kecil yang mengalir di dalamnya. Dia hendak melupakan segala sakit dan cemburunya dengan menyibuki diri menangkapi ikan dan udang kecil dari kali itu untuk dilepaskannya kembali.
Hingga Pakde Karto datang Rini tidak pernah keluar dari kamarnya. Hari itu sama sekali tak ada dialog antara Herman dan Rini sebagai suami isteri. Nampaknya Rini memang menghindar dari kemungkinan dialog itu. Rini pasti kecewa padaku, demikian pikir Herman. Ah biarlah, yang penting dia sudah mau menuruti kemauan Pakdenya. Bayangkan seandainya Rini menolak, apa yang akan menimpa dirinya nanti. Dia bayangkan Satpam Pakdenya yang kekar berotot itu.
Pakde Karto datang lebih lambat dari janjinya disebabkan kemacetan lalu lintas saat memasuki gerbang tol Jagorawi. Begitu mobilnya memasuki halaman Pakde Karto turun dan melemparkan kuncinya kepada Herman yang telah siap di depan gerbang untuk berlaku sebagai pengganti pelayannya. Kini dialah yang harus membersihkan atau mencuci mobilnya sesudah perjalanan yang penuh debu dan kotor dari Jakarta itu.
Dari dalam rumah nampak Rini yang istrinya memperhatikan perlakuan Pakde pada suaminya. Tak terbersit sedikitpun keharuan Rini pada Herman. Rini akhirnya bisa menerima apa yang kini harus dilakukan suaminya. Suatu imbalan yang setimpal atas kepengecutannya sebagai lelaki maupun sebagai suami. Dan kini juga ingin menunjukkan pada Herman bahwa kini dia bulan Rini yang dulu. Dia kini adalah Rini yang bebas dan merdeka yang bisa mengambil keputusan apapun yang dia mau.
Begitu Pakde Karto memasuki teras rumahnya, secara menyolok didepan suaminya Rini keluar dari dalam untuk menyongsongnya. Sambil menebar senyuman dia menggait lengan Pakde Karto memasuki villanya. Herman hanya bisa mengikuti dengan ekor matanya. Dan Rini, lihatlah, dia seperti dewi dari surga. Rini mempersiapkan dirinya secara maksimal untuk menyambut Pakde. Dia memakai busana yang paling sensual. Nampak dari bahu dan dadanya yang setengah terbuka. Bahunya yang bidang itu menyajikan pesona sebersit ketiaknya sedemikian sensual.
Pakde Karto terpana. Dia tidak menduga bahwa Rini sedemikian antusias menyambut kedatangannya. Sebelumnya dia masih berpikir bahwa akan ada sedikit atau banyak kesulitan dalam menghadapi Rini ini. Ada apa? Mungkinkah ini merupakan ungkapan kekesalan Rini pada Herman suaminya? Ah, .. Pakde Karto tak sempat berpikir jauh. Parfum Rini telah menyeret naluri syahwatnya terbang ke-awang-awang. Rini langsung menggelandang Pakde menuju kamarnya. Ah, nanti aku akan tahulah, demikian acuhnya sambil menyambut rangkulan Rini pada lehernya, tangan-tangan Pakde merengkuh pinggul Rini.
Mereka kini saling berpagut. Kehausan bertahun-tahun Pakde Karto pada Rini kini tertumpahkan. Dan bagi Rini inilah puncak pelampiasan dari tumpukkan kemarahan, kekesalan dan kekecewaan pada kehidupannya yang telah beberapa waktu terus menjepit dan menyengsarakannya. Dia terus berusaha menapaki kehidupan yang baru ini. Tanpa ragu-ragu, tangannya dengan terampil melepasi ikat pinggang Pakde Karto. Dia ingin selekasnya menjamah khayalannya. Dia ingin merasakan apa yang pernah dia rasakan dulu bersama Pandi di pantai Parangtritis. Kalau waktu itu gemuruhnya ombak Samudra Hindia, maka kini gemuruh nafsu birahi di dadanya yang akan mengiringi pelampiasan syahwatnya. Gemuruh nafsu birahi Rini dan kehausan syahwat yang amat sangat Pakde akhirnya bertemu dalam kamar Villa Rimbun Ciawi ini.
Akan halnya Herman yang telah siap menerima apapun yang harus dia saksikan. Bahkan kini dia sudah memiliki solusi. Dia akan ikut menikmati apa yang terjadi dari balik dinding artistik kamarnya. Dia akan menyaksikan adegan-adegan yang pasti bisa merangsang birahinya. Dan dia akan bisa meraih kepuasan syahwat juga seperti mereka berdua. Dan kini kembali rasa sesak langsung memenuhi selangkangan celananya. Tangannya bergerak membetulkan letak kemaluannya untuk mengurangi jepitan celananya yang menyakitkan.
Sesudah dengan cepat menyelesaikan tugasnya Herman kembali memasuki kamarnya. Dengan hati-hati dia mulai mengintip dari celah papan itu dan menyaksikan ulah Pakdenya bersama Rini isterinya. Nafasnya terdengar memburu sejalan dengan apa yang dia saksikan melalui celah dinding papan artistik itu. Dia lihat bagaimana Pakdenya bersama istrinya bercumbu. Nampak celana Pakdenya telah merosot ke lantai dan tangan istrinya menggenggam kemaluannya yang gede panjang itu.
“Edan, penis Pakde itu.. penis kuda.., Duh penis Pakdee.. penis ituu..,” teriakkan histeris dari hati Herman melihat kemaluan Pakdenya yang membuatnya terpana.
Dia benar-benar terpesona dengan penis Pakdenya. Dan lebih-lebih lagi saat menyaksikan tangan indah dan manis isterinya yang biasa memegang berbagai macam makanan cattering pesanan tetangga itu kini menguruti batang penis yang berkepala mengkilat kecoklatan. Sementara Pakdenya dengan buas menyedot dan menggigiti dari leher turun ke susu dan puting-putingnya hingga membuat Rini menggeliat dan mendesah hebat sambil matanya merem-melek dan kepalanya tergeleng-geleng dan mendongak kelangit-langit kamar utama Villa Rimbun Ciawi itu.
Blusnya sudah lepas entah ke mana. Susu-susunya nampak ranum menggunung dan putingnya mencuat siap untuk lahapan haus nafsunya Pakde Karto. Sesekali kedengaran sentakan rintihannya. Itu disebabkan sesekali gigitan Pakde menyentuhi saraf-saraf peka pada buah dadanya yang sangat ranum itu.
Tanpa melepas pagutannya mereka bergeser dan bergeser untuk menuju rebah di ranjang. Masih dalam busana atas yang lengkap dengan dasinya yang setengah copot, sementara bagian bawahnya sudah telanjang bulat Pakde Karto menindih Rini. Ditelentangkannya kedua lengan Rini ke atas hingga kedua ketiaknya terbuka. Kemudian dengan penuh kehausannya Pakde Karto menyosorkan bibirnya melumati lembah-lembah indah ketiak Rini. Rini mendesah sambil bergelinjangan menggeliat-liat. Tak diragukan, pasti akan banyak nampak cupang-cupang bekas sedotan-sedotan ganas pada ketiak itu nantinya.
Dan kini Herman melihat mereka sambil mulai mengelusi kemaluannya sendiri. Kupingnya menikmati rintihan atau desahan istrinya. Sementara tangannya terus mengikuti alur sedotan dan jilatan Pakde yang turun dari ketiak ke lembah dan bukit di dada Rini isterinya itu.
Herman agak kesal, posisi Pakde Karto yang mencumbui istrinya tak nampak jelas disebabkan celah papan ini kelewat sempit. Yang jelas bisa dia tangkap jelas tinggalah suara-suara penuh iba nikmat. Betapa rintihan Rini dan dengus Pakdenya saling bersahut telah membuat dirinya semakin blingsatan karena terbakar birahinya. Tanpa sepenuhnya dia sadari, dia juga ikut-ikutan melepasi celananya, hingga tinggal kolornya yang tinggal. Tangannya merogoh kolor itu dan mengurut dan memijit-pijit kemaluannya. Herman ikut terbawa melayang bersama Pakde yang sedang melahap rakus isterinya.
Saat turun dari ketiak, ciuman dan lumatan Pakde meratai lembah dan bukit di dadanya, Rini nampak menggelinjang hebat. Pinggulnya menggeliat dan meliuk-liuk menahan kegelian yang amat sangat seperti ikan moa yang terlepas buruannya dan secepatnya berusaha menangkapnya kembali. Dan Herman juga semakin kenceng merabai kemaluannya sendiri sementara wajah Pakde Karto makin merosot ke perut isterinya.
Tak pelak lagi Rini mendesah keras dan tangannya seakan mengiringi desahannya menangkap kepala Pakde Karto dan menjambaki rambutnya untuk menahan badai birahinya. Dan Pakde semakin menggila. Kini bibirnya sudah me-lamuti bulu-bulu kemaluan Rini dan kemudian meluncur cepat ke bibir vaginanya.
Nampak banget bagaimana bibir Pakde Karto mencaplok untuk melumati bbir vagina Rini. Lidahnya yang menjilat sambil menyeruak menusuki vaginanya membuat Rini histeris. Tingkahnya yang jatuh bangun disertai derasnya desah dan rintih memaksa Herman mempercepat pijitan dan remasan pada kemaluannya, bahkan kemudian dengan cepat merubahnya menjadi kocokkan ritmis.
Sambil terus melototkan matanya untuk menembusi lubang intaian yang sempit, kocokkan Herman yang semakin cepat nampak seperti pompa piston lokomotif diesel penarik Parahyangan Ekspres. Herman tak tahan lagi untuk menahan spermanya. Dan terjadilah orgasme Herman. Yaitu orgasme pertama yang diraih berkat menyaksikan istrinya meliuk-liuk merasakan hebatnya nikmat digauli orang lain yang bukan suaminya. Rasanya inilah spermanya yang paling banyak tertumpah semenjak perkawinannya dengan Rini.
Pakde secara intensif memberikan kepuasan penuh sensasi syahwat pada Rini. Dia melakukan oral seks secara habis-habisan padanya. Lidahnya yang besar dan kasar tentunya menyentuhi organ-organ vagina yang peka dan lembut mlik Rini. Dan akibatnya tak terkatakan lagi, Rini bak kesetanan. Tenaganya berubah menjadi sangat kuat. Kedua pahanya yang berposisi menjepit leher Pakde menekan bahu Pakde untuk menaikkan pinggul dan mengangkat pantatnya. Tujuannya jelas agar tusukkan lidah Pakde bisa lebih jauh menembusi lubang vaginanya. Kegatalan yang amat sangat pada vaginanya itu pula yang membuat kedua tangannya terus menariki kepala ataupun rambut Pakde untuk lebih menekankan ke arah kemaluannya.
Pakde yang sangat berpengalaman ‘ngerjain’ para perempuan, tahu bahwa Rini sudah menunggu penisnya yang kini juga telah melar keras untuk secepatnya menusuki vaginanya. Dengan akar-akar sarafnya yang mengitari geligir batangnya serta desakkan darah yang menumpuk pada kemaluannya hingga membuat sang penis itu membengkak besar dan kepalanya licin mengkilat, kini Pakde sigap merubah posisi. Ditariknya kedua tungkai kaki Rini hingga arah vaginanya tepat di pinggiran ranjang. Kemudian dia angkat salah satu tungkainya untuk disandarkan pada panggulnya di bahu. Dengan cara itu Pakde mengasongkan penisnya yang sudah matang itu ke lubang kenikmatan vagina Rini. Sekali.., dua kali..
Herman kembali mengintip. Sesudah beberapa kali kepala penis Pakdenya yang besar sedikit kesulitan menembusi vagina istrinya yang sempit. Pada tusukkan yang kesekian kali disertai desisan panjang dan kemudian disusul dengan teriakkan nikmat, akhirnya penis gede itu berhasil menembus vagina Rini istrinya. Bleesszz..
Menyaksikan itu semua kemaluan Herman cepat kembali menegang. Dan agar menjadi leluasa, Herman melepas pula celana kolor berikut celana dalamnya. Dan tangannya kembali mengelusi sambil berharap bisa selekasnya tegak kenceng lagi. Herman ingin meraih orgasmenya yang kedua.
Disaksikannya Pakde Karto mulai memompa istrinya. Dan Rini sang istri benar-benar tak berdaya oleh serangan syahwatnya. Sambil meracau dengan ucapan kata-kata erotis kotor di tengah desisan-desisannya, dia meremasi sprei atau bantal atau apa saja yang bisa diraihnya hingga ranjang itu berantakkan. Kepalanya bergoyang keras ke kanan dan kiri sambil melempar-lemparkan rambutnya yang indah itu.
Dan dari arah lebih tinggi dengan satu kaki isterinya di panggulannya mata Pakde Karto mengamati tingkah Rini serta menyimak segala racau dan desisan histerisnya itu. Dia mainkan pompaannya seakan berputar menyodok ke kanan atau kekiri atau ke atas atau ke bawah. Itulah ‘multi jurus’-nya Pakde. Dengan cara itu vagina Rini serasa di-ubek-ubek. Gatalnya tak lagi tertolong. Dan karena itu pula kini Rini mulai menapaki puncak kenikmatannya. Rini mulai menyongsong orgasmenya yang sejati. Orgasme yang rasanya belum pernah dia raih dari siapapun.
Herman tahu, selama ini belum pernah melihat isterinya sedemikian histeris sebagaimana yang dia saksikan kini bersama Pakde Karto. Rupanya Pakdenya ini tahu benar apa yang ditunggu Rini. Dan kini dia sedang suguhkan itu. Dari racau dan geliat serta menghebatnya remasan-remasan tangannya pada apapun yang dia raihnya, Rini kini menggelinjang hebat. Pinggulnya dia angkat-angkat tinggi-tinggi serasa hendak menjeputi kemaluan Pakde agar menusuk lebih dalam lagi ke vaginanya. Dan ketika akhirnya puncak-puncak itu benar-benar datang, wajah Rini langsung berubah ganas. Matanya menjadi nanar tanpa titik pandang. Dengan teriakkan bak hyena kelaparan Rini bangkit mendorong dan merubuhkan Pakde untuk ganti rebah telentang ke kasur. Dia ‘cengklak’ tubuh Pakde seperti seorang joki men’cengklak’ kudanya. Dengan gaya seakan hendak duduk tangannya merogoh dan meraih penis Pakde untuk dia tusukkan ke vaginanya, dan dengan cepat vaginanya langsung menelan amblas seluruh batangan kemaluan Pakde. Kini Rinilah pemegang kendali.
Dengan cepat dia menaik turunkan pantatnya memompakan penis Pakde ke vaginanya. Herman melotot mengamati vagina Rini yang bisa memuntahkan dan kemudian menelannya kembali kemaluan gede panjang milik Pakde Karto. Dari arah belakang pantatnya, nampak oleh Herman bagaimana bibir vaginanya ketarik keluar dan kedorong masuk terbawa oleh keluar masuknya kemaluan Pakde yang memang sangat sesak dan sarat memenuhi belahan dan rongga vagina isterinya itu.
Dan akhirnya datanglah malaikat nikmat itu.. Rini seakan membantingkan tubuhnya ke tubuh Pakde. Dia menggigit dada dan mencakar-cakar punggungnya. Vaginanya berdenyut keras menghisap-isap atau melumat-lumat batang kenyal milik Pakde. Itulah tanda bahwa orgasme beruntun-runtun sedang melanda Rini.
Mungkin runtunan orgasmenya itu berlangsung hingga 20 atau 30 detik sebelum akhirnya tubuhnya gugur dan rubuh dengan keringatnya yang mengucur menindih dan membasahi tubuh Pakde Karto. Villa Rimbun Ciawi yang sebelumnya berubah menjadi panas oleh radiasi yang memancar dari tubuh indah Rini kini sejuk kembali.
Dari balik dinding Herman juga ikutan terkapar bersama tarikan-tarikan nafas panjangnya. Dimatanya dia menyaksikan Pakde Karto telah menunjukkan peranannya sebagai pelayan seks yang benar-benar hebat. Herman merasa banyak belajar dari apa yang dia lihat hampir selama 1 jam ini. Pakde bisa membaca arah kemana Rini mau. Dia mengejar kepuasan tetapi dia meyakini kepuasannya akan dia raih apabila Rini, lawannya telah lebih dahulu terpuaskan. Dan bagi dia, sebagai lelaki, kepuasannya tidak perlu diraih seketika. Dia masih memerlukan stamina untuk berjalan lebih panjang. Sebagai lelaki memerlukan stamina macam itu lebih dari perempuan. Dengan cara itu rupanya Pakde Karto akan menikmati sepanjang malam pertama ini. Dan Herman mulai mengerti, bagaimana Pakde Karto akan mampu melayani Rini kapan saja, setiap saat. Dan segala marah, sakit atau cemburu akan sia-sialah di depan Rini sepanjang dia tidak mampu melakukan seperti yang Pakdenya bisa lakukan.
Sore itu sesudah permainan pertama, yang mungkin oleh Pakde hanya dipandang sebagai pemanasan, mereka berdua mandi bersama. Cukup dengan teriakkannya Pakde menyuruh Herman untuk menyalakan gas LPJ yang membakar water heater di kamar mandi utama. Sesudah mandi air hangat, dengan keduanya memakai mantel tidur lembut yang tersedia di kamarnya Pakde bersama istrinya bercengkerama di beranda villa. Atas permintaan Rini Herman disuruh Pakdenya untuk membeli sate kambing di warung sate sebelah villanya.
Malam itu Rini bersama Pakde menikmati sate kambing panas di meja makan. Herman mesti sabar menunggu mereka selesai makan untuk bisa ikut menikmati sate kambing dingin sisa mereka. Dia menerima semua perlakuan ini dengan sabar dan berpikir positip. Ahh.. Herman.. Herman.., hebat kau..
Selesai makan Rini dan Pakde pergi ke beranda dan duduk berhimpit di sofa. Villa bulan madu ini seakan memang dibuat untuk mereka. Dari balik pot-pot tanaman di samping beranda Herman merunduk mengintip diantara dedaunannya. Herman yang mentalnya sudah jatuh menjadi mental pelayan itu melihat bayang-bayang istrinya dalam rengkuhan Pakdenya kembali. Dia amati betapa asyik istrinya dan Pakdenya saling berpagut bertukar lidah dan ludah. Dan lihat, betapa agresifnya si Rini. Tak pernah dia bersikap begitu pada dia selama masa perkawinannya.
Dia saksikan bagaimana tangan Rini yang demikian lancar melepasi ikatan tali. Dengan sekali renggut lepaslah temali mantel tidur itu hingga tubuh Pakde langsung terbuka. Kemudian dengan rakusnya bibirnya kembali menyambar bibir Pakde Karto sambil tangan kanannya, tangannya yang cantik dengan jari-jarinya yang lentik itu meremas dan mengelusi batangan gede penis Pakde Karto. Ah, Rini.. Riniku.., batin Herman yang menangisi isterinya.
Rini meliukkan lehernya. Kepalanya menggiring bibirnya meluncur ke leher Pakde. Dia memberikan sedotan cupang di seputar leher dan kuduknya. Bulu-bulu Pakde tegak merinding.
Kecupan dan jilatan itu mendongkrak saraf-saraf birahinya. Dan bibir seta lindah terus merambat meluncur turun ke dadanya. Dia kecupi buah dada Pakde dan bibirnya serta lidahnya menggigit dan menjilati puting-puting susunya. Nampak betapa bibir-bibir mungil istrinya membuka dan mengatup mengecupi bukit-bukit dada itu. Sesekali lidahya menjulur untuk menjilati berbagai rasa yang keluar dari pori-pori tubuh Pakdenya. Kini yang didengar Herman adalah desis Pakde yang menahan geli birahi akibat ulah istrinya itu. Tak puas-puasnya Rini menyedoti dada Pakde. Terkadang rambatan bibirnya juga menepi ke kanan atau ke kiri dada hingga semburat aroma ketiak Pakdenya yang tampan itu menerpa hidung Rini.
Rambatan ciuman itu terus meluncur turun keperut Pakdenya. Bulu-bulu halus mulai Rini rasakan di lidahnya. Bulu-bulu itu tumbuh berkesinambungan dari arah lebih bawah lagi. Bulu-bulu itu menjadi awal bagi lidah dan bibir Rini memasuki wilayah kemaluan Pakde Karto. Nampak penisnya yang tegak kaku bak tugu Monas itu seakan mengganjal leher dan bahu Rini. Dengan pipinya Rini menyisihkan batang tegak kaku itu untuk membuka jalan menggiring bibirnya terus turun hingga ke selangkangan Pakde. Beberapa kali Pakde menyibak sebaran rambut Rini agar tidak mengganggu alur lidah dan bibirnya yang terus berkecipak menyedot dan menjilat. Dia rasakan sangat nikmatnya bak siput sawah yang sedang merambati wilayah selangkangannya.
Tentu saja kini posisi duduk Pakde harus disesuaikan dengan kejaran nikmat bibir Rini ini. Dia memerosotkan tubuhnya pada bantalan sofa itu untuk memberikan ruang yang lebih terbuka kepada Rini saat mulai menggarap kedua selangkangannya. Dan kini wajah Rini benar-benar terjebak dalam rimbunan bulu kemaluan di seputar selangkangan Pakde Karto. Sesekali nampak kepalanya menggeleng kecil untuk mendorong agar lidah atau bibirnya bisa menjangkau pori-pori selangkangan itu.
Nampaknya Pakde tak mampu menahan kegelian yang melandanya. Dengan kedua tangannya dia merengkuh dan menjambak rambut Rini. Dia merintih sambil seakan hendak mencabut-cabut akar rambut itu. Dan rintihan Pakde itu membuat Rini semakin ganas serta liar untuk meningkatkan serangan birahinya. Pipinya yang semula digunakan untuk menyisihkan penis, kini dia gunakan untuk menariknya kembali. Batangan penis Pakde yang tonggak kaku itu mulai dia jilati. Dia tusukkan lidah lembutnya pada lubang kencing Pakde. Lubang kencing yang nampak macam belahan jamur merang itu langsung merah merekah menahan desakan darah syahwat yang menjalari penisnya.
Betapa nikmat saat lidah menyentuh saraf-saraf peka pada lubang itu. Gelinjangnya membuat Pakdenya seakan melonjak dari tempat duduknya. Mungkin itu semacam kekagetan saraf menerima sentuhan lembut lidah Rini yang sangat merangsang syahwatnya. Dan kemudian Rini mengkulum seluruh kepala dan batang penis itu. Dia memompa, menyedot, menjilat, mengkulum tonggak bulat panas yang kaku dan berkilatan dengan urat-urat yang kasar mengelilingi seluruh geligirnya.
Pemilik tonggaknya mendesah keras dan merintih dalam gelombang nikmat yang datang bertubi.
Herman memperhatikan betapa mata istrinya merem melek menikmati kelakuannya sendiri itu. Dan juga bertanya, kenapa dia nggak pernah menerima perlakuan macam itu selama 3 tahun perkawinan ini?? Adakah ini karena kepiawaian Pakde Karto dalam menggiring birahi Rini? Sehingga membuat seluruh potensi syahwat istrinya terdongkrak keluar?
Rambut Rini yang panjang sering menghalangi pandangan Herman pada apa yang sedang berlangsung. Nampaknya Rinilah yang sekarang ganti memanjakan Pakde Karto dengan oralnya. Dia ciumi dan jilat bijih-bijih pelir Pakde. Lidahnya bolak-balik melata merambati pangkal hingga ujung kemaluan yang tegak kaku itu. Pakde Karto tidak keliru membaca perempuan. Betul-betul kini dia serasa terbang melayang diangkasa nikmat. Apa yang kini sedang dilakukan Rini sesuai dengan bacaannya. Rini adalah perempuan seksual yang sangat galak dan panas. Perempuan dengan betis ‘merit’ macam istri Herman ini tak mudah dipuaskan. Oleh karenanya pada garapan awal tadi Pakde Karto pusatkan pada bagaimana Rini bisa cepat disambar syahwatnya hingga tinggal kehendaknya sendirilah yang akan mendorong cepat atau lambat datangnya orgasmenya. Dan itu sudah terjadi.
Kini perempuan ini sudah kembali menimba birahinya. Kenikmatan orgasme beruntun yang dia rasakan tadi membuatnya ketagihan. Lihat, kini dia akan berusaha orgasmenya berulang kembali. Dia pikir dengan merangsang penisnya Pakde Karto akan cepat mengejar nafsunya. Dan harapan Rini untuk digenjoti lagi oleh Pakde akan kesampeyan. Tetapi dia keliru. Pakde Karto bukan anak kemarin sore. Dia bukan Herman. Kenikmatan yang kini diberikan Rini akan di ‘follow up’ di mulut Rini sendiri. Kini Pakde sedang mengamati dengan penuh nafsu bagaimana mulut cantik mungil Rini mengecupi penisnya. Dia mengamati bibir-bibir seksi istri Herman ini berkecipak melahap batang penisnya. Dia ingin bibir ini nantinya belepotan oleh semprotan spermanya. Dia ingin sekali menumpahkan air maninya ke mulut Rini. Dia pengin menyaksikan bagaimana Rini menenggak cairan kentalnya. Ya, dia ingin sekali. Bahkan dia mungkin akan sedikt paksa Rini untuk menjilati cairan kentalnya yang tercecer. Itulah nafsu hewaniah Pakde Karto yang kini merundung dirinya. Tangan-tangannya kembali mengelusi lembut kepala Rini, sementara khayalan birahinya terbang melesat ke awang-awang untuk menjemput puncak-puncak nikmatnya. Dia mulai mengerang dan mendesis. Dan Rini terjebak.
Dia menikmati erang dan desis Pakde dengan cara lebih meliarkan jilatan dan gigitan-gigitannya.
Tetapi situasi berikutnya berubah. Kendalinya terlepas dan diambil alih Pakde Karto. Tanpa mau melepas rengkuhan Rini pada penisnya Pakde bangkit dari sofa empuk itu. Dibimbingnya Rini untuk naik kesofa dengan kepalanya bersandar pada ke bantalannya. Dengan penisnya yang tak pernah lepas dari mulut lembut Rini, kini posisi Pakde berada di atasnya dengan selangkangnnya mengangkang di atas dada Rini. Sementara Rini masih berpikir bahwa sesaat lagi Pakde akan merambati tubuhnya untuk menusukkan kembali kemaluannya pada vaginanya.
Tetapi sekali lagi harapan Rini ini keliru. Kini Pakde seperti sedang kerasukan nikmat dan merasakan bagaimana seakan spermanya datang dari seribu arah menjalari berjuta saraf-saraf di seputar selangkangannya untuk meledak dan tumpah di mulut Rini. Dan ketika batas batas sarafnya telah terlanggar oleh birahi, dengan suara erangan yang keras dari mulutnya dengan disertai tangan-tangannya yang kuat menekan kepala Rini agar tetap terpaku di sofa selama penis Pakde tetap menghunjam-hunjam ke rongga mulut Rini, Pakde telah siap menyemprotkan air maninya ke mulutnya. Dan Rini memang tak lagi mampu berkutik. Tekanan tangan Pakde terlampau kuat untuk ditolak. Akhirnya dia menyadari apa yang Pakde mau. Dia langsung pasrah. Bahkan selintas dia sempat berpikir tentang Herman. Biarlah Herman menyaksikan apa yang memang dia harus saksikan.
Sperma Pakde tumpah ruah menyemprot membanjir memenuhi mulutnya. Anggukan-anggukan penis Pakde menandai setiap semprotan spermanya. Mulut manis mungil Rini tak mungkin menampung seluruhnya. Sebagian tertelan membasahi tenggorokannya, sebagian lainnya muncrat tercecer ke dagunya, dadanya dan juga ke jok kulit sofa buatan Italy itu. Saat akhirnya Rini benar-benar menjilati sperma yang tercecer dia ingat kembali saat bersama Pandi di Parangtritis itu. Dan Pakde Kartopun terpenuhi harapannya.
Herman terbengong-bengong menyaksikan bagaimana nafsu liarnya Rini di atas sofa bersama Pakde Karto itu. Benar-benar tak habis mengerti, bahwa Rini yang kesehariannya cantik dan lembut itu bisa berubah menjadi malaikat seks yang dengan ganas membawa prahara birahi untuk menenggelamkan nafsu Pakdenya kedalam nikmat syahwat yang tak pernah dia berikan pada siapapun sebelumnya. Pakde Karto merasa bahwa menganggap lunas hutang suaminya amat sepadan dengan apa yang di berikan Rini kepadanya. Dielusinya dengan penuh kasih sayang kepala Rini yang kini bersandar di dadanya. Pakde mendapatkan kepuasan yang luar biasa dengan hadirnya Rini ini.
Dari balik pot-pot yang tidak jauh dari sofa Pakde dan istrinya Herman terduduk loyo. Sekali lagi ia semakin tak mampu berkilah lagi. Kepengecutannya sebagai lelaki membuat semakin tak mungkin mampu menyaingi kelebihan Pakdenya. Kesalahannya yang membuat tenggelam dalam judi togel itu membuat dia benar-benar tak lagi merasa punya hak untuk marah maupun cemburu. Dia akan sepenuhnya menerima apa yang dilakukan Pakde pada isterinya. Dari berbagai sudut dia sudah salah dan kalah total. Apalagi nampaknya Rini sendiri akhirnya demikian menikmati hubungannya dengan Pakde. Mungkin juga bagi Rini Pakde lebih bisa memberikan kepuasan nafsunya dibanding dia. Ya, sudahlah..
Yang kini masih dia miliki adalah hak untuk ikut menikmati. Dia jadi begitu menyala birahinya kalau melihat isterinya di’entot’ orang lain. Dia sangat terobsesi saat melihat wajah isterinya begitu histeris oleh kenikmatan syahwat yang diterima dari Pakde. Dia sangat terobsesi pula saat melihat isterinya begitu rakus menjilati dan minum air mani Pakde Karto. Rasanya Herman juga ikut merasakan bagaiman lendir hangat Pakdenya mengalir membasahi tenggorokan isterinya. Dan lepas dari semua hal itu, yang benar-benar melegakan Herman sekarang adalah lunasnya hutang-hutangnya dari Pakde Karto. Dia kini siap menjalani hidup baru tanpa beban hutang-hutang. Dia kini bertekad untuk tidak lagi main togel. Dia akan mencoba menepis godaan teman-temannya. Atau mungkin dia tak akan bergaul lagi dengan mereka. Karena merekalah kini Herman merasa sengsara. Dan nyatanya pada saat seperti ini mereka tak mampu membantu apapun.
Terlihat Pakde dan isterinya bangkit dari sofa menuju ke kamarnya. Adakah mereka akan melanjutkan permainannya. Sangat mungkin. Bukankah situasi macam begini yang Pakde impikan sejak pertama kali beberapa waktu yang lalu dia melihati Rini tanpa berkedip. Dan bagi Rini, bukankah lelaki macam Pakde ini yang telah terbukti bisa memuaskan syahwat birahinya?!
Dan bagi Herman, apa yang bisa dibuat selain kembali ke lubang pengintaian di balik dinding kamarnya?! Rupanya sate kambing tadi telah memberikan semangat dan kekuatan pada semua orang.
Dari kamarnya Herman melihat Rini langsung rebah ke ranjang. Dalam jubah tidurnya yang nyaris tak dipakai secara utuh, Rini setengah tengkurap memeluki bantalnya. Nampak kaki dengan paha dan betisnya yang tersingkap dari pakaiannya terjuntai ke tepian ranjang. Dan Pakde dengan jubah tidurnya yang telah terbuka pula siap menyusul. Tetapi tidak. Pakde tidak menyusul naik ke ranjang. Pakde kini simpuh di lantai tepat di ujung kaki Rini. Apa yang akan dia lakukan? Ah, ini sangat menarik, pikir Herman.
Pakde pelan menjamah kemudian mengelusi kaki Rini. Dia raba betisnya yang ‘merit’ itu. Kemudian nampak kepalanya menunduk. Pakde mencium kaki Rini. Mencium telapak kakinya. Menciumi kemudian menjilati. Kemudian juga mengulumi jari-jari kakinya. Jari kaki Rini yang selalu terawat apik itu demikian indahnya dalam kuluman Pakde. Dan Rini seakan kena stroom ribuan watt langsung berteriak mendesisi-desis.
Dia terbangun-bangun menahan geli yang menjalari kakinya. Tanpa terpengaruh oleh ulah isterinya nampak Pakde sangat tenang. Ditahannya dengan tangannya yang kuat kaki-kaki Rini sehingga berontaknya tidak membuat lepasnya kaki dalam pagutannya. Jilatan dan kuluman bibir dan lidah Pakde semakin meratai telapak kaki dan mulai naik ke betisnya. Gelinjang nikmat membadai menghempas-hempaskan gelegak nafsu Rini.
Bibir Pakde terus melata hingga lutut dan siap memasuki wilayah paha belalang Rini. Ya, paha ini dulu sangat terkenal. Saat Rini bermain volley dalam pertandaingan antar SMU, paha Rinilah yang selalu membuat para siswa lelaki meneteskan air liur. Anak-anak SMU bilang ‘paha dan betis belalang Rini’ selalu terbawa dalam mimpi mereka. Mungkin maksudnya saat anak-anak itu masturbasi khayalannya terbang menciumi paha Rini.
Dan paha itu kini bukan dalam impian Pakde. Paha itu kini nyata dalam rengkuhannya. Pakde mengecupi dan menjilat setiap sentimeter areal paha Rini. Duh, bukan main gatalnya. Ciuman Pakde dari mulut dan pipi serta dagunya yang bercukur bulu-bulu pendeknya begitu menggelitik sanubari Rini. Gatalnya telah manembus ke hulu hatinya. Rini kelabakan kewalahan menahan derita gatal nikmatnya. Dia menjerit-jerit minta Pakde melepaskannya. Kakinya menendang menolak tubuh Pakde.
Tetapi mana mungkin. Tubuh Pakde telah sempurna menindih dan tangannya menjepit dengan kuatnya. Aroma yang menebar dari paha Rini membuat tenaga Pakde semakin kukuh untuk tetap menguasai tingkah Rini. Tidak akan ada kata menyerah. Dan jilatan Pakde itu merambah terus hingga ke selangkangan Rini yang ditumbuhi bulu-bulu kemaluan yang sangat lembut. Pakde merem melek saat lidah dan bibirnya melumat-lumat selangkangan Rini. Dan tak ayal lagi, rambahan itu sampai ke lubang vaginanya. Namun Pakde tidak melanjutkannya. Dia hanya mampir sejenak untuk kemudian dengan tangannya mendorong balik tubuh Rini hingga posisinya tengkurap di kasur.
Kini nampak pantat Rini yang menjumbul dengan indahnya. Pakde sudah kesetanan. Wajahnya langsung nyungsep ke belahan pantat Rini. Dia menjilati lubang duburnya. Tentu saja hal ini membuat Rini tersentak. Bagi Rini lubang dubur adalah hal yang sangat tak senonoh untuk didekati, apalgi dicium atau bahkan dijilati macam yang dilakukan Pakde pada dirinya sekarang ini. Tabu, katanya. Pemali, orang bilang. Tetapi tidak bagi Pakde Karto. Jilatannya terasa ‘keri’ menusuk-nusuk lubang pantat Rini. Bahkan dengan tenaganya dia mengangkat pinggul Rini sehingga dia berposisi nungging. Pantatnya lebih menonjol dengan lubang duburnya tepat di arah wajah Pakde. Rini yang belum sepenuhnya mau menerima ulah Pakde yang tabu berontak mati-matian untuk menghindarkan Pakde menciumi pantatnya. Dia berusaha bangun sambil,
“Tidaakk.. jangaann.. jangaann..”
Tetapi larangannya itu justru semakin memicu kehendak nafsu Pakde Karto. Dia cepat berpikir bahwa pantat Rini masih pantat perawan. Kalau dulu Herman merawani vaginanya, kini dia berkesempatan merawani lubang pantatnya. Dia telikung Rini dengan sekuat tenaganya. Dia pegang erat-erat pinggulnya sambil mulutnya tidak melepaskan sedotan-sedotan pada lubang anal yang perawan itu. Dan Pakde sangat kuat. Rini tak mampu melawannya. Perasaan tabunya membuat Rini ketakutan. Tetapi yang dia bisa perbuat sekarang hanyalah menangis sambil memohon,
“Jangaann Pakdee.. ampuunn, jangaann.., ampuunn Pakdee..”
Apapun rintihan Rini tak lagi didengarnya. Ini sudak perkosaan. Dari balik dinding Herman juga mengutuk Pakdenya. Isak tangis istrinya benar-benar membuatnya iba. Akankah Pakde menyakitinya? Apa yang bisa dia perbuat untuk membantu Rini? Dan ternyata itu baru awal dari hal berikutnya yang akan membuat tangis Rini serasa tak berkesudahan.
Ciuman Pakde bergeser ke atas. Pinggul Rini dilumat-lumatnya. Juga punggung kemudian bahu dan kuduknya. Rini yang masih terisak kembali menemukan gelinjangnya. Tetapi itu tak lama. Di bawah sana penis Pakde yang demikian hebat ukurannya terasa mendesaki bokong Rini. Rini puny firasat. Sekali lagi dia berontak untuk mencegah nafsu setan Pakde Karto. Tetapi sekali lagi Pakde Karto mampu membuat isteri Herman itu tak berdaya.
Kini rambut Rini yang terurai dijambaknya. Dia gunakan rambut Rini ibarat tali kekang kuda. Dia hela rambut itu kebelakang sementara penis itu mulai menumbuk-numbuk lubang anal Rini. Rasa sakit yang hebat menimpa Rini. Lubang analnya serasa dicolok dengan kayu menyala, Panas dan sakitnya bukan main. Beberapa kali Pakde melumasi dengan ludah pada penisnya agar bisa menembus dengan lubang anal Rini. Memang ada kemajuan. Tetapi apa yang dirasakan Rini? Setiap mili kemajuan penis itu masuk menembus analnya, kepedihan tak terkatakan datang menjemput.
Dan disinilah dramatiknya. Akhirnya penis itu memang tenggelam tertelan anal Rini, tetapi akibatnya Rini kelenger, pingsan. Pakde tahu, tetapi dia sangat tenang. Dia bisa mengendalikan dirinya. Tanpa melepaskan kemaluannya pada lubang itu, dia raih wewangian aroma terapi yang tersedia di meja samping ranjang. Dia kecroti hidung Rini dengan wewangian itu. Dan, ah manjur benar. Rini terbangun dan langsung kembali menangis karena menahan rasa sakit di pantatnya. Dia tak lagi menolak karena pasti hanyalah sia-sia. Justru tolakannya semakin merangsang nafsu setannya Pakde. Dan Pakde sendiri berusaha sabar.
Untuk beberapa saat dia tidak bergerak. Pikirnya, biarlah Rini menyesuaikan diri dulu, dimana penisnya kini sedang menghunjam ke dalam pantatnya. Dia hanya peluki punggung Rini sambil merajuk dan mencumbu. “Nggak apa-apa Rin, jangan takuutt.. nanti ennaakk.. jangan takutt..” sedu sedan Rini masih terdengar.
Kembali ke Herman yang kini mengutuk habis-habisan ulah Pakdenya. Tetapi mana berani dia menyampaikan kutukkan itu hingga ke kuping Pakdenya. Yang ada tinggal rasa cemas dan semakin merasa betapa semua itu karena kesalahan dirinya. Rini telah menjadi korban tingkah lakunya yang pengecut. Ooo.., kenapa jadi beginii..??!!
Aneh, ternyata cumbuan Pakde Karto seperti menyihir Rini. Isakan tangisnya tak lagi terdengar. Walaupun masih sering terdengar kata
“Aduuhh, sakiitt.., yang pelaann..” namun tak ada uapaya menolak dari Rini saat Pakde kembali menggoyang kemaluannya pada anal isteri Herman itu. Dan setelah beberapa saat kemudian goyangan Pakde berubah menjadi pompaan sebagaimana dia memompa vaginanya, Rini sama sekali tidak mengaduh tetapi, nah lihatlah.. Herman melotot keheranan.
Kini dia menyaksikan isterinya mengimbangi goyangan saat penis panjang Pakde menusuki pantatnya. Ternyata Rini dengan cepat memahami kenikmatan yang dijanjikan Pakde Karto. Bahkan ketika beberapa kali penis itu copot dari analnya, tangan Rini dengan sigap menjemputnya kembali untuk diarahkan tepat ke lubang duburnya. Sungguh sebuah pemandangan yang sangat atraktip. Seorang dewi cantik manis dalam posisi menungging dia atas ranjang beralaskan sutra melengkungkan pinggulnya untuk mengangkat tinggi-tinggi pantatnya. Sementara di arah belakang seorang lelaki gagah sedang menusuk-tuskkan penis monsternya ke arah lubang pantat sang dewi. Kini Herman mempercepat kocokkan tangannya. Dia ingin meraih orgasmenya, entah untuk yang keberapa kali sejak sore tadi, saat menyaksikan pemandangan yang sangat atraktip itu.
Pakde Karto benar-benar nampak seperti joki. Kuda betina cantiknya diraih surainya. Dia memompa Rini sambil menarik rambutnya sebagai tali kekang. Dan ketika nafsu-nafsu menjemputi puncak-puncaknya. Ketika Rini merasakan betapa benar kata Pakde bahwa dia akan menerima kenikmatan yang kini sedang menapaki puncaknya. Ketika Herman dari balik dinding tak lagi merasakan lecet-lecet pada kulit kemaluannya karena kenikmatan puncak sedang merambatinya. Dan ketika Pakde Karto tak lagi mampu menahan sperma untuk tidak tumpah, dan bahkan kini telah berada di ambang nikmatnya yang paling tinggi.
Maka badai gaduh, jerit, desah dan rintih pada berhamburan. Mulut Rini menjerit dalam rintihan menahan gelora birahi sambil pantatnya dengan kencang maju mundur menjemputi kemaluan Pakde Karto. Dan Herman dari balik dinding merintih tertahan, karena khawatir tertangkap basah, sambil mempercepat koncokkan penisnya yang juga ngaceng berkilatan. Pakde Karto sendiri yang bagai serigala lapar sedang mengejar mangsa, meracau dan mendesah keras-keras menjemput spermanya yang .. naahh.. achirnyaa.. tak tertahan.. tumpah ruah.
Pantat Rini masih terus menjemputi, penis Pakde masih memompa, tangan Herman semakin menambah guratan-guratan pedih sebelum ketiganya tumbang, roboh. Rini dan Pakde bergelimpang di ranjang beralaskan sutera. Tetapi Herman bergelimpang di lantai dingin di kamarnya sendiri. Herman langsung tertidur. Hari ini begitu banyak hal yang sagat melelahkan. Tekanan fisik dan mental serta kesenangan birahi silih berganti. Dia terbangun saat matahri telah tinggi. Dia kaget geragapan. Pakde Karto pasti akan marah, pikirnya. Tetapi hal itu tak terjadi. Pakde Karto bersama Rini semalaman merguk kenikmatan madu. Mereka baru usai dan tertidur menjelang subuh. Kini nampak oleh Herman dari balik dinding, isterinya dalam pelukan Pakde Karto meringkuk dalam selimut tebal. Herman yakin mereka sama-sama bertelanjang.
Herman menjerang air untuk membuat kopi. Dia perlu ngopi. Dia juga membuat kopi untuk yang sekarang masih tidur dalam pelukan.
Perpisahan
Akhirnya Herman terbuka pikirannya. Dia akan dan harus meninggalkan Rini. Tak mungkin lagi baginya merintis dan memperbarui hubungan suami isteri dengan Rini. Hal itu dia yakini akan baik untuk dirinya dan juga baik untuk Rini. Dan dia merasa tak perlu bertanya setuju atau tidaknya pada Rini. Keputusan dia memang sepihak, tetapi itu sudah merupakan keputusan final. Mana mungkin, seorang isteri telah melakukan hubungan seksual dengan penuh nikmat dan sukacita, sementara tahu persis suaminya berada di kamar sebelahnya. Apapun alasannya.
Herman juga yakin Pakdenya bisa menerima jalan pikirannya. Dan bahkan mungkin setengahnya bersyukur. Bukankah dia sangat tergila-gila pada Rini. Dan kini kehendaknya telah kesampaian. Dan Pakde Karto menujukkan kepuasannya yang luar biasa. Siapa tahu, Pakde Karto akan meneruskan keinginannya untuk melamar dan kemudian menikahi Rini.
Pagi yang sangat cerah di Villa Rimbun Ciawi yang sejuk. Pagi itu kedua insan yang sedang mengumbar nafsu syahwatnya kembali saling bercumbu. Mereka menikmati udara segar dan cahaya matahari pagi yang hangat. Dengan latar belakang dedaunan pakis, pohon pinus dan gemericiknya kali kecil yang aitnya jatuh ke bebatuan Pakde Karto menuntun Rini ke rimbunan tanaman hias yang penuh bunga. Wewangian bunga-bunga yang warna-warni itu mengantarkan mereka terbang mengawang-awang nikmat syahwat dan birahi tanpa batas. Lama mereka berpagut. Saling kecup dan jilat pada bagian-bagian tubuh mereka yang paling merangsang nafsu dilakukan di kebun indah di belakang villa itu.
Pakde Karto tak puas-puasnya menggeluti Rini yang isteri orang lain itu. Dan sebaliknya Rini yang tak pernah lagi memikirkan Herman suaminya tak lelah-lelahnya melakukan tingkah untuk merangsang syahwat Pakdenya. Dia memang benar-benar perempuan panas yang selalu ingin hubungan seksual dengan lelaki perkasa ini. Dia merasakan betapa Pakde mampu menggali seluruh rahasia nikmat syahwat yang ada pada dirinya. Kini Rinilah yang tergila-gila pada Pakde Karto. Dia bersedia melakukan apapun yang akan diminta Pakde. Bahkan sebagaimana yang kini terjadi. Pakde menggelandang Rini untuk berasyik masyuk di dalam taman Villa Rimbun Ciawi yang sejuk dan indah ini. Mereka kini telah bergulingan di atas matras yang sebelumnya telah disiapkan Herman atas permintaan Pakdenya.
Dan Herman juga baru tahu apa maksud permintaan Pakde Karto untuk menggelar matras tadi. Tetapi Herman sekarang juga bukan Herman yang kemarin. Walaupun di depan matanya kini dia saksikan isterinya Rini bergelut nikmat bersama Pakde Karto, dia tidak lagi terbawa emosi. Yang dia pikirkan sekaranga adalah, “Pergi.., pergi, pergi, pergi, pergi..!!”
Begitulah. Herman telah berketatapan untuk meninggalkan semuanya. Meninggalkan isterinya, meninggalkan Pakde yang telah menghancurkannya dan dia juga akan meninggalkan judi togel. Selamat tinggal masa lalu!
Sementara Pakde bersama Rini sedang mendayung kenikmatan, Herman menyelinap. Dia pergi tanpa pesan.
“Mereka akan tahu, tanpa harus kuucapkan,” demikianlah tekad dan keyakinannya
erti bisa membaca pikiranku, Esther langsung menukas, “Allaaa… nggak apa-apa kok, makanya jangan berisik..!”
Mendengar omongannya barusan, aku langsung membantah, “Yee.. orang Kamu dibilangin jangankeras-keras malah Kamu yang menjerit, kan Aku yang minta jangan keras-keras.”
Esther tersenyum geli, “Iyaa.. habis mulut Mas ini lho yang nggak kuat Aku menolaknya. Ayo dong..! Mau ya..? Soalnya Aku nggak mau punya hutang nih..!” Esther mencoba merayu.
Aku pura-pura tidak mengerti, “Punya hutang apaan sih..?” tanyaku pura-pura bego.
“Norak..! Kampungan..! Ndeso..! Sini..!” sungutnya sambil pura-pura cemberut.
Tetapi habis ngomong begitu, tanpa kuduga tangan Esther mengarah ke arah kemaluanku, dengan terampilnya sudah membuka resletting celanaku. Dan tanpa kesulitan, batang kemaluanku pun sudah dalam genggamannya.
“Kamu tau nggak sih..? Aku juga kangen kamu.” Esther berkata begitu sambil tangannya yang satu menunjuk ke arah batang kemaluanku dan tatapannya juga tertuju ke arah yang sama.
Aku jadi tersenyum geli melihat tingkah polahnya.
Lalu dia melanjutkan, “Kamu kangen sama Aku juga, kan..? Aku nggak mau kehilangan kamu, tau nggak..? Awas ya kalau kamu main-main selain sama Aku, bilang sama boss kamu,kalau kamu dilarang main-main sama yang lain, kecuali sama Aku, gitu..!”
Aku mendengarnya semakin geli. Ada-ada aja anak ini. Tapi sedetik kemudian, mulutEsther sudah dalam posisi siap menerkam rudalku. Aku sendiri kaget, karena memang tidak siap, lalu, “Sluuppp…” mulut Esther yang sudah menganga itu melahap dengan lembutnya batang penisku.
“Ouuhh… sshhh…” gantian aku yang sekarang merintih pelan, merasakan kehangatan dan kelembutan mulut kekasihku ini pada rudalku.
Dijilat perlahan dari pucuk kepala batang kemaluanku terus menelusur ke bawah, sampai mendekati kedua bola pada pangkal kemaluanku. Demikian terus Esther menjilati dengan matanya setengah tertutup, seolah dia memang sedang menikmati makanan atau permainan yang sangat digemarinya. Aku pun tambah kelojotan menerima perlakuan lidah Esther yang hangat dan lembut menyapu setiap mili kulit kemaluanku. Apalagi sekarang mulutnya mulai mengenyot buah zakar-ku dengan lembut,bergantian kiri dan kanan, sementara tangan kanannya tetap mengurut dan meremas-remas batang kemaluanku.
“Yaahhh.. Sayang.. terusss… eehhh.. eesshhh.. essttt.. aduh.. enakkkhh Sayang..!” tanpa sadar keluar rintihan nikmat dari mulutku, merasakan nikmat bercampur ngilu di biji kemaluanku begitu diemut mulut Esther.
“Ehhmm.. mmhhh.. sruppp.. sleeppp..” sayup-sayup juga terdengar bunyi dari batang kemaluanku yang makin ganas dikenyot dan keluar masuk ke dalam mulut Esther, yang bagiku terlihat seksi jika sedang menggarap batang rudalku itu.
Mungkin karena refleks, tanganku pun mulai bergerilya mengusap-usap pahanya yang masihpolos karena celananya belum dipakai oleh Esther. Kemudian terus naik ke atas, sampai tersentuh lagi di jariku bulu-bulu kemaluan Esther dengan segala kehangatan dan kebasahan yang sepertinya mulai membanjir lagi keluar dari lubang yang barusan habis dilumat mulutku.
“Ouuhhh.. aauufff.. ssttt… sshh.. yahh.. Aku pingin lagi Mas.. sshh..” si Esther pun seperti tidak mau kalah merintih keenakkan, sementara tangannya terus mengocok kemaluanku.
“Aduuuhh… Mas.. dimasukkin aja ya..?” sepertinya dia sudah tidak sabar ingin lubang kemaluannya segera dicolok oleh batang kemaluanku.
“Hahh..? Gila Kamu..! Ntar gimana..? Terus siapa yang mengawasi, siapa tahu ayah atau ibu ntar bangun lho..?” kataku khawatir.
Esther tidak langsung menjawab, dia malah memposisikan tubuhnya naik di pangkuanku dan batang kemaluan yang masih digenggamannya itu diarahkan ke liang vaginanya.
“Bodo ah Mas..! Aku nggak peduli..! Kalau emang ketahuan sama Ayah, biar sekalian aja Kita dikawinin…” ucap Esther yang memang sudah sangat bernafsu ingin merasakan hunjaman batang kemaluanku menusuk-nusuk liangnya yang semakin banjir.
“Kamu emang geblek Ther..! Ngaco..!” kataku setengah membentak pelan, walau sebenarnya di dalam batinku memang ingin merasakan juga jepitan lubang kemaluan Esther meremas-remas batang kemaluanku.
Bukanya menjawab, Esther malah membimbing batang rudalku, lalu mulai menancapkan rudalku di belahan lubang vaginanya sendiri yang sudah setengah terbuka itu. Sementara dengan posisi jongkok di atas pangkuanku, batang kemaluanku itu oleh tangannya diusap-usapkan dahulu di mulut kemaluannya sendiri. Terasa di kepala kemaluanku kebasahan yang menempel dari kemaluan Esther.
Esther menyambung pembicaraannya, “Biarin..! Mau geblek kek, mau gila kek, Aku memang gila.., gila akan punya Mas ini. Emang cuma Mas aja yang nggak bisa tidur, Aku juga sering nggak bisa tidur membayangkan ini-nya Mas kalau menembus punyaku… uuuhhh… Aku nggak kuat Mas… nggak tahan ingin merasakan lagi ini-nya Mas.., oouuhhh Godd..! Yess.. esshhtt..” kata-katanya terputus begitu tubuh Esther bergerak turun, yang membenamkan rudalku menerobos masuk ke liang kemaluannya sendiri.
Perlahan, rudal sepanjang 16 cm milikku itu menggelosor masuk menjelajahi setiap mili dinding kemaluanya sampai ujung kepala kemaluanku menyentuh mulut rahimnya. Didiamkannya sesaat batang kemaluanku tenggelam seluruhnya di dalam liang vagina Esther yang hangat. Dibiarkannya mulutkumenghisap lagi putting di kedua payudaranya.
“Adduuhhh.. Mas.. sshh.. akhirnya aku ngerasain lagi punya Mas masuk ke punyaku. Mass.., sshh.. coba rasain ya.., gimana rasanya..?” kata-katanya menjadi tidak jelas.
Aku jadi bingung dengan perkataan Esther barusan. Tapi dua detik kemudian, kurasakan denyutan lembut dengan irama teratur, liang kemaluan Esther seperti meremas dan menggigit-gigit sekujur batang kemaluanku. Kontan aku merasakan nikmat surgawi yang baru kali ini kurasakan demikianhebatnya.
“Iihh… ssshhtt… kok enak sih Sayang..? Ouhhh.., belajar dari mana heh..? Oouhhh.. shhh..”
Esther hanya terlihat tersenyum melihat tingkahku yang kelojotan menerima denyutan dari lubang vaginanya di kemaluanku. Sesaat kemudian, Esther mulai menggerakkan pelan pinggulnya naik turun, otomatis rudalku juga keluar masuk dalam dekapan bibir kemaluannya.
“Ouuhhh Mas, rasanya punya Mas tambah gede.. esshhtt.. bener nggak sih.? Sshhh.. yaahhh, abis.. punyaku.. sshhtt.. seperti ouhh.. sshhh.. seperti nggak muat.. Yaahh., habis deh memekku… oouuuhh.. eeshhh… tapi.. aduuhh, tambah enak Mass.. sshhh… yahh.. ouuff Godd..!” kata-katanya terdengar terputus-putus diselingi desahan nikmat yang membuatku tambah bernafsumenuntaskan keinginan Esther.
Aku sendiri membantunya dengan menggerakkan pinggulku naik turun seirama tubuh Esther yang juga bergerak naik turun. Sementara, di pusat kenikmatan kami berdua itu terdengar kecipak-kecipak cairan yang keluar lagi dari kemaluan Esther membanjiri dan membasahi batang rudalku. 10 menit berlalu, masih dengan posisi seperti itu, terlihat Esther kelelahan, keringatnya melumasi seluruh tubuhnya, lalu tubuhnya ambruk menindihi tubuhku. Kuambil inisiatif untuk kembali menggerakkan tubuhnya, tapi sekarang gerakan itu dibantu kedua tanganku memegang pinggul Esher dan kugerakkan naik turun sambil kuimbangi juga dengan gerakan pinggulku naik turun membentur bongkahan pantatnya. Desahan dari mulut Esther kembali terdengar keras, mengiringi kelakuan kami di tengah malam buta itu.
“Terusss.. Mass.. sshhhh.. terusss… yaahhh… Aku.., aduuhh yaahhh… Aku mau… oouuhhh God..! Aku mau keluar lagi Masss… yahh.. yaahhh.. sshhtt.. yaahhhh…” rintihan panjang terdengar lagi dari mulut Esther sambil memelukku erat dan jepitan kemaluannya terasa semakin keras berdenyut mendekap batang kemaluanku.
Sementara itu, kedua bola mata Esther hanya terlihat putihnya saja dan kuku-kuku di jarinya mencengkeram pundakku erat-erat. Aku sadar beberapa detik lagi Esther pasti akan menembus batas pintu gerbang kenikmatan duniawi yang kedua kalinya. Semakin kupercepat tanganku menggerakkan pinggulnya naik turun.
“Terus Mas… Aku enak banget..! Yaahh.. yaaahhh.. Gooddd..!” tubuh Esther kejang-kejang seperti orang kesurupan, matanya sekarang tertutup rapat dan mulutnya terlihat setengah terbuka hanya mengeluarkan desisan panjang, menandakan Esther sedang mengalami detik-detik dimana dia sudah hilang, Sadar tergantikan oleh serbuan kenikmatan dahsyat.
Terasa olehku lelehan lendir yang keluar dari liang kemaluan Esther menerobos melewati celah-celah sempit di antara dekapan dinding dan bibir kemaluannya menjepit batang rudalku, terus menetes membasahi celana panjangku.
“Enak sayang..? Heh..? Enakkkhh..? Punyamu.. ouhh.. bener-bener deh.. sshhhtt.. seperti meremas punyaku.., adduhh.. ssttt.. Aku juga ngerasain enak diemut sama punyamu ini.” kataku menghiasi puncak kenikmatannya.
Aku pun mengerang keenakkan sambil terus menggerakkan tanganku menaik-turunkan pinggul Esther guna membantu batang kemaluanku memompa lubang vagina Esther.
“Ayo dong Sayang..! Uufff.. ssshhh.. cepetan.. aduuhh.. Aku udah nggak kuattt.. aduuhh..! Gila..! punya Mas seperti tambah gede sih..?” kata-kata Esther diselingi rintihan nikmat itu seperti memacu semangatku untuk segera menuntaskan permainan kami kali ini.
Aku pun sepertinya sudah akan mencapai ujung dari penantianku akan kenikmatan sejati yang sebentar lagi akan kuraih.
Semakin kupercepat gerakan keluar masuk batang kemaluanku di antara jepitan dan denyutan lubang kemaluan Esther.
Namun tiba-tiba Esther menjerit lagi, “Aduuuhh.. Mas.., Aku.. Aku mau keluar lagiii..! Yahhh… Masss..! Enak sekali..! Aawww.., sshhh.. Ya Tuhan..! Aku, Aku.., akkhhh… Aku keluaarrr… aaarrcchhhh..”
“Hahh..? Gila bener cewek ini..!” kataku dalam hati, “Masa belum ada satu menit Dia sudah keluar lagi..? Aahh bodo amat..!”
Aku sedang berkonsentrasi dengan diriku sendiri untuk mendapatkan puncak kenikmatanku sendiri. Tidak kupedulikan cairan lendir yang kembali keluar deras dari sela-sela dekapan kemaluan Esther, yang membuat celanaku semakin basah. Lendir bening itu membuat liang kemaluan Esther semakin licin dan becek dan semakin terdengar keras kecipak air lendir di kemaluannya ketika rudalku semakin cepat dan ganas menghantam lubang kemaluan Esther bertubi-tubi.
“Adduuhh.. ampun Mass.. cepetaaaann… Aku nggak kuat..! Oouwww… yaahh… Cepetan dooong..! Gilaaa..! Mati dah Gue..! Sshhh…” Esther menjerit sejadinya, dikarenakan badai kenikmatan yang dirasakannya datang bertubi-tubi menyerang dirinya.
Mendengar Esther menjerit begitu, aku langsung menerkam mulutnya dengan bibirku untuk menghindari seisi rumah itu terbangun mendengar jeritan Esther.
“Mffhhh… eemmmhhh… uuhhh… eeemmffhhh…” jeritan itu sekarang hanya terdengar di dalam mulutku, dan aku pun mulai merasakan rambatan kenikmatan yang terasa di batang kemaluanku mengalir menuju pucuk di kepala kemaluanku.
Benar saja, detik-detik dimana seorang laki-laki akan menyemprotkan air maninya segera akan kualami. Aku pun terbang ke alam bawah sadar dibuai badai kenikmatan sejati.
“Ya Tuhannn..! Nikmat sekali.., oohhhh…” jeritku dalam hati, karena mulutku sedang melumat bibir Esther.
Batang kemaluanku seolah mau meledak mengeluarkan semua isinya dan terasa berdenyut-denyut keras, lalu tanpa bisa kutahan lagi, “Serrr… sreett… seerrett… srrett… serrr…” entah berapa kali spermaku menyembur di dasar lubang kemaluan Esther.
Gerakan keluar masuk rudalku perlahan kuperlambat iramanya, sampai akhirnya berhenti sama sekali. Kemudian kulepaskan tanganku dari pantatnya. Baru terasa pegal di sekujur lenganku yang sudah 10 menit menggerakkan bongkahan pinggul Esther. Dan kubiarkan batang kemaluanku terbenam dalam dekapan lubang kemaluan Esther yang nyaman dan sudah banjir cairan spermaku bercampur lendirnya sendiri.
Kulepaskan lumatan mulutku di mulut Esther, langsung pecah rintihan Esther berbarengan dengan eranganku, “Mmhhuaahh.. Masss… oouufffsshhh… Gilaa..! Enak banget..! Eehh.., Kamu keluar Mass..?” tanya Esther masih diselingi desahannya.
Aku mengangguk. Sambil masih merasakan detik-detik pasca orgasmeku, kujawab dengan nafas yangmasih memburu, “Iyaahh.. oouhhh.. eeesstt.. oouuwwhhh.. kok tahu Sayang..?”
Sambil tersenyum nakal dia menjawab, “Hhmm… punya Mas nyemprot buanyaak.. banget..! Kerasa kok di punyaku, hangat…”
Tiba-tiba Esther bangkit dari pangkuanku, dan otomatis terlepaslah batang rudalku dari kehangatan lubang vagina milik kekasihku ini. Lalu dia berdiri, bergerak melewati tubuhku sambil mengarahkan telapak tangannya ke bawah selangkangannya menutupi daerah kewanitaannya.
“Takut ntar sperma Mas jatuh ke karpet…” begitu alasannya.
Kemudian dia berjongkok di sampingku sambil tetap telapak tangannya masih menutupi selangkangannya, kulihat dari lubang kewanitaanya itu keluar menetes deras spermaku tadi. Ditampungnya air maniku yang putih kental itu dengan telapak tangannya.
Aku hanya terbengong melihat kelakuannya, “Ngapain sih..?” tanyaku heran.
Esther bukannya menjawab, malah tersenyum penuh arti menatapku.
Ada 3 menit dia begitu, sampai akhirnya dia melepas tangannya dari situ. Kulihat jelas cairan spermaku yang tertampung di telapak tangannya yang mungil.
Dibauinya spermaku itu, seolah dia baru mendapatkan harta karun yang sangat berharga, “Nih Mas… sperma Kamu, harum ya baunya..? Kayaknya lezat deh..!” Esther seperti berbicara pada dirinya sendiri sambil menunjukkan air maniku di depan wajahku.
Aku semakin keheranan dengan semua kelakuanya itu. Tetapi apa yang dilakukan Esther sungguh di luar dugaan, cairan kental itu langsung diarahkan ke mulutnya dan dihirup sedemikian rupa dan ditelannya sampai ludes. Bukan itu saja, Esther juga menjilati telapak dan jari di tangannya, seolah tidak rela ada setetes pun cairan spermaku tersisa.
Dan belum hilang rasa kagetku, disambarnya batang kemaluanku yang sudah mulai mengkerut itu dengan tangannya.
“Mau ngapain Ther..?” tanyaku tersekat tenggorokanku terkejut melihat ulahnya.
Tanpa menjawab apa-apa, Esther menurunkan kepalanya ke arah selangkanganku dan kemaluanku sudah tenggelam di dalam mulutnya. Dijilatinya kulit di sekujur batang rudalku itu dari mulai puncak di kepala kemaluanku sampai ke pangkalnya yang di situ masih melekat sisa air maniku bercampur cairan lendirnya sendiri. Beberapa saat kemudian, Esther menyudahi aksinya, lalu dikecapkannya lidahnya, seolah dia masih belum puas dengan hidangan yang barusan dinikmatinya.
Memang sekujur batang kemaluanku terlihat sudah bersih karena baru saja dijilat Esther.
Aku hanya geleng-geleng kepala melihat tingkahnya, “Ampuunn deh Kamu! Ckk.. ck.. Aku nggak bisa ngomong apa-apa eh.. Ther, kan di situ ada lendir Kamu juga..? Wah bener-bener dehh… Aku baru melihat ada wanita kayak Kamu…”
Esther dengan enteng menukas, “Biarin..! Sperma Mas campur lendirku, enak lho Mas..! Lagian tadi Mas juga begitu, hayo..! Ngapain lendirku diminum..? Aku juga pingin kan ngerasain sperma cowok kayak apa..?”
“Lho..? Emang sama suami dulu Kamu belum pernah..? Maksudnya belum pernah ngerasain spermanya..?” tanyaku penuh selidik.
“Tau nggak Mas..? Setiap em-el sama suamiku dulu, Aku jarang puas, apalagi sampai mau menjilat dan mau menelan lendir kemaluanku, uuhh… boro-boro..! Lagian kalau Aku sama suamiku dulu, Aku nggak pernah mau menelan spermanya, kayaknya mau muntah, gitu, nggak tau kenapa..? Terus terang Mas, sperma Mas enak, gurih, manis nggak bau apek, bikin Aku ketagihan..!”
Aku menggodanya, “Allaaa… masak sih..?”
Dengan serius Esther menanggapi godaanku, ditatapnya mataku dalam-dalam sambil berkata, “Ngapain sih Aku bohong, Mas..? Kalau Mas Pram saja mau memperlakukan Aku demikian, itu suatu sensasi tersendiri buatku, Aku belum pernah diperlakukan demikian Mas.., Aku merasa seperti wanita yang sangat dihargai, dihormati..! Kenapa Aku nggak bisa mengimbanginya..?”
Kata-katanya terdengar pelan bercampur dengan isakan tangisnya. Aku jadi tertegun, tidak mengira dia jadi begitu. Kemudian dia melanjutkan, “Mungkin karena Aku.., Aku sangat mencintaimu Mas. Kadang Aku menyesal, harusnya Aku kenal Mas lebih dulu dari dia, biar Aku merasakan nikmatnya menikah dengan Mas, Aku nggak mau kehilangan Mas, jangan tinggalin Aku, Mas..!” kata-katanya ditutup dengan isakan tangisan yang mengharukan.
Dengan pakaian yang masih acak-acakkan, kurengkuh tubuh mungilnya, kedekap dia erat-erat, kubiarkan dia menangis di dadaku. Kuelus rambutnya sambil kukecup keningnya. Aku menghibur Esther agar kekasihku ini jangan sampai terlarut dalam kesedihannya.
“Ya Sayang… Aku mengerti, Aku janji, Rian akan mempunyai ayah baru, yang lebih bertanggung jawab, lebih pengertian, saleh, yang setia dan mau berkorban demi keluarganya…” kataku berusaha menenangkannya.
Masih berurai air mata, Esther menatapku sayu, “Siapa ayah Rian yang baru itu Mas..? Aku mau memberinya ayah seperti yang Mas katakan barusan itu, Aku mau Mas..!”
Kucubit pipinya yang basah oleh air matanya, “Kalau ayahnya itu.. nngg.. Aku.. bagaimana..?”
Esther hanya terdiam, tetapi jelas di matanya makin deras air matanya jatuh di pipinya.
“Aku nggak mau dibohongi Mas, Aku mau Mas serius, jangan mempermainkan perasaanku, Mas..! Pleasee, Aku takut kalau Mas hanya main-main sama Aku..!” katanya dengan sendu.
Gantian aku yang menatap matanya dalam-dalam, “Tahu nggak, Aku punya rencana memberi hadiah buat ulang tahun Rian tahun depan, kamu tau hadiahnya..?”
Esther hanya mengerenyitkan dahi, menunggu kelanjutan ucapanku.
Sambil kukecup pipi kirinya, kubisikkan pelan di telinganya, “Aku mau memberikan adik buat Rian..!”
Sesaat Esther terpaku mendengar ucapanku tadi, sedetik kemudian dia menghambur dalam pelukanku.
“Bener Mass..? Oohh… betapa bahagianya jika memang Mas mau memberi Rian seorang adik, berarti kita menikah kan..?”
Aku tertawa mendengar kata-katanya, “Emang Aku mau apa, punya anak haram..? Lho iya dong,Kita menikah Sayang…”
Tidak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 01:15 dini hari, wah gawat nih. Lekas-lekas kulepaskan tubuhnya, kemudian kami pun berbenah merapihkan baju dan tempat yang baru saja terjadi pergumulan dahsyat itu.
Aku tertegun mendapati celana panjangku basah kuyup, kutatap sesaat bagian yang basah itu, lalu kualihkan menatap matanya, entah seperti ada komando, kami tertawa geli, kukatakan kepadanya, “Busyeet dah..! Sampai kayak gini, seperti habis kecebur kolam aja.”
Esther mencubit lenganku keras, sambil menyungut, “Iya nih, Aku sampai dehidrasi..! Kekurangan cairan tubuh..!”
Tidak lama kemudian, aku pamit pulang dengan sejuta kenangan yang akan aku simpan selamanya.
Sampai 4 bulan kemudian, kami pun pisah, karena memang pada dasarnya aku tidak bisa menerima kondisi Esther yang janda beranak satu. Kukenalkan dia dengan salah satu temanku yang juga duda, dan tidak lama kemudian, mereka menikah dan Esther keluar dari kantorku sebulan sebelum dia menikah. Sampai saat ini pun, aku masih terbayang dengan wanita bekas karyawanku itu, yang pernah memberikan sesuatu pengalaman menarik tersendiri, walau sekarang dia sudah menikah. Tapi pengalaman-pengalaman bersamanya masih tetap terpatri di lubuk hatiku yang terdalam.
Tersebutlah seorang PSK tua yang laku keras pada jamannya. karena uda makin tuwir dia kalah pamor, jadinya dia pindah lokasi deh.
Ceritanya dia pindah ke 1 kampung, nah disitu gak ada PSK, cuman dia satu-satunya. makanya dia langsung pasang tariff gila-gilaaan.
Sekali masuk 10rb, keluar 10 rb
walopun begitu, antrian panjaaanggg sekali (secara d one n only PSK disono)
Beuuhhhhhh’ biar panjang, ngantrinya lumayan cepet. Paling lama 2-3 menitan soalnya mahal. namanya dikampung, penghasilan kan gak gede-gede banget.
Biar mahal, dari pejabat kampung ampe petani yang keluar kamar, mukanya sumringah semua.
Pas ada 1 pejabat kampung mo masuk, ada 1 petani yang dari tadi mukanya mupeng bener, akhirnya dia kasian ngasih si petani masuk duluan. Dalem hati : “Palingan bawa duit gak nyampe 30 rb, ntaran lagi juga giliran gue”
Setelah ditunggu 1 menit g keluar, 3 menit, 5 menit, 30 mnt…….. beuhhhh ternyata tajir bener nih si petani. rusuh dah antrian! akhirnya si pejabat tadi nekat masuk kamar.
Dilihatnya si petani lagi posisi ‘ngefreeze’ gitu, ditanyain deh “ngapain lo diem begitu, uda dari tadi nih gw nunggu!!!! cepet gantian!!!!!”
Petani: “Maap bang, saya bawanya cuma ceban (10.000)….”
Alat Kedoteran yang Canggih
Ketika sepasang suami istri yang hampir melahirkan tiba disebuah RS ternama, mereka menemui dokter yang menawarkan kepada mereka alat terbaru yang dimiliki RS ini.
“Dengan alat ini, kami bisa mengalihkan sebagian rasa sakit yang diderita si Ibu kepada ayah si bayi sehingga sakit yang ditanggung si Ibu akan berkurang.”
Mendengar ini, dengan senang hati pasangan ini mencobanya.
Ketika tiba masa persalinan, si dokter memastikan terlebih dahulu dengan mengalirkan 10% rasa sakit kepada si suami. Eh, ternyata si suami tidak merasakan apa-apa. Dengan sedikit kagum atas kekuatan sang suami, dokter ini menambah aliran sakit menjadi 20% dan tetap tidak menggangu suami pasien tersebut.
“Dok, tidak apa dok. Rasanya tidak sakit kok dan istri saya jadi sangat terbantu.”
“Baiklah, kami akan naikan hingga 50% dan kami akan monitor terus perkembangan tekanan darah anda dll supaya tidak terjadi sesuatu apapun. Biasanya pada tingkatan ini, seorang pria bisa pingsan.”
Setelah dinaikan drastis hingga 50% dan istrinya bisa dengan santai melanjutkan persalinan bahkan sudah bisa tersenyum, tanpa diketahui si dokter si suami menaikan level panel di alat menjadi 100%. Dia tetap tidak merasakan sakit yang berarti dan sang istri bahkan terlihat sangat santai.
Persalinan berakhir dengan sukses.
Setelah memuji dan berterima kasih atas kehebatan mesin ini, meski si dokter tetap terkagum-kagum dan heran, mereka kembali ke rumah mereka dengan menggendong buah hati dan sumber kebahagian suami istri ini.
Tapi tidak lama kebahagian si suami. Di depan pintunya tergeletak sekarat si tukang pos dan suami tetangga sebelah…..
Humor - 3 Siksaan Paling Mengerikan Dari Cina
Suatu hari seorang pemuda dari eropa tersesat di belantara hutan di cina….
setelah berjam2 mengelilingi hutan dia bertemu dengan seorang kakek berjanggut panjang sekali..
dia berkata “kakek, bisa tolong aku, aku tersesat dan hari sudah malam, bisa aku berteduh di tempatmu??”
“Ok” jawab si kakek… “Tapi kalau sampai kau menyentuh anak gadisku, kau akan merasakan 3 siksaan terkejam dari seluruh cina!”
“Baik” jawab pemuda itu…
Maka dibawanyalah si pemuda dan disediakan tempat tidur. Sebelum memasuki ruang tidur, si pemuda melihat seorang wanita nan cantik dan elok, sexy dan menawan….dan memandangnya dengan penuh nafsu.
Tapi ia membuang pikirannya jauh2 mengingat kata2 peringatan si kakek…
Tapi seiring berjalannya malam dan hawa dingin, si pemuda tidak bisa menahan pikirannya dan nafsunya.. maka diam-diam masuk kedalam kamar si gadis, dan menikmati malam yg penuh dengan erotisme dengan gadis itu.
Kemudian si pemuda kembali ketempat tidur.”Aman..” katanya dalam hati.
Keesokan paginya, setelah ia bangun, ia meliha ada sebongkah batu didada nya… Tertulis di batu tersebut :
“SIKSAAN CINA PERTAMA!: SEBONGKAH BATU PADA DADA.”
“ia berpikir, Aah.. cuma inikah yg kakek tua itu bisa lakukan??”
Maka ia mengangkat batu tersebut dan melemparnya ke jendela… sekilas ketika ia melempar batu tersebut, ia membaca tulisan lain pada batu tersebut…
“SIKSAAN CINA KEDUA! : BATU TERIKAT DENGAN BIJI KELAMIN KIRI”
Maka paniklah dia dan dengan spontan ia melompat ke jendela, dan berpikir lebih baik patah-patah tulang daripada kehilangan Biji !
Saat ia melompat keluar jendela mengejar batu tersebut, Ia membaca sebuah tulisan di tanah…
“SIKSAAN CINA KETIGA! : BIJI KANAN TERIKAT PADA KAKI TEMPAT TIDUR!
Humor - Tonjolan Segepok Uang Gaji
Seperti biasa pagi itu Kereta sudah penuh dengan penumpang. Berdiri sajapun terasa sesak sekali. Seorang penumpang cewek yang sedang berdiri mendadak berpaling dengan muka marah ke pria yang berdiri persis di belakangnya,
“Hei Kamu! Kalo kamu nggak berhenti menyodok-nyodok dari belakang, saya akan teriak biar kamu digebukin orang!”
“Saya nggak ngerti apa yang Mbak ngomongin”, jawab pria itu, “Yang Mbak rasakan menonjol itu cuma uang yang saya taruh di kantung depan celana saya. Saya baru gajian nih Mbak”
“Oh ya??!!!”, sahut si cewek dengan ketus, “Kalau gitu hebat benar Kamu ya, selama berdiri di situ gaji kamu bertambah terus!!!”
Humor - Perempuan Cantik Bermain Dadu
Dua orang bandar judi sedang menanti pelanggannya untuk bertaruh di meja judinya. Tidak berapa lama kemudian datanglah seorang perempuan yang sangat menarik.
Ia mampir sebentar ke meja judi itu dan memasang lima juta, semua uangnya untuk satu kali lemparan dadu. Bandar itu tentu saja setuju.
Kemudian perempuan itu berkata, “Saya harap Anda tidak keberatan jika saya melakukannya dengan setengah telanjang. Karena ini akan membuat saya beruntung!”
Kedua bandar itu mengangguk. Perempuan itu membuka celananya, telanjang dari pinggang kebawah. Kemudian ia meniup dadu dalam tangannya dan melemparkan.
“Yak! Saya menang! Saya menang!” teriaknya kegirangan sambil berloncatan dan memeluk kedua bandar itu.
Perempuan itu segera mengenakan lagi celananya, memungut uang pembayaran dan segera berlalu dari tempat itu.
Kedua bandar saling pandang dengan muka bodoh. Kemudian salah seorang menanyakan kepada yang lain, “Menurutmu, apakah benar dadu yang ia lemparkan cocok dengan tebakannya?”
“Saya tidak tahu! Saya kira kamu memperhatikan angka dadu yang keluar!”
Humor - Mengantar Surat Saja Suruh Telanjang
Seorang gadis pergi ke dokter karena sakit kepala ringan. Begitu masuk ke ruang praktek dokter, si dokter meminta untuk membuka pakaiannya.
DOKTER : “Ya, buka baju anda.”
SI GADIS : “Dokter saya itu sakit kepala masa harus buka baju sih!”
DOKTER : “Mau sembuh nggak? Pokoknya buka bajunya.”
Setelah si gadis itu membuka bajunya dengan terpaksa, dokter lalu menyuruh untuk membuka celananya. Terang saja si gadis ini bingung.
SI GADIS : “Dokter saya sakit kepala kenapa harus buka baju, buka BH, dan buka celana?”
DOKTER : “Mau diperiksa nggak!! buka semuanya!!”
Dengan terpaksa si pasien menuruti perintah dokter.Setelah tak sehelai benang pun menempel pada tubuhnya si dokter menyuruh pasien itu masuk ke dalam ruangan khusus.
Si gadis ini sempat ragu-ragu dan takut. Tapi akhirnya mengikuti saran dokter. Begitu masuk ke dalam ruangan ternyata di dalam ruangan sudah banyak pasien yang sudah telanjang bulat.
SI GADIS : “Saya sakit kepala kok di suruh telanjang. Kamu sakit apa kok disuruh telanjang juga?”
PASIEN 1 : “Saya sakit batuk.”
PASIEN 2 : “Saya pilek.”
Di dalam mereka mempertanyakan cara dokter memeriksa. Tengah ribut begitu ada salah seorang yang juga telanjang nyeletuk.
PASIEN 3 : “Kalian masih mending datang untuk berobat. Saya ini ke sini untuk nganter surat saja suruh telanjang!!”
pasien 1,2,si gadis : “??????”
Pada waktu sore rumah sedang kosong; bonyok lagi pergi dan kebetulan pembantu juga lagi nggak ada. Adek gua lagi pergi. Gua nyewa VCD bokep xxx dan x2. Gua seneng bgt, karena gak gangguan pas lagi nonton. Cerita x2 di VCD itu kebetulan bercerita tentang sex antara adek dan kakak. Gila bgt deh adegannya. Gua pikir kok bisa ya. Eh, gua berani gak ya ngelakuin itu ama adek gua yang masih SMP? tapi khan adek gua masih polos bgt, kalo di film ini mah udah jago and pro, pikir gua dalam hati. Lagi nonton plus mikir gimana caranya ngelakuin ama adek gua, eh, bel bunyi. Wah, teryata adek gua, si Dina ama temennya dateng. Sial, mana filmnya belum selesai lagi. Langsung gua simpen aja tuh VCD, trus gua bukain pintu. Dina ama temennya masuk. Eh, temennya manis juga lho.
“Dari mana lo?” tanya gua. “Dari jalan donk. Emang kaya kakak, ngedekem mulu di rumah,” jawabnya sambil manyun. “Gua juga sering jalan tau, emang elo doank. Cuman sekarang lagi males,” kata gua. “Oh iya, kak. Kenalin nih temen gua, namanya Anti. temen sekelas gua,” katanya. akhirnya gua kenalan ama tuh anak. Tiba-tiba si Dina nanya.
“liat VCD Boyzone gua gak?” “Tau’, cari aja di laci,” kata gua. Eh, dia ngebuka tempat gua naro VCD bokep. Gua langsung gelagapan.
“Eh, bukan disitu…” kata gua panik. “Kali aja ada,” katanya. Telat. Belum sempet gua tahan dia udah ngeliat VCD xxx yang covernya lumayan hot itu, kalo yang x2 sih gak pake gambar. “Idih… kak. Kok nonton film kaya begini?” katanya sambil mandang jijik ke VCD itu. Temennya sih senyam-senyum aja. “Enggak kok, gua tadi dititipin ama temen gua,” jawab gua bohong. “Bohong bgt. Ngapain juga kalo dititipin nyasar ampe di laci ini,” katanya.
“Kak, ini film jorok kan? Nnnggg… kaya apa sih?” tanyanya lagi. Gua ketawa aja dalam hati. Radi jijik, kok sekarang malah penasaran.
“Elo mo nonton juga?” tanya gua. “Mmmmm…. jijik sih… tapi… penasaran kak…,” katanya sambil malu-malu. “Anti, elo mo nonton juga gak?” tanyanya ke temannya. “Gua mah asyik aja. Lagian gua udah pernah kok nonton film kaya begitu” jawab temannya.
“Gimana… jadi nggak? keburu mama ama papa pulang nih,” desakku. “Ayo deh. Tapi kalo gua jijik, dimatiin ya?” katanya. “Enak aja lo, elo kabur aja ke kamar,” jawab gua. Lalu VCD itu gua nyalain. Jreeeeng… dimulailah film tsb. Gua nontonnya sambil sesekali mandangin adek gua ama temennya. Si Anti sih keliatannya tenang nontonnya, udah expert kali ya? Kalo adek gua keliatan bgt baru pertama kali nonton film kaya begitu. Dia keliatan takut-takut. Apalagi pas adegan rudalnya cowo diisep. Mana tuh rudal gedenya minta ampun. “Ih, jijik bgt…” kata Dina. Pas adegan ML kayanya si Dina udah gak tahan. Dia langsung kabur ke kamar.
“Yeee, malah kabur,” kata Anti. “Elo masih mo nonton gak?” tanya gua ke si Anti. “Ya, terus aja,” jawabnya. Wah, boleh juga nih anak. Kayanya, bisa nih gua main ama dia. Tapi kalo dia marah gimana? pikir gua dalem hati. Ah, gak apa-apa kok. Gak sampe ML ini. Sambil nonton, gua duduknya ngedeket ama dia. Dia masih terus serius nonton. Lalu gua coba pegang tangannya. Pertama dia kaget tapi dia nggak berusaha ngelepas tangannya dari tangan gua. Kesempatan besar, pikir gua . Gua elus aja lehernya. Dia malah memejamkan matanya. Kayanya dia menikmatin bgt. Wow, tampangnya itu lho… manis!! Gua jadi pengan nekat. Waktu dia masih merem, gua deketin bibir gua ke bibir dia. Akhirnya bersentuhanlah bibir kita. Karena mungkin emang udah jago, si Anti malah ngajakin french kiss. Lidah dia masuk ke mulut gua dan bermain-main di dalem mulut. Sial, jagoan dia daripada gua. Masa gua dikalahin ama anak SMP sih. Sambil kita berfrench kiss, gua berusaha masukkin tangan gua ke balik bajunya. Nyari sebongkah buah dada imut. Ukuran toketnya gak begitu gede, tapi kayanya sih sexy. Soalnya badan si Anti itu gak gede tapi gak kurus, dan tubuhnya itu putih. Begitu ketemu toketnya, langsung gua pegang dan gua raba-raba. Tapi masih terbungkus ama bra-nya.
“Baju elo gua buka ya?” tanya gua. Dia ngangguk aja sambil mengangkat tangannya ke atas. Gua buka bajunya. Sekarang dia tinggal pake bra warna pink dan celana panjang yang masi h dipake. Shit!! kata gua dalem hati. Mulus bgt! Gua buka aja bra-nya. toketnya bagus, runcing dan putingnya berwarna pink. Langsung gua jilatin toketnya… dia mendesah… Gua jadi makin terangsang. Gua jadi pengan ngent*tin dia. Tapi gua belom pernah ML jadi gua gak berani. Tapi kalo sekitar dada aja sih gua lumayan tau. Gimana ya? Tiba-tiba pas gua lagi ngejilatin toketnya si Anti, adik gua keluar dari kamar. Kita sama-sama kaget. Dia kaget ngeliat apa yang kakak dan temennya perbuat. Gua dan Anti kaget pas ngeliat Dina keluar dari kamar. Si Anti buru-buru pake bra dan bajunya lagi. Si Dina langsung masuk ke kamarnya lagi. Kayanya dia shock ngeliat apa yang kita berdua lakuin. Si Anti langsung pamit mo pulang.
“Bilang ama Dina ya…. sorry,” kata Anti. “Gak apa-apa kok,” jawab gua. Akhirnya dia pulang. gua ketok kamarnya Dina. Gua pengen ngejelasin. Eh, dianya diem aja. Masih kaget kali ya, pikir gua. Gua tidur aja, dan ternyata gua ketiduran ampe malem. Pas kebangun, gua gak bisa tidur lagi. Gua keluar kamar. Nonton tv ah, pikir gua. Pas sampe di depan TV ternyata adek gua lagi tidur di kursi depan TV. Pasti ketiduran lagi nih anak, kata gua dalam hati. Gara-gara ngeliat dia tidur dengan agak “terbuka” tiba-tiba gua jadi keinget ama film x2 yang belom selesai gua tonton, yang ceritanya tentang hubungan sex antara adek dan kakak, ditambah hasrat gua yang gak kesampaian pas sama Anti tadi. Ketika adek gua ngegerakin kakinya membuat roknya tersingkap, dan terlihatlah CD-nya. Begitu ngeliat cd nya gua jadi semakin nafsu. Tapi gua takut. Ini kan adek gua sendiri masa gua ent*tin sih. Tapi dorongan nafsu semakin menggila. Ah, gua pelorotin aja cdnya. Eh, ntar kalo dia bangun gimana? ah, cuek aja. Begitu CD-nya turun semua, wow, bel ahan vaginanya terlihat masih amat rapet dan di hiasi bulu-bulu halus yang baru tumbuh. Gua coba sentuh… hmmm, halus sekali. Gua sentuh garis vagina-nya. Tiba-tiba dia menggumam. Gua jadi kaget. Gua ngerasa di ruang TV terlalu terbuka. Gua rapiin lagi pakaian adek gua, truss gua gendong ke kamarnya dia. Sampe di kamar dia… it’s show time, pikir gua. Gua tidurin dia di kasurnya. Gua bukain bajunya. Ternyata dia gak pake bra. Wah, payah juga nih adek gua. Ntar kalo toketnya jadi turun gimana. Begitu bajunya kebuka, toket mungilnya menyembul. Ih, lucu bentuknya. Masih kecil toketnya tapi lumayan ada. Gua coba isep putingnya… hmmm…. nikmat! Toket dan putingnya begitu lembut. Eh, tiba-tiba dia bangun!!
“Kak… ngapain lo!!” teriaknya sambil mendorong gua. Gua kaget bgt. “Ngg… ngg… nggak kok, gua cuman pengen nerusin tadi pas sama si Anti. Gak papa kan?” jawab gua ketakutan. Gua berharap bonyok gua gak ngedenger teriakan adek gua yang agak keras tadi. Dia nangis. “Sorry ya Din. Gua salah, abis elo juga sih ngapain tidur di ruang TV dengan keadaan seperti itu. Gak pake bra lagi,” kata gua. “Jangan bilang sama mama dan papa ya, please…,” kata gua. Dia masih nangis. Akhirnya gua tinggalin dia. Aduh, gua takut ntar dia nga du. Sejak saat itu gua kalo ketemu dia suka canggung. Kalo ngomong paling seadanya aja. Tapi gua masih penasaran. Gua masih pengen nyoba lagi untuk ngegituin Dina. Sampai pada suatu hari, adek gua lagi sendiri di kamar. Gua coba masuk.
“Din, lagi ngapain elo,” gua nyoba untuk beramah tamah. “Lagi dengerin kaset,” jawabnya. “Yang waktu itu, elo masih marah ya….” tanya gua. “….
” dia diem aja. “Sebenernya gua… gua… pengen nyoba lagi….” gila ya gua nekat bgt. Dia kaget dan pas dia mo ngomong sesuatu langsung gua deketin mukanya dan langsung gua cium bibirnya.
“Mmhhpp… kakk…. mmmhph…” dia kaya mo ngomong sesuatu. Tapi akhirnya dia diem dan mengikuti permainan gua untuk ciuman. Sambil ciuman itu tangan gua mencoba meraba-raba toketnya dari luar. Pertama ngerasain toketnya diraba, dia menepis tangan gua. Tapi gua terus berusaha sambil tetap berciuman. Setelah beberapa menit berciuman sambil meraba-raba toket, gua mencoba membuka bajunya. Eh, kok dia langsung mau aja dibuka ya? Mungkin dia lagi merasakan kenikmatan yang amat sangat dan pertama kali dirasakannya. Begitu dibuka, langsung gua buka bra-nya. Gua jilatin putingnya dan sambil mengusap dan mneremas- remas toket yang satunya. Walaupun toket adek gua itu masih agak kecil, tapi dapat memberikan sensasi yang tak kalah dengan toket yang gede. Ketika lagi di isep-isep, dia mendesah,
“Sshh… ssshhhh…. ahhh, enak, kak….” Setelah gua isepin, putingnya menjadi tegang dan agak keras. Truss gua buka celana gua dan gua keluarin “adek” gua yang udah lumayan tegang. Pas dia ngeliat, dia agak kaget. Soalnya dulu kita pernah mandi bareng pas “punya” gua masih kecil. Sekarang kan udah gede donk. Gua tanya ama dia,
“berani untuk ngisep punya gua gak? ntar punya elo juga gua isepin deh, kita pake posisi 69″ “69… apa’an tuh?” tanyanya. “Posisi di mana kita saling mengisap dan ngejilatin punyanya partner kita pada saat berhubungan.” jelas gua.
“Oooo…” Langsung gua ngebuka celana dia dan CDnya dia. Kita langsung ngambil posisi 69. Gua buka belahan vaginanya dan terlihatlah klentitnya seperti bentuk kacang di dalem vaginanya itu. Ketika gua sentuh pake lidah, dia mengerang, “Ahhhh… kakak nyentuh apanya sih kok enak bgt….” tanyanya. “Elo mestinya ngejilatin dan ngisep punya gua donk. Masa elo doank yang enak,” kata gua. “Iya kak, abis takut dan geli sih…” jawabnya. “Jangan bayangin yang bukan-bukan dong. Bayangin aja keenakan elo,” kata gua lagi. Saat itu juga dia langsung menjilat punya gua. Dia ngejilatin kepala anu gua dengan perlahan. Uuhhh…. enak bener. Truss dia mulai ngejilatin seluruh dari batang gua. Lalu dia masukkin punya gua ke mulutnya dan mulai menghisapnya. Ooohhhh…. gila bener. Dia ternyata berbakat. Isepannya ngebuat gua jadi hampir keluar. “Stop… eh, Din, stop dulu,” kata gua. “lho knapa?” tanya nya. “T ahan dulu ntar gua keluar,” jawab gua. “Lho emang kenapa kalo keluar?” tanyanya lagi. “Ntar game over,” kata gua. Ternyata adek gua emang belom ngerti masalah seks. Bener-bener polos. Akhirnya jelasin kenapa kalo cowo udah keluar gak bisa terus pemainannya. Akhirnya dia mulai mengerti. Posisi kita udah gak 69 lagi, jadi gua aja yang bekerja. Kemudian gua terusin ngisepin vaginanya dan klentitnya. Dia terus menerus mendesah dang mengerang.
“Kak Iwan… terus kak… disitu… iya disitu… oohhhhh…. ssshhhh….” Gua terus menghisap dan menjilatinya. Dia menjambak rambut gua. Sambil matanya merem melek. Akhirnya gua udah dalam kondisi fit lagi (tadi kan kondisinya udah mo keluar).
Gua tanya sama adek gua, “Elo berani ML gak?” “…” dia diem. “Gua pengen ML, tapi terserah elo… gua gak maksa,” kata gua.
“Sebenerya gua takut. Tapi udah kepalang tanggung nih…. gua lagi on air,” kata dia.
“Ok… jadi elo mau ya?” tanya gua lagi. “…” dia diem lagi.
“Ya udah deh, kayanya elo mau,” kata gua. “Tapi tahan sedikit. Nanti agak sakit awalnya. Soalnya elo baru pertama kali,” kata gua.
“…” dia diem aja sambil menatap kosong ke langit-langit. Gua buka kedua belah pahanya lebar-lebar. Keliatan bibir vaginanya yang masih sempit itu. Gua arahin ke lobang vagina nya. Begitu gua sentuhin pala anu gua ke vaginanya, Dina menarik nafas panjang, dan keliatan sedikit mengeluarkan air mata. “Tahan ya din….” Langsung gua dorong anu gua masuk ke dalem vaginanya. Tapi masih susah, soalnya masih sempit bgt. Gua terus nyoba mendorong anu gua… dan… bleesss… Masuk juga pala anu gua. Dina agak teriak,
“akhhh sakit kak….” “Tahan ya Din…” kata gua. Gua terus mendorong agar masuk semua. Akhirnya masuk semua anu gua ke dalam selangkangan adek gua sendiri.
“Ahhh… kak… sakit kak… ahhhh.” Setelah masuk, langsung gua goyang maju mundur, keluar masuk vaginanya. “Ssshhh… sakittt kakk…. ahhh… enak… kak, terussss… goyang kakk…” Dia jadi mengerang tidak keruan. Setelah beberapa menit dengan posisi itu, kita ganti dengan posisi dog style. Dina gua suruh nungging dan gua masukkin ke vaginanya lewat belakang. Setelah masuk, terus gua genjot. Tapi dengan keadaan dog style itu ternyata Dina langsung mengalami orgasme. Terasa sekali otot-otot di dalam vaginanya itu seperti menarik anu gua untuk lebih masuk.
“Ahhhhh… ahhha… gua lemess bgt… kak,” rintihnya dan dia jatuh telungkup. Tapi gua belom orgasme. Jadi gua terusin aja. Gua balik bad annya untuk tidur terlentang. Truss gua buka lagi belahan pahanya. Gua masukkin anu gua ke dalam vaginanya. Padahal dia udah kecapaian. “Kak, udah dong. Gua udah lemes…” pintanya. “Sebentar lagi ya…” jawab gua. Tapi setelah beberapa menit gua genjot, eh, dianya seger lagi.
“kak, yang agak cepet lagi dong…” katanya. Gua percepat dorongan dan genjotan gua.
“Ya… kaya… gitu dong… sssshh… ahhh.. uhuuh,” desahannya makin maut aja. Sambil ngegenjot, tangan gua meraba-raba dan meremas toketnya yang mungil itu. Tiba-tiba gua seakan mau meledak, ternyata gua mo orgasme.
“Ahhh, Din gua mo keluar…. ahhh…” Ternyata saat yang bersamaan dia orgasme juga. Anu gua sperti dipijat- pijat di dalem. Karena masih enak, gua ngeluarinnya di dalem vaginanya. Ntar gua suruh minum pil KB aja supaya gak hamil, pikir gua dalam hati. Setelah orgasme bareng itu gua cium bibirnya sebentar. Setelah itu gua dan dia akhirnya ketiduran dan masih dalam keadaan bugil dan berkeringat di kamar gara-gara kecapaian. Ketika bangun, gua denger dia lagi merintih sambil menangis.
“Kak, gimana nih. Punya gua berdarah banyak,” tangisnya. Gua liat ternyata di kasurnya ada bercak darah yang cukup banyak. Dan vaginanya agak sedikit melebar. Gua kaget ngeliatnya. Gimana nih jadinya?
“Kak, gua udah gak perawan lagi ya?” tanyanya. “…” gua diem aja. Abis mo jawab apa. Gila… gua udah merenggut keperawanan adek gua sendiri. “Kak, punya gua gak apa-apakan?” tanyanya lagi.
“Berdarah begini wajar untuk pertama kali,” kata gua. Tiba-tiba, gara-gara ngeliat dia gak pake CD dan memperlihatkan vaginanya yang agak melebar itu ke gua, anu gua “On” lagi. Gua elus-elus aja vagina adek gua itu. Truss gua suruh dia tiduran lagi.
“Mo diapain lagi gua kak?” tanyanya. “Nggak, gua pengen liat apa punya elo baik-baik aja,” kata gua sambil bohong, padahal gua pengen menikmati lagi. Pas dia tiduran, gua buka belahan vaginanya. Emang sih jadi lebih lebar dan masih ada sisa sedikit darah mengering. Gua cari klitorisnya, gua jilatin lagi.
“Kak, jangan dong. Masih perih nih,” larangnya. Yaaa… kok dia udah gak mau lagi. “Ya udah deh, kalo masih perih,” kata gua. Gua bingung nih, gua masih pengen lagi, tapi adek gua udah keburu gak mau. Sakit banget kali ya, pertama kali begituan. Ya udah deh, gua ajak mandi bareng aja siapa tau kalo udah seger nanti dia mau lagi. “Kita mandi bareng aja yuk,” pinta gua.
“Ayo…” kata Dina. Kita mandi di kamar mandi adek gua. Gua idupin air shower yang anget. Wuihhh, nikmat banget pas kena air anget. Abis cape ML ama adek sen- diri, mandi air anget. Di bawah pancuran shower, gua pertama-tama ngambil posisi berada di belakangnya. Truss gua mulai nyabunin bela- kang tubuhnya. Setelah belakangnya selesai semua, masih dalam posisi gua di belakangnya, gua mulai nyabunin bagian depannya, mulai dari perut ke atas. Pas sampe bagian toketnya gua sabunin, dia mulai meng- gelinjang dan mendesah lagi. Gua ciumin bagian belakang lehernya sambil terus nyiumin leher adek gua itu. Puting adek gua, gua pilin- pilin pake ujung jempol dan ujung telunjuk. Eh, pada waktu gua nyabunin toket imutnya itu tangan dia menyentuh dan mulai meraba-meraba tubuh gua dan berusaha mencari punya gua. Begitu tersentuh punya gua langsung digenggam dan dipijat-pijat. Tangan gua yang satu lagi mulai bergerilya ke daerah selangkangannya. Dengan bermodalkan sabun, gua mulai nyabunin bagian vagina adek gua itu. Pertama, gua usap dari luar bibir vaginanya, lalu jari gua mulai mencoba masuk mencari klitorisnya. Adek gua tiba-tiba ngomong lagi tapi masih dalam keadaan kenikmatan karena masih gua ciumin lehernya dan putingnya gua pilin-pilin.
“Kak, sshhh… Jangan dulu donk. Sshttss… ahhh…” erangnya. Ya udah, gua gosok-gosok aja dari luar. Ternyata belom lama setelah gua gosok-gosok itu ternyata adek gua orgasme.
“Aahhh… ah…” dia merintih keenakan dan dia langsung lemas. Setelah dia orgasme itu, gua minta dia untuk memainkan anu gua pake tangannya. Dengan memakai sabun dia mengocok anu gua. Enak banget. Tangannya yang kecil itu menggenggam anu gua erat sekali. Akhirnya tak lama kemudian gua keluar juga. Selesai itu, kita langsung keluar kamar mandi. dan gua keluar dari kamarnya.
Kini kami telah tumbuh dewasa dan telah memiliki pasangan masing-masing, dan beruntung bagi adekku mendapatkan seorang pria yang sangat mencintainya, dan gua juga sudah menikah dan dikaruniai seorang putra. Adek gua juga sudah memiliki seorang anak, hasil dari hubungan gelap kami, tetapi tidak ada seorangpun yang tahu selain kami berdua, karena pada saat itu, suaminya pergi keluar negeri selama 1 bulan dan pada saat itu kami ML setiap hari sampai dia mengandung anak gua.
Sebut namaku Dede, semasa kuliah aku tinggal bersama kakakku Deni dan istrinya Dina. Aku diajak tinggal bersama mereka, karena kampusku dekat dengan rumah mereka, daripada aku kost. Usiaku dengan Kak Deni selisih 5 tahun dan Dina 2 tahun lebih tua dariku.
Karena Kak Deni bertugas di kapal, ia sering jarang di rumah. Sering kulihat Dina kelihatan kesepian karena ditinggal kakakku. Kuhibur dia dan akhirnya kami sering bercanda. Lama-lama Terkesan kalau Dina lebih dekat ke aku dibanding Kak Deni. Karena Kak Deni jarang pulang akhirnya kami sering keluar jalan-jalan. Dan terkadang kami nonton bioskop berdua untuk menghilangkan rasa sepi Dina. Sering Dina dikira pacarku, tentu aku jadi bangga jalan dengannya. Seluk beluk di dirinya membuat mata terpikat dan tak lepas melirik. Keesokan harinya sepulang kuliah kulihat rumah sepi. Sesaat aku bingung ada apa dan kemana Dina. Sesaat kulihat di celah pintu kamarnya ada cahaya TV. Segera kucek apa ia ada di kamar. Kubuka pintunya, sesaat kuterdiam, terlihat di TV kamarnya adegan yang merangsang, sekilas kulihat Dina sedang terlentang dan ia kaget akan kehadiranku. “Maaf Mbak!” sahutku dengan tidak enak.
Lalu kututup pintu kamar dan keluar. Sekilas teringat yang sekilas kulihat tadi. Dina sedang asyik memainkan buah dadanya yang besar dan daerahnya yang indah dengan sebagian kulit yang tak tertutup sehingga memamerkan beberapa bagian tubuhnya. Sesaat beberapa lama di dalam kamar. Rasanya kuingin menonton yang Dina tonton tadi. Lalu kusetel CD simpanan di kamarku. Tampaknya birahiku muncul melihat adegan-adegan itu, sesaat terlintas yang dilakukan Dina di kamarnya. Tubuhnya merangsang pikiranku untuk berkhayal. Akhirnya seiring adegan film aku berkhayal bercinta. Kukeluarkan penisku dan kumainkan. Sesaat aku kaget, Dina masuk ke kamarku. Rupanya aku lupa mengunci pintu. Ia terlihat terdiam melihat milikku. Wajahnya tegang dan bingung. Sesaat kami sama-sama terdiam dan bingung.
“Ma.. maaf, ganggu ya,” tanya Dina dengan matanya yang menatap milikku.
“Eh.. enggak Mbak, a.. ada apa Mbak,” sahutku dengan tanganku yang masih memegang milikku.
“Nggak, tadi ada apa kamu kekamar?” tanya Dina dengan bingung karena kejadian ini.
“Oh itu, sangkain aku rumah kosong, aku nyari Mbak,” sahutku sambil kumasukkan milikku lagi.
“Kamu nonton apa?” tanya Dina lalu melihat film yang kusetel.
“I.. itu.. sama yang tadi,” sahutku dengan isyarat yang ditonton Dina di kamarnya.
Dina terdiam sesaat sambil melihat film.
“Maaf Mbak, boleh pinjem yang tadi nggak?” tanyaku dengan malu.
“Boleh, kenapa enggak?” jawab Dina.
“Mau minjem Mbak.. apa mau nonton di sini?” tawarku kepada Dina.
“Sekalian aja deh, biar rame,” jawabnya.
Adegan demi adegan difilm kami lewati, dan beberapa kali kami mengganti film. Kami juga berbincang dan mengobrol tentang yang berhubungan di film bokep. Mungkin karena kami sering berdua dan bicara dari hati ke hati akhirnya kami merasakan ada kesamaan dan kecocokan. Kami tidak canggung lagi. Rasanya kami sama-sama menyukai tapi kami sadari Dina milik kakakku. Kami akhirnya biasa duduk berduaan dengan dekat. Sering dan banyak film kami tonton bersama. Kami akhirnya mulai sering melirik dan bertatapan mata. Sesaat saat film berputar tanpa kami sadari, tatapan mata kami membuat bibir kami bersentuhan. Tampaknya gairah kami sama dan tak bisa dibendung dan kami tergerak mengikuti iringan gairah dan birahi. Aku pikir ciuman tak apalah, akhirnya bibir dan lidah kami saling bersaing. Nafsu membuat kami terus berebutan air liur.
Beberapa lama kami nikmati kejadian ini, kemudian kami tersadar dan berhenti. Kami hanya bisa diam dalam pelukan. Mata kami tak sanggup bertatapan. Rasanya bingung. Cukup lama kami berpelukan sampai akhirnya kami duduk biasa lagi. Kehangatan tubuh dan sikap Dina memancing birahiku. Beberapa lama kami tak bisa mengeluarkan kata-kata. Perlahan kubuai rambut panjang Dina. Tampaknya ia menyukainya. Perlahan tanganku mengelus pundaknya. Sesaat kami bertatapan lagi. Wajahnya dewasa dan cantik, kurasakan wajah yang mengharapkan sentuhan dan kehangatan. Kurasakan isyarat dari Dina untuk berciuman lagi. Tanpa basa-basi kulahap bibirnya, ahh nikmat rasanya. Bibirnya terasa lembut di bibirku. Lalu dada kami saling berhadapan. Sekilas kulihat buah dadanya yang besar. Lalu kupeluk Dina dengan maksud ingin menyentuh dan merasakan miliknya.
Sesaat kurasakan miliknya di dadaku, besar, empuk dan besar. Perlahan tanganku mengelus-elus pahanya yang lembut dan halus. Sebagai penjajakan kuelus selangkangannya, tampaknya ia menikmatinya. Kurasakan tanganku ia elus sebagai tanda ia menyukainya. Tanpa menunggu aku segera meraba-raba daerah sensitifnya. Sesaat tanganku ia raih dan ia giring ke dadanya. Ahh, akhirnya kurasakan buah dada yang besar di dekapan tanganku. Sesaat kurasakan milikku didekap tangan Dina, ahh rasanya aku menikmatinya. Perlahan tangannya memainkan, nikmat rasanya. Perlahan kulepaskan tangan Dina dari milikku. Kubuka sebagian celanaku sehingga milikku menghunus tegap. Kuraih tangannya dan kuarahkan ke milikku. Sesaat tangannya mendekap milikku, ia mainkan lalu beberapa lama kemudian wajahnya menuju ke milikku dan ia hisap. Ah, lembutnya mulut Dina. Rupanya ia suka menghisap milikku. milikku keluar masuk di mulutnya secara perlahan seiring tangannya yang mengayun-ayun milikku.
Perlahan kuangkat kaosnya sehingga terlihat buah dada yang tertutup bra. Kuraih kaitannya dan kulepas. Perlahan tanganku menyusup di branya lalu meraba dan meremas buah dadanya yang besar, halus dan lembut. Kurasakan putingnya yang kenyal mengeras, dadanya pun mengeras. Lalu tanganku menuju celana pendeknya dan kubuka bersama celana dalamnya. Ahh, indah tubuhnya bila tanpa pakaian dan sangat merangsang. Pinggangnya yang ramping dan pinggul yang lumayan, kulitnya putih bersih dan mulus. Kuelus-elus bokongnya yang halus dan lembut. Pahanya kuraba lalu bulunya dan tonjolan sensitifnya. Seiring hisapannya kumainkan bibir vagina yang sudah basah perlahan jariku masuk ke liang vaginanya. Kurasakan lembut di jemariku, nikmat rasanya.”Dede.. oouuhh..” ucapnya seiring jariku yang tertancap di liangnya. Sesaat kemudian kurasakan gerakan mulut dan nafasnya tambah cepat. Kurasakan air liur Dina membasahi milikku.
Cukup lama mulutnya bermain sampai ku tak tahan menahan maniku. “Mmmhh..” ucap Dina seiring semburanku di dalam mulutnya. Kurasakan mulutnya tetap menghisap milikku, lalu maniku dan terus sampai beberapa lama. Kemudian bibirnya selesai bermain. “Udah De?” sahutnya dengan isyarat apakah aku puas. Aku tersenyum melihat wajah cantiknya yang memucat dan merangsang. Rasanya milikku belum puas masuk di mulutnya. Kemudian ia terbaring dengan jariku yang masih masuk di liangnya. “Mbak yang ini belom,” sahutku dengan isyarat jariku yang keluar masuk di liangnya.”Emang kenapa?” tanyanya dengan isyarat wajah yang menanyakan apa keinginanku. Kemudian kubuat posisi bersetubuh. Kaki Dina mengangkang lebar dan terangkat seakan siap bermain. Bibir vagina yang agak merah terlihat jelas olehku. Milikku yang terhunus akhirnya menyentuh bibir vaginanya yang lembut yang sudah basah. Perlahan kumasukkan dan akhirnya hilang tertelan di liang Dina yang lembut.
“Mmhh..” desah Dina dengan dagunya yang perlahan terangkat dan telapak kakinya memeluk pinggulku. Milikku keluar-masuk diliangnya dan dada Dina membusung seakan tidak kuat merasakan kenikmatan sentuhanku. “Ooouuhh.. oouuhh..” berulang desahan itu Dina keluarkan. Beberapa lama kurasakan nikmatnya tubuh Dina. Perlahan kurasakan pinggul Dina bergerak sehingga mempercepat gesekan penis dan liangnya. Sessat ia dekap tubuhku. Tubuhnya menegang. “Dede..” ucapnya dengan getaran kenikmatan. Aahh Kurasakan penisku didekap kuat liang Dina. “Ooouuhh,” desah nikmat Dina. Kulihat Dina mulai melemas pasrah. Melihat ini gairahku meningkat seakan tubuhnya santapanku. Nafsuku membuat milikku keluar masuk dengan cepat. Ahh, puncakku disaat penisku masih di dalam liang Dina. Aku tak dapat menahan semburanku karena nikmatnya tubuh Dina. “Ooouuhh..” desah Dina mengiringi setiap semburanku. Milikku kubiarkan tertancap terus. Tampaknya Dina tak menolaknya. Tubuhku belum puas menikmati tubuhnya. Terkadang tanganku menikmati dada dan putingnya. Dan beberapa kali kami berciuman lagi. Aku tak peduli walaupun bibirnya bekas milik dan maniku karena benar-benar nikmat.
Sampai tenaga kami pulih, kurasakan dekapan liang Dina yang agak mengering basah lagi. Lalu kami bermain lagi. Ini terus kami lakukan sampai kami tak kuat dan tidur kelelahan. Esoknya kami tersadar dan kami mandi bersama. Tampaknya kami menyukai kejadian kemarin. Rasa bersalah hilang karena Kami rasakan kecocokan, dan kami teruskan hubungan ini. Karena kakakku jarang di rumah kami sering berdua, tidur bersama dan mandi bersama dengan sentuhan-sentuhan yang nikmat. Ini menjadi rahasia kami berdua seterusnya. sampai aku memiliki istri dan sama-sama mempunyai anak kami terus berhubungan.
Cici (aku biasa memanggilnya CC) adalah keponakan yang ketemu lagi beberapa bulan yang lalu (sekitar September 2001) di Mataram. Sebagai mahasiswi salah satu Akademi Pariwisata terkenal di Jakarta, dia harus menjalani studi praktek di salah satu hotel berbintang di Lombok. Umurnya baru 19 tahun, beda jauh dengan umurku yang sudah 35 tahun dan sudah menikah dengan dua anak.
Sekarang aku menjalani hidup pisah ranjang dengan istriku, sejak dia menyeleweng dengan rekan bisnisnya. Aku membutuhkan kawan wanita, tapi tidak suka ganti-ganti atau jajan. One women at a time, lah. Hubungan kami berlangsung biasa saja, karena kami hanya bertemu satu atau dua kali sebulan, pada saat aku melakukan kunjungan kerja ke kota S. Rasanya senang punya saudara di tempat jauh.
Tapi, lama kelamaan senyumnya itu lho yang membuatku mabok kepayang. Ukuran tubuhnya yang relatif (tingginya hanya 155 cm) kecil pun merupakan impianku, karena aku juga tidak terlalu tinggi (167 cm). Hubungan kami sebenarnya mulai sebagai layaknya saudara, sampai suatu hari saya telpon dan menyatakan keinginan saya untuk berhubungan lebih serius.
“Kapan Cici ke Jakarta? Aku udah pengin banget nih ketemu sama kamu.” tanyaku ketika meneleponnya pada awal bulan yang lalu.
“Wah aku nggak bias bolos, kecuali kalau hanya untuk satu atau dua hari. Aku baru pulang nanti bulan Januari tahun depan. Jatah tiket aku untuk bulan-bulan itu.” jawabnya, “Kecuali kalau ada yang mau kasih tiket pesawat, hehehe.”
Kesempatan nih, pikirku.
“Gimana kalau aku kirim tiket? Mau kan? Tanggal berapa?” tanyaku penuh harap.
“Gimana kalau akhir minggu ini? Tapi jangan bilang sama orang rumah kalau aku bolos lho!” pintanya mengingatkan.
Benar saja, pada hari Jumat sepulang kantor kujemput dia di Cengkareng. Wow.., beda sekali! Dia pakai celana jeans biru ketat, dengan kaos ketat menggantung, sehingga pusarnya kelihatan. Dan, ya ampuun.., dengan kaos yang ketat itu, terlihat dengan jelas betapa besar buah dadanya yang terlihat terlalu besar dibanding dengan badannya yang mungil. Kutaksir berukuran 36 lah.
Biasanya dia pakai baju agak longgar, jadi tidak begitu kelihatan. Batang penisku langsung bereaksi, tapi lalu kutenang-tenangkan agar cepat kendor. Belum waktunya.
“Gimana Ci, kita makan dulu ya..?”
Kami langsung ke Plasa Senayan, makan sambil ngobrol di Spageti House. Setelah itu, kami langsung menuju di Horison Ancol untuk menikmati waktu berdua kami.
Setelah ngobrol panjang lebar, kulihat dia berjalan mendekati jendela yang menghadap ke laut. Kuanggap ini sebagai undangan dan lalu aku mendekati dan memeluknya dari belakang. Kurasakan buah dadanya menjadi lebih kencang dan dipejamkan matanya. Kuciumi lehernya dengan penuh gelora nafsu. Kulepas kaitan BH-nya sehingga dengan leluasa dapat kuraba dan kuremas. Ooh besar sekali buah dada ini. Kubalik badannya, kuangkat kaos mininya dan kucium dan kulumat penuh gelora buah dada itu. Sepertinya ia baru pertama kali pacaran seperti ini.
“Haarhh.. malu nich..!” katanya, tanpa memintaku berhenti.
Aku menjadi semakin berani. Celananya kubuka. Cici memberontak sedikit, tapi tidak terlalu berarti. Kulepas semua pakaiannya sehingga dia telanjang bulat, sementara diriku masih berpakaian. Putih mulus tubuhnya kunikmati, karena kami tidak mematikan lampu. Kucium seluruh tubuhnya yang berdiri tegak di depanku. Seperti cacing kepanasan, Cici menggeliat dan mengerang. Seluruh badannya merinding dan menggigil.
Ketika ciuman dan jilatanku sampai ke daerah kemaluannya, Cici mengerang hebat sambil meremasi rambutku.
“Hegh.. Harrch.. Enak sekali. Kaki saya lemes Harch.. tolong akhhu heh..!” erangan yang terdengar sangat merangsang bagiku.
Sekali-sekali kuraba dan kuremas lembut buah dadanya yang menggunung itu, sangatlah seksi dan merengsang berahiku.
“Harch heehh please..! Aku lemas sekali nich.. auch..!” lenguhnya semakin tinggi.
Aku segera mengangkatnya ke tempat tidur dan melanjutkan jilatan-jilatanku di daerah surganya. Tidak terasa, sudah lebih dari 10 menit aku memberinya pengantar kenikmatan, seolah ia sudah sangat pengalaman. Sampai akhirnya, aku terkejut karena ia menjadi seperti kejang, meremas kepalaku dan menekannya ke vaginanya.
“Harchh.. aku mau.. augh..!” lenguhnya meninggi.
Wow.., dia sudah orgasme. Ada sedikit cairan kental keluar dari vaginanya, hangat dan nikmat. Dalam keadaan terengah-engah masih kujilat bibir vaginanya. Lenguhan-lenguhannya seperti tidak mau berhenti. Terkulailah gadisku lunglai seperti tanpa daya. Kupeluk dan kucium bibirnya dengan mesra dan cinta. Aku sengaja menahan diri, untuk memberinya kesempatan lebih dulu.
“Gimana Ci, enak..?” tanyaku, “Kamu pernah seperti ini sebelumnya..?”
“Aku nggak tahu pasti bayanganmu tentang diriku, Har. Mungkin kamu menganggap aku perempuan murahan. Tapi sungguh, ini pertama kali aku merasakan kenikmatan yang tak terlukiskan. Biasanya, aku hanya masturbasi saja. Aku mau mempersembahkan keperawananku pada orang yang kucintai.” jawabnya.
“Jadi kamu masih perawan..?” tanyaku dengan heran.
“Ya, aku masih perawan. Dan aku akan mempersembahkannya untukmu. Aku sangat mencintaimu, Har.”
Jawaban ini membuat hatiku runtuh, sebab biasanya aku berpacaran dengan wanita-wanita yang sudah tidak perawan.
“Cici aku minta maaf, tapi sepertinya aku tidak sanggup melanjutkan. Aku belum mengatakan, gimana latar belakang dan keadaanku sebenarnya.” keinginanku untuk menjelaskan dipotong Cici.
“Har, aku sudah tahu kok. Aku tanya sama teman-temanmu di sana. Dan mereka memberi tahu apa adanya. Jadi, aku sudah tahu dan siap untuk menjadi madumu.” jawabnya dengan centil sambil mencubitku.
“Yang bener nih..?” tanyaku sambil tertawa, bahagia sekali rasanya.
Kutengok arlojiku, sudah jam 11 malam.
“Kamu nggak mau pulang nengok Papa-Mama Ci..?”
“Kan sudah saya bilang, sjaya bolos dan kamu harus merahasiakannya, Oke..!”
Dia membalikkan badannya sehingga menghadapku, kulonggarkan pelukanku dan dia seperti tersadar. “Lho.., jadi kamu tuh masih berpakaian to..? Ya ampun, malu nih..! Payah kamu. Ayo dong, kamu juga buka baju..!”
Aku segera membuka baju. Cici memandang dengan penuh rasa ingin tahu. Tanpa sadar, burungku yang tegang sekali ternyata telah mengeluarkan cairan bening.
“Har, burungmu besar sekali. Muat nggak ya..?” tanyanya sambil memandangi penisku yang coklat kehitaman.
Ukurannya sebenarnya tidak lah besar, tergolong kecil lah karena hanya sekitar 14 cm.
“Kok ada cairan beningnya sih..?”
“Ya iya, aku kan juga merasakan kenikmatan dengan memberimu yang tadi itu.”
“Har, kasih tahu dong gimana aku bisa memberimu kenikmatan seperti yang kurakakan tadi..!” pintanya.
“Learning by doing aja ya.” jawabku.
Setelah memberi tahu cara-caranya, aku lalu rebahan. Masih dengan agak canggung, Cici mulai memegang, menggosok dan memijat penisku, juga buah pelirnya.
“Ooh.. Cici, enak sekali..!” gumanku menikmatinya.
“Mulai dikemut dong Sayang..!” pintaku.
Cici dengan agak ragu memasukkan penisku ke dalam mulut mungilnya. Pada awalnya agak sakit, karena sesekali terkena giginya, tapi kemudian Cici menjadi lebih pintar. Kuluman atas penisku menjadi lebih lembut dan nikmat sekali.
“Kemut, jilat dan raba semuah.. Ci..!” pintaku karena mulai menanjaklah kenikmatan itu.
Karena sering kali tidak tahan, aku menggoyangkan pantatku. Sehingga, jilatan bagian bawah buah pelir seringkali salah ke daerah sekitar anus. Dia memejamkan mata, jadi dia tidak tahu, tapi aku dapat merasakan kenikmatannya.
“Oougghh.., enak sekali Ci..!” erangku tiap kali daerah duburku terjilat.
Pada awalnya aku memang tidak sengaja, tapi kemudian sesekali kupelesetkan karena nikmatnya. Aku belum pernah mengalami kenikmatan ini dari wanita mana pun.
Kenikmatan mulai memuncak dan aku meminta Cici untuk mengulum penisku, karena aku sudah mendekati puncak. Cici mengulum sambil menggerakkan kepalanya ke atas-bawah dan kadang memutar. Dan sampailah puncak kenikmatan itu.
“Aauugghhrhh.. aku keluarhh..!” erangku sambil meremas rambut Cici dan memegangnya erat agar tidak lepas.
Cici terkejut karena semprotan spermaku yang kusemburkan air nikmat itu ke dalam mulutnya, yang membuatnya menelan sambil gelagapan.
Sisa spermaku menetes dari mulutnya.
“Kenapa dikeluarkan di mulutku Har..?” Cici memprotes.
“Sama saja Sayang, kamu tadi kan begitu juga. Enak kan..?” aku menimpali sekenanya.
Semula ia terlihat jengkel tapi kemudian tersenyum, paham.
Jam 12 malam sudah. Satu sama. Cici melihat ke penisku dan heran.
“Lho kok jadi kecil dan pendek. Tadi besar sekali sampai mulutku nggak muat..?”
“Ya iya dong Sayang, kalau lagi bobok yang cuma 3 cm, tapi kalau bangun jadi tambah besar, hebat ya..!”
“Trus kalau mau bikin besar lagi, caranya gimana..?” Cici tanya sambil meremas-remas penisku.
“Kalau mau agak lama, ya gitu, diremas, diraba. Kalau mau cepet ya dikemut lagi.”
Dan tanpa diminta, Cici segera mengemut batang penisku, yang kemudian memang langsung membesar pada ukuran penuhnya. Aku tidak mau ketinggalan, kubalikkan badanku sehingga kami mempraktekkan posisi 69. Cici sepertinya menjadi bangkit gairah dan melenguh-lenguh sambil mengulum batang penisku.
Setelah kami sama-sama penuh gelora dan napas kami telah tersengal-sengal penuh kenikmatan, Cici bertanya, “Gimana lanjutnya Har..?”
“Kamu bener udah siap..? Kamu nggak nyesel nanti..?” kutanya Cici karena aku sebenarnya mendua, ingin menjaganya sekaligus ingin menuntaskan hubungan asmara kami.
“Aku kan sudah bilang. Aku siap untuk mempersembahkan keperawananku buat kamu. Jadi mulailah, gimana..?”
Mendengar jawaban ini, akal sehatku padam. Segera aku berlutut di antara selangkangannya. Kutempelkan batang penisku ke vaginanya. Menggesekkannya dan sedikit menekannya.
“Ouuch Har.., enak sekali..! Terusin Har..! Aahh..!” lenguhnya mulai merasakan kenikmatan.
“Cici, yang pertama ini agak sakit, tapi hanya sebentar. Kamu akan terbiasa dan mulai merasakan nikmatnya. Tahan ya..!” sambil kutelungkupi badannya yang mungil itu.
Kucium bibirnya dengan penuh nafsu dan kusedot kuat-kuat. Kucium dan kugigit-kecil puting susunya. Cici mendesah nikmat. Kucium lagi bibirnya kuat-kuat. Dan ketika itulah kutekan batang penisku masuk ke liang senggamanya. Cici memelukku erat terhenyak. Pastilah dia menahan sakit.
Setelah batang penisku masuk sepenuhnya, kubiarkan ia di dalam, diam. Terus kucium bibirnya sambil kubuat kedutan-kedutan kecil di kemaluanku. Cici ternyata melakukan refleks yang sama. Otot vaginanya juga membuat kedutan-kedutan kecil, yang semakin lama terasa seperti tarikan-tarikan halus, menyedot batang penisku, seolah meminta lebih dalam. Aku mulai mengayun-ayun pelan dan mulai kurasakan ujung kamaluanku menyentuh liang rahimnya. Oooh nikmat sekali. Inilah alasanku, mengapa aku selalu lebih senang dengan wanita bertubuh mungil. Tubuh yang dapat memberiku kenikmatan lebih. (Tapi kalau adanya yang tinggi, ya nggak nolak, hehe..)
Ayunanku mulai lebih lancar dan berirama. Cici sepertinya sudah tidak sakit lagi. Atau barangkali kenikmatan ini telah mengalahkan rasa sakitnya.
“Gimana Sayang, enak..?”
“Oouuh Har.., terusin..! Lebih keras.., lebih cepat.. hegh.. ooh.. Har nikmat sekali Sayang..!”
“Cici, nanti aku semprotkan maniku di dalam atau di luar..?”
“Terserah, apa pun yang membuat kita nikmath hegh..!”
“Kalau nanti kamu hamil gimana..?”
“Biarin, biarin, aauchh..!”
Kami bicara sambil menggoyang badan kami. Dengan refleknya Cici mengimbangi setiap sodokan dan goyanganku. Kalau aku cepat, dia pun mempercepat. Kalau aku melambat, dia pun begitu. Sambil menggoyang, kulumat bibirnya, kusedot dan kugigit-gigit kecil buah dadanya.
Belum lima menit kami mendayung lautan kenikmatan, Cici kelihatan mulai lebih liar. Goyangan pinggulnya menjadi lebih cepat dan tidak terkendali. Pelukannya menjadi lebih erat. Dan dia melenguh dengan hebat dan aku merasakan denyutan-denyutan otot vaginanya. Ayunan batang kemaluanku kubuat menjadi lebih kuat tapi tetap pelan untuk memberikan kenikmatan yang lebih. Dua, satu.
“Ooch.., Har aku capek sekali, tapi kamu belum ya..?”
“Kita istirahat dulu deh, nanti lagi..!”
“Jangan Har, jangan lepaskan, kita teruskan, kupuaskan kamu, gimana pun..!”
Cici mulai menggerakkan pinggulnya. Ayunan batang kemaluanku kuteruskan. Agak tidak tega aku sebenarnya. Tapi Cici sepertinya agak memaksa. Jadi, sambil berpeluk dan berguling kami terus mengayun, mendayung kenikmantan. Orgasmeku yang kedua biasanya memang agak lama, kadang aku harus menunggu 10-20 menit.
Dan begitulah, Cici mulai melenguh kenikmatan, dia mulai mempercepat dayungan perahu mungilnya. Aku mengimbangi. Betapa nikmatnya. Dan rasa nikmat ini menjadi berlebih-lebih lagi, karena aku memberikan kenikmatan pada gadisku yang mungil, cantik dan menggairahkan ini.
“Hhegh.. Har.. Har.. oh Sayang, aku mau sampai lagi..! Oooh cepat.. cepat.. lebih keras..!” lenguhannya datang lagi bersamaan dengan urutan-urutan lembut pada batang penisku.
Aku menjadi semakin bernafsu. Cici mulai lemas. Benar-benar lemas.
“Har, kamu belum juga ya Sayang..? Ayo dong Say..! Kasihanilah aku, sudah lemes banget nich..!” Cici mengiba dan memuncakkan birahiku.
Kogoyang dengan liar penisku dalam vaginanya, terus dan terus sampai akhirnya, “Cici, ough.. ach.. terimalah air maniku Say, nikmatilah siraman kenikmatanku.. Hegh..!”
Dan aku pun sampai pada pelabuhan kenikmatan yang kudambakan. Kusemprotkan maniku sejadinya. Walaupun maniku sudah habis, tapi kedutan kenikmatan terus kurasakan pada penisku, apalagi vagina Cici terus mengurutku.
Walaupun sudah orgasme, batang kemaluanku masih tetap tegang penuh. Tidak seperti ini biasanya. Kami berpelukan, berciuman. Kuelus dan kukemut susunya yang besar menantang itu. Beberapa saat sampai akhirnya kami benar-benar terkulai lemas. Habis tenaga kami. Basah kuyup badan kami oleh peluh kenikmatan.
Kutengok TV yang masih menyala tanpa ditonton dan tanpa suara. Buletin Malam RCTI. Waahh, berati sudah jam satu lebih. Lama sekali kami bercinta penuh gairah, nafsu dan sayang. Cici merebahkan kepalanya di dadaku. Sesaat kemudian, kami ke kamar mandi bersama-sama. Saling memandikan di bawah siraman air hangat yang membuat kami segar kembali. Kadang kami saling berpelukan sambil menggesekkan tubuh kami. Oohh.., nikmatnya dunia.
Kami kembali mengobrol dengan tubuh hanya berbalut handuk. Dari cara duduknya, Cici secara tidak sengaja mempertontonkan bukit surganya padaku, membuat batang penisku tetap tegak berdiri. Aku memesan makanan ringan, teh panas untuknya dan susu untukku sendiri. Cici menggoda, berjalan mendekatiku menyodorkan buah dadanya, memasukkan puting susunya ke mulutku. Tepat memang, karena aku duduk di tempat tidur.
“Susuku yang dua ini sudah kupersembahkan padamu, nggak cukup ya..? Kok masih pesan susu ke Room Service. Susu siapa sih yang dipesan..?” godaan ini membuat Cici dan aku tertawa terbahak-bahak.
Kami bergulingan sambil berpelukan. Bahagia sekali rasanya.
Pesanan kami telah sampai dan kami menikmati dengan saling menyuapi. Ketika Cici mau berdiri, dia menyenggol gelas susu. Sehingga ada sedikit yang terciprat ke dadanya. Untung susu itu hangat saja. Cici mencari tissue, tapi kucegah. Kurebahkan dia di tempat tidur, kujilat susu yang ada di atas dadanya sambil kujilat puting susunya. Cici mengerang kenikmatan.
“Nakal kamu ya..!” katanya sambil bangkit dan mencubitku.
“Har, kok burungnya bangun terus sih..? Aku sudah capek sekali, kamu masih mau lagi ya..?”
“Ya masih dong, tapi nanti saja. Kita bobok dulu yuk..!”
Akhirnya kami rebahan. Kubalikkan badannya membelakangiku. Mau tidak mau, batang penisku masuk juga ke selangkangannya. Tapi aku diam saja. Sesekali Cici mengurut batang penisku dengan vaginanya. Berkedut-kedut. Tanganku mengelus-elus buah dadanya. Kami mungkin sudah sangat lelah, sehingga tanpa terasa kami tertidur, dengan penisku berada dalam vaginanya. Tidur yang sangat nikmat.
Hari Sabtu, hari libur, hari malas. Aku biasa bangun jam 10 pagi. Tapi hari ini molor sampai jam 12. Kami bangun mandi berbenah sedikit untuk siap-siap jalan-jalan. Penisku tetap tegap dari tadi pagi, karena aku sangat menikmati asmara ini. Di depan Cici, kutelepon anak-anakku. Mereka bersama dengan baby sitter dan nenek mereka. (Jangan salah menduga, mereka tetap terurus kok.) Kami mengobrol kurang lebih 30 menit. Aku senang, mereka pun senang. Aku bilang bahwa aku akan pulan hari Minggu siang, setelah mengantar Cici ke bandara, tentunya. Cici pun mengirim salam untuk mereka.
Ketulusan Cici mengirim salam pada anak-anakku membangkitkan gairahku yang tidak tertahankan. Kubuka celananya jeans-nya dan tanpa pemanasan kusenggamai Cici dari belakang sambil berdiri. Cici menanggapi dengan gelora membara pula. Vaginanya yang semula kering segera membasah membuat gesekan-gesekan kenikmatan kami menjadi menggila. Napas Cici tersengal-sengal. Goyangannya menjadi lebih liar, kadang maju mundur kadang memutar. Sekehendaknya Cici mencari kenikmatan di liang senggamanya. Goyanganku pun menjadi lebih cepat dan keras.
Tiba-tiba Cici membalikkan wajahnya, “Cium, Harr..!”
Langsung kucium bibirnya sambil kuremas-remas gemas buah dadanya yang besar itu. Ternyata ini adalah saat-saat puncak orgasmenya. Vaginanya meremas-remas batang penisku, berdenyut-denyut. Ini membuatku kesetanan. Kegenjot vaginanya keras-keras sampai tubuh Cici berguncang-guncang. Tidak lebih dari 5 menit, kusemburkan maniku dalam vaginanya. Luar biasa, cepat sekali. Setiap semprotan mani kusiramkan dengan sodokan-sodokan keras penuh kenikmatan. Banjirlah vaginanya dengan siraman air maniku.
Cici dan aku ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sekeluar dari kamar mandi, dia memelukku erat sekali, menciumku mesra sekali.
“Har, aku terima kamu apa adanya, rela aku jadi pendampingmu, apapun statusku. Itu tidak terlalu penting, aku sangat mencintaimu, juga sayang dan kasihan pada anak-anakmu. Tapi aku sadar, bagaimanapun aku tidak akan jadi ibu mereka. Udah deh, yuk kita jalan-jalan dulu..!”
Kami jalan-jalan di Ancol, mengunjungi semua tempat hiburan sampai malam hari. Malam Minggu yang melelahkan tapi juga sangat membahagiakan. Sampai akhirnya, kami mojok di pantai dekat kuburan Belanda, yang paling sepi.
“Waktu cepat sekali berlalu ya Harr..!” Cici membuka pembicaraan setelah beberapa saat kami berdiam dan lamunan kami berjalan entah kemana.
Yang jelas, aku hanya membayang-bayangkan, gimana kelanjutan hubungan ini.
“Begitulah Say.. Gimana kalau kamu menunda sehari lagi..?” tanyaku tanpa harap, sebab aku tahu ini tidak mungkin.
Cici hanya terdiam. Aku pindah ke jok belakangan diikuti Cici. Direbahkannya kepalanya di pangkuanku. Batang kemaluanku pun langsung menegang keras. Cici merasakannya dan langsung membuka celanaku.
“Harh, si Adik bangun lagi.” sambil tangannya mengelus-elus batang dan lidahnya mulai menari di ujung penisku.
Aku tidak mau kalah, celananya kulepas sehingga aku dapat secara leluasa meraba, mengelus bulu-bulu halus di vaginanya.
“Heeggh, terusin Harr.. yang dalam..!” pintanya.
Jari tengahku pun mulai kumasukkan dalam liang senggamanya yang sudah sangat basah. Cici berkelojotan lebih liar, semantara aku sendiri merasakan penisku sudah waktunya mendapat perlakuan lanjutan.
“Cici, aku sudah nggak tahan..!” kataku sambil membimbingnya agar duduk di pangkuanku, menghadapku, sehingga kakinya dapat bertumpu di jok.
Dikocok-kocoknya penisku sambil kami berciuman dan kemudian dibimbingnya kemaluanku itu masih pada liang kenikmatannya. Pelan tapi pasti, amblaslah seluruh batang penisku. Aku dan Cici sama-sama tertahan ketika ujung penisku menyentuh pintu rahimnya.
Cici menggerakkan pinggulnya maju mundur, meskipun kami saling berpagutan. Merangsang sekali. Tidak tahan lagi aku untuk tidak melumat buah dadanya yang besar berayun-ayun ketika Cici bergerak ke atas-bawah. Cici menjadi lebih liar dan gerakannya menjadi lebih dahsyat.
“Har, remas susuku sekeras-kerasnya, aku sangat menikmatinya..! Please Har..!” pintanya.
“Ntar sakit dong Ci, aku nggak..” jawabanku dipotongnya.
“Biarin, biarin.., aku sangat menikmatinya..! Siksalah aku dengan nikmatmu Har..! Membuatku lebih nikmat hegh..!”
Aku baru sadar bahwa Cici tampaknya agak senang dengan sadism.
Kuremas keras susunya, kugigit agak keras karena takut menyakitinya. Cici menjadi lebih liar dan melenguh agak keras.
“Say, ough.. ough.. nikmatnya Say, aku keluar lagi, ouch ach.. ini nikmat sekali..!” dan Cici pun mengejang hebat.
Tidak pernah kubayangkan sebelumnya, bahwa Cici dapat seperti ini. Entah mengapa, aku justru menjadi sangat sulit untuk mencapai orgasme. Cici tampaknya menyadari hal ini.
“Say, nggak apa-apa kok, aku sungguh menikmatinya, gemasilah diriku sesukamu..!”
“Kita kembali ke hotel yuk Ci, malam sudah mulai larut..!”
Cici kelihatan agak bingung, karena aku tidak menyelesaikan puncak-puncak pendakian kenikmatan itu.
“Say, kulayani kamu semalaman ini, kita nggak usah tidur, ya..?” pinta Cici ketika kami memasuki pintu kamar.
Aku mengiyakan saja. Cici memesan berbagai makanan kecil dan biasa, susu kesukaanku yang dipesan Cici sampai 3 gelas. Room Service mungkin heran, ya..? Kami sempat ngobrol sebentar sampai Cici memintaku untuk melanjutkan puncak-puncak pendakian kenikmatan yang sempat teputus.
Cici langsung membuka seluruh pakaiannya dan tubuh mungil indah itu berdiri tegak di hadapanku.
“Har, kamu diam saja. Aku akan melayanimu habis-habisan..!”
Dan sambil berkata begitu, Cici membuka bajuku pelan-pelan sambil mencium dan menjilati dadaku. Ooh nikmat sekali. Lalu giliran celanaku dibukanya, sambil menjilati dan menciumi penisku yang sudah tegang memerah. Aku seperti majikan yang dilayani oleh seorang dayang. Pahaku, kakiku, pantatku, semua dielus, dicium dan dijilat. Aku tidak tahu Cici belajar dari mana, atau barangkali naluri saja.
Dengan posisiku masih duduk di kursi, Cici membalikkan badan, duduk di pangkuanku dan memasukkan penisku ke vaginanya. Gerakan-gerakan lembut dilakukannya. Tubuhnya menggeliat-geliat karena kuremas lembut buah dadanya sambil kuciumi dan kujilat punggungnya. Beberapa saat kemudian, Cici melenguh dan mengejang lagi. Dan lagi denyutan-denyutan itu kurasakan.
“Hugh Say, kenapa jadi aku yang sampai duluan..? Nikmat sekali rasanya, kamu mau kuapakan supaya sampai..?” semua ini dikatakan Cici sambil terus menggoyang pinggulnya.
Aku mengajaknya naik ke ranjang. Kuarahkan dia sehingga dia siap dengan posisi doggy style. Cici menurut saja. Kutusukkan batang penisku amblas dalam vaginanya dan kogoyang dengan keras dan cepat. Lama sekali kunikmati posisi ini, karena dari belakang aku dapat menikmat kemolekan tubuhnya dan meremasi buah dadanya. Akhirnya, aku tidak kuasa lagi menahan tekanan hebat dalam penisku, karena remasan-remasan vagina yang tidak kunjung habis.
“Ci.., aku mau keluar niich..! Tahan ya Sayang, jangan sampai lepash..!” dan kogoyang pantatku keras-keras sampai akhirnya, “Aachh..!” teriakku dengan keras menyertai semprotan-semprotan maniku yang membajiri liang vagina Cici.
“Say, goyang terus jangan berhenti..! Aku juga mau sampai lagi, ooh..!” pinta Cici.
Aku yang sebelumnya mulai melemas kembali menggoyang kemaluanku dengan lebih cepat dan keras.
Cici akhirnya menjerit, “Saych..!” dan denyut-denyut kenikmatan itu kembali mengurut-urut penisku. Kami rebah kehabisan tenaga. Badan kami basah oleh peluh. Pendakian kami akhirnya sampai juga pada puncak kenikmatan bersama-sama. Sambil masih berpelukan, kami saling meraba daerah-daerah kenikmatan kami. Sampai akhirnya kami betul-betul lemas. Tidak berdaya.
“Yuk berendam yuk..! Biar nggak capek..” kuajak Cici ke kamar mandi untuk berendam air hangat.
Setelah air penuh. Kami pun berendam, di ujung bath tub saling berhadapan. Kakiku kadang-kadang usil untuk mempermainkan selangkangan Cici, yang membuatnya sesekali memejamkan mata. Pastilah nikmat.
“Har, tadi waktu kamu dari belakang, jari dan burungmu sesekali menyentuh lubang duburku, kok enak yach..?” Cici membuka pembicaraan yang mengejutkanku.
Mungkin secara tidak sadar aku telah menyentuh duburnya tadi, karena gerakanku yang liar penisku seringkali lepas. Dan aku pun seringkali sambil terpejam meremas-remas pantatnya yang aduhai, indah dan merangsang.
“Kamu mau nggak melakukannya lagi..?” tanya Cici.
Aku mengiyakan, karena aku terbayang adegan-adegan yang pernah kutonton di BF. Mungkin Cici tipe wanita yang suka coba-coba, meski kadang itu menyakitkan dirinya.
Setelah mandi dan beristirahat entah berapa lama, kami memulai akivitas lagi. Seperti janjiku, aku meminta Cici untuk menungging agar pantatnya lebih terbuka. Kuelus lembut pelan-pelan lubang pantatnya. Kuciumi dan lalu kujilati. Entah apa yang kulakukan ini, karena aku belum pernah melakukannya. Terpikir olehku, mungkin ini akan menjadi anal seks yang pertama. Cici sudah memberikan keperawanannya padaku, sebanarnya itu sudah luar biasa bagiku. Tapi ini, tampaknya akan menjadi lebih dahsyat lagi.
Cici tampak sangat menikmati perlakuanku. Desahannya sangat merangsang, membangkitkan gairahku yang makin membara. Batang penisku sudah menjadi sangat tegang. Cici memegangnya dan, ya ampun.., dia mengarahkan batang kemaluanku ke anusnya. Seperti sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi, kugesek-gesekkan penisku ke anusnya.
“Ooch Har, enak sekali Say..! Aach..!” kata Cici sambil menggerakkan pantatnya, seolah menginginkan kenikmatan di seluruh permukaannya.
Bayanganku pada adegan-adegan BF menguasai pikiran dan nafsuku.
“Ci, boleh nggak kumasukkan kontolku ke duburmu..?”
Cici tampak terkejut, tentu dia tidak mengira.
“Memangnya nggak jijik..?”
“Nggak tahu deh, aku hanya ingin mencobanya.” jawabku sedikit bohon.
Padahal aku sangat ingin mencobanya karena adegan BF itu. Cici mengatakan terserah saja. Akhirnya kucoba juga. Sangat sulit, karena Cici kesakitan dan selalu menghindarkan lubang pantatnya.
“Ci, jangan bergoyang terus..! Susah nih, pasrahlah..!” pintaku padanya.
Entah dapat ilham dari mana. Akhirnya kupaksa Cici telungkup dan kutindih pantatnya, sehingga ia tidak akan dapat banyak bergerak. Kululuri penisku dengan ludahku sehingga menjadi lebih licin, seperti di BF. Dengan agak memaksa dan penuh nafsu, kutekan batang penisku masuk ke anusnya.
“Har, sakit..! Stop..! Ach..!” Cici memekik kesakitan.
Tapi panisku sudah amblas dalam anusnya. Aku terdiam. Cici kadang mengejangkan lubang anusnya, sehingga memberiku kenikmatan. Cici masih telungkup menutup wajahnya dengan bantal.
“Kalau memang enak, terusin..! Tapi pelan-pelan..!” katanya kemudian.
Aku pun segera mengayun sepelan mungkin. Ooh, nikmat sekali rasanya. Belum pernah kunikmati kenikmatan seperti ini. Mungkin karena Cici menjadi lebih rileks, sodokanku pun menjadi lebih lancar. Kuangkat pantat Cici sehingga aku dapat menyusupkan tanganku, agar dapat meraba vaginanya. Cici mengeliat-geliat. Tampaknya dia sudah mulai menikmati. Vaginanya menjadi lebih basah. Desahannya pun terus terdengar. Aku menjadi semakin menikmati pengalaman baru ini. Kenikmatan puncak yang diberikan oleh gadisku, yang sangat mencintaiku.
Jari tengahku kumasukkan dalam lubang vaginanya. Cici sangat menikmatinya dan vaginanya pun menjadi basah sekali.
“Har, dua jari supaya lebih terasa..!”
Maka kumasukkan jari telunjukku dalam lubang nikmat itu. Cici menjadi lebih gila. Goyangannya menjadi semakin hebat, sehingga aku tidak perlu menggoyang, karena tanganku harus menjangkau lubang nikmatnya itu.
“Harh.. har.. aku mau sampai Har..! Ochh Har.. Aach..!” tinggi lenguhannya dan banjirlah vaginanya.
Aku menjadi lebih bersemangat menggenjot anusnya dan aku pun tidak dapat menahan laju air maniku. Cret.. cret.. cret.. kutumpahkan air nikmatku dalam anusnya dengan denyut-denyut kenikmatan yang tiada taranya.
Kami ke kamar mandi untuk membersihkan diri setelah itu. Cici mencegahku untuk mencuci penisku sendiri. Cici memandikanku dengan gosokan-gosokan yang lembut. Aku sungguh seperti seorang majikan yang dilayani seorang dayang. Belum pernah aku mengalami seperti ini. Tidak terasa, hari sudah pagi. Kami harus bersiap-siap karena jam 10:00 Cici harus ke bandara.
Akhirnya kuantar Cici ke bandara. Air mata Cici membasahi pipinya. Kami berpelukan. Ciuman kami pun tidak tertahankan. Pandangan orang-orang di sekitar kami pun terarah pada sepasang manusia. Kami tidak menghiraukannya. Cici harus kembali ke M. Sesak rasanya dada ini. Tapi kami saling berjanji akan menjaga cinta kami.
Dua malam yang sangat melelahkan dan membahagiakan telah lewat. Kami akan bertemu kembali. Cici pasti akan pulang ke Jakarta lagi…
Rosa telah menikah dengan pria bernama Suhendra yang pekerjaannya adalah teknisi di pengeboran minyak lepas pantai milik perusahaan asing yang hanya bisa pulang 5-6 bulan sekali.
Rosa bertekad memulai profesinya sebagai High Class Call Girl saat ia tahu melihat bukti bahwa suaminya main belakang, selama bekerja di lepas pantai Suhendra suka membawa gadis-gadis nakal. Hal ini ia ketahui dari teman suaminya yang mempunyai dendam terhadapa suaminya, teman suaminya itu menunjukan beberapa foto hasil jepretannya sendiri yang berisikan foto suaminya sedang memluk dan mencium mesra gadis-gadis nakal.
Rosa memulai kariernya di bidang pelacuran kelas tinggi dengan memasang sebuah iklan di koran, begini bunyi iklannya “Massage Maria, cantik dan berpengalaman menerima panggilan hub. 0812160700X “, dengan nama samaran Maria maka dimulailah petualangan terlarang Bu guru kita ini.
SMS mulai mengalir ke handphone Rosa yang berisikan panggilan panggilan tapi ada juga SMS yang berisikan kalimat-kalimat porno, Rosa tidak menanggapi semua SMS itu karena hal itu akan membuang waktu saja begitu juga dengan percakapan dengan calon-calon kliennya semua gagal mencapai kata sepakat. Karena harga yang ditetapkan oleh Rosa sangat tinggi yaitu 1,5 juta sekali datang, tentu saja jarang yang berani memboking Rosa. Sampai suatu saat ada panggilan HP yang masuk saat ia mengajar di kelasnya.
“Permisi anak-anak ibu mau terima telpon dulu jangan ramai ya!”kemudian Rosa berjalan keluar kelas dan menerima panggilan itu.
“Hallo Maria? ” terdengar suara berat seorang lelaki0
“Ya dengan siapa Pak? ”
“Berapa tarif kamu semalam? ”
“1,5 juta bayar di muka, tidak kurang dari itu ”
“Ok done deal, kita ketemu di Kafe Bon Ami, Darmo Selatan jam 18.30 nanti malam sampai disana langsung miss call aku ya bye ..tut tut tut”
Dalam hati Rosa merasa berdebar dan aneh karena ini adalah pertama kalinya ia akan mendapatkan panggilan serius dan anehnya orang tersebut tidak menawar harga yang ia ajukan, Rosa termenung memikirkan telepon yang baru saja ia terima sampai seorang muridnya menegur “Bu, Ibu sakit ya? ” tanya seorang muridnya. “Oh nggak apa-apa kok, ayo masuk lagi” sambil memegang pundak muridnya.
Setelah selesai mengajar Rosa segera pulang dan mempersiapkan diri, ia mandi dan berdandan secantik mungkin tapi tidak menor, dengan mengenakan gaun malam warna hitam yang anggun, Rosa berangkat ke Bon Ami menggunakan taksi. Rasa berdebar semakin menjadi saat ia memasuki kafe dan dengan tangan sedikit gemetar ia memanggil no. HP lelaki yang tadi siang menelponnya segera saja terdengar bunyi handphone di pojok ruangan yang rupanya sengaja di taruh di atas meja oleh pemiliknya.
Mata Rosa memandang ke arah sumber bunyi tersebut dan melihat lelaki berumur 45 tahun keturunan cina dengan pakaian necis dan berkacamata minus yang melambaikan tangan seolah olah sudah mengenal dirinya.
“Hi Maria, silahkan duduk disini ”. Ujar lelaki itu sambil berdiri menjabat tangan Maria yang tak lain adalah nama samaran Rosa.
“Ok kita makan dulu atau langsung pergi nih? ” tanya lelaki itu.
“Kita bisa langsung pergi setelah pembayaran dilakukan ” ujar Rosa ketus
“Wow santai saja non jangan takut ini aku bayar sekarang”. Sebuah amplop coklat disodorkan dan langsung dibuka dan dihitung oleh Rosa
“Ok 1,5 juta kita berangkat, omong omong nama bapak siapa ” tanya Rosa
“Teman-teman memanggil aku A Cun, yuk berangkat ”.
A Cun menggandeng tangan Rosa dengan mesra seperti istrinya sendiri.
Dengan menggunakan mercy new eyes, A Cun membawa Rosa meninggalkan kafe dengan santai tapi pasti mobil dibawa menuju ke arah daerah perumahan elit di daerah Dharmahusada. Ketika sampai di depan sebuah rumah mewah dengan pagar tinggi A Cun membunyikan klaksonnya, pagar besi itu terbuka secara otomatis meskipun tidak tampak orang di halaman rumah mewah itu, setelah mobil masuk sampai di teras rumah seseorang dengan seragam batik berlari kecil menghampiri mobil.
“Selamat datang Koh A Cun “sambil membukakan pintu mobil.
“Yang lainnya sudah pada kumpul toh, Yok? ” tanya Koh A Cun pada lelaki berseragam itu
“Sudah Pak, silahkan Pak ” kata petugas yang bernama Yoyok ini .
Mobil A Cun segera dibawa untuk di parkir oleh yoyok yang rupanya bertugas sebagai valet service. Acun dan Rosa langsung masuk ke dalam rumah mewah itu
“Ini rumah Koh A Cun ” tanya Rosa kagum melihat ruang tamu yang besar dan dipenuhi barang mewah
“Oh bukan, ini rumah perkumpulan semacam klub bagi kami untuk melepas kepenatan” ucap Koh Acun seraya membuka pintu ruang tengah yang di dalamnya berisi 3 orang lelaki dan 3 perempuan.Di ruangan itu tersedia 5 kasur king size, 2 meja biliard, 3 set sofa mewah dan sebuah mini bar yang tertata apik serasi dengan ruang yang relatif besar itu, dari suasana ruangan sudah dapat diperkirakan bahwa ruangan ini sering di pakai sebagai ajang maksiat.
“Hoi Cun, lama sekali kamu, dapet barang baru ya?” tanya seorang lelaki cina berumur 56 tahun yang di panggil Koh A Liong.
“Ah nggak enak ah ngomong gitu di depan orang ” elak A Cun
“Koh A Cun, mending kamu kasih Mbak ini buat aku saja, kamu pake saja salah satu SPG yang aku bawa” ucap lelaki berbadan gemuk besar dan berkulit sawo matang yang dipanggil dengan panggilan Pak Angkoro.
A Cun mengamati SPG yang ditawarkan padanya, diantara tiga SPG itu ada satu yang paling menarik hatinya yaitu Lyvia Go. SPG berumur 21 tahun berdarah cina dengan tinggi 168 cm dan berat 48 kg berwajah mirip Ineke, dengan penampilannya yang mengenakan rok super mini dengan atasan kemeja ketat nan tipis membuat A Cun tak mampu menolak tawaran Pak Angkoro.
“Ok deh, Pak Angkoro boleh ambil Maria, saya pinjam Lyvia ” sahut acun sambil langsung menarik pinggang Lyvia dan mereka berdua melakukan deep kissing yang sangat panas sampai terdengar lenguhan lenguhan nafas mereka.
Lyvia yang diciumi dengan ganas segera membalas ciuman itu sambil membuka kancing kemejanya yang seakan tak muat menampung payudaranya yang montok. Dengan rakus Koh A Cun memelorotkan BH Lyvia dan menghisap puting berwarna coklat muda itu, sambil bercumbu tangan Koh Acun bergerak melingkar pinggang Lyvia dan melepas kait rok mini dan meloloskan rok itu turun sehingga kini Lyvia Go hanya mengenakan BH yang sudah tidak menutupi payudaranya dan sebuah celana dalam berwana putih berenda tipis yang sangat seksi sekali melekat di tubuhnya yang putih bak mutiara. Dengan sekali angkat tubuh Lyvia Go dibawa Koh ACun menuju ranjang terdekat, lalu menelentangkannya sambil meloloskan celana dalam seksi itu dari tempatnya sehingga tampaklah kemaluan Lyvia yang sudah dicukur bersih, tanpa membuang waktu A Cun segera menjilat dan menusuk nusukkan lidahnya ke dalam vagina Lyvia yang diikuti dengan erangan nikmat dari Lyvia.
“Ahh, aduh enak Koh, dasyat aargh ”
“Enak ya Go? Kamu sudah berapa kali ngeseks selama jadi SPG ” tanya A Cun sambil mengocok vagina Lyvia dengan dua jari sambil terkadang menggosok kelentit mungil itu dengan jempolnya.
“Ini yang ke tu..juh aah hi hi hi aduh geli Koh ”
“Yang pertama ama siapa ” selidik A Cun mencari cari daerah g-spot dengan ujung jarinya
“Yang pertamaa, aduh yah yah aauh disitu Koh enak, yang pertama sama Pak Angkoro di WC showroom aah”
Untuk mengakhiri pemanasan ini maka A Cun menempelkan lidahnya di kelentit Lyvia, kemudian menggeleng-gelengkan dan memutar-mutar kepalanya dengan lidah tetap menempel di kelentit. Menerima rangsangan dasyat itu tubuh Lyvia melengkung bagai busur panah yang siap melesatkan anak panahnya.
“Aduh Koh A Cun, aargh masukin sekarang Koh jangan siksa aku lebih lama lagi hm? “.
Melihat Lyvia sudah terangsang berat maka Koh A Cun segera menghentikan permainan oralnya dan melepas bajunya sendiri dengan cepat, Lyvia yang melihat Koh A Cun melepas bajunya kagum melihat badan Koh Acun yang berotot, dadanya yang bidang dan perutnya yang terbagi 8 kotak sangat seksi di mata Lyvia yang biasanya melayani Pak Angkoro yang gendut. Semakin bernafsu untuk segera bersetubuh maka Lyvia Go membantu melepas celana Koh A Cun dan betapa kagetnya Lyvia Go ketika celana itu merosot langsung nongol benda sepanjang 16.5 cm (wah ternyata Koh A Cun tidak pakai celana dalam loh, tapi dengan tidak memakai celana dalam juga sangat baik bagi kesuburan pria kata Pak dokter).
Dengan posisi kaki yang di buka lebar lebar, Lyvia menanti Koh Acun sambil tangan kanannya menggosok gosok klitorisnya sendiri, Koh Acun mengambil posisi di tengah tengah kaki Lyvia yang terbuka lebar dan mengarahkan penisnya di muka pintu gerbang kewanitaan Lyvia.
“Aku masukin ya Lyv?”
“Sini kubantu Koh ” Lyvia memegang penis A Cun dan mengarahkannya ke liang senggamanya
“Seret banget ya Lyv, jadi susah masuk nih”
“Koh jangan bercanda melulu ah, kapan masuknya?”
“Ya udah nih rasain Lyv”
“Aauh aah aah pelan dikit Koh ”
Akhirnya pelan tapi selamat, penis Koh A Cun amblas ke dalam vagina Lyvia dan permainan kuda kudaan khusus dewasapun dimulai, Koh A Cun memaju mundurkan pantatnya dengan tempo sedang sambil memegang kedua betis Lyvia sebagai tumpuan tangannya.
Beralih ke ibu guru kita yaitu Rosa Maria yang cuma bengong melihat permainan permainan liar di sekelilingnya.
“Wah suasananya panas ya? ” Pak Angkoro menegur Rosa Maria yang bengong
“Ah nggak juga Pak, kan ada AC” balas Rosa risih
“Nggak panas gimana, coba kamu lihat orang orang itu pada telanjang ngapain coba?”
“Eeng eeng gimana ya Pak ”
“Eng eng eng apa, ayo lepas bajumu, kamukan sudah di bayar toh? ”
Rosa merasa harga dirinya diinjak-injak, di dalam hati Rosa Maria berkata “Aku adalah seorang guru yang dihormati dan disegani oleh anak didik dan rekan sekerjaku kenapa demi dendam pada suami aku harus menjerumuskan diriku ke dalam lembah nista tapi sudah terlambat”, air mata mulai menetes di pipi Rosa.
“Wah, kok malah nangis iki piye? Waduh!!” Pak Angkoro mengelus-elus perutnya yang besar karena bingung.
“Nggak Pak, ayo kita mulai aja permainan ini ” Rosa mengusap air matanya.
“Ya gitu dong, itu baru semangat profesional jangan nangis lagi ya ”
Rosa membuka gaun malamnya dengan pedih dan rasa hampa, demikian juga Pak Angkoro beliau membuka seluruh pakaiannya memperlihatkan tubuhnya yang gemuk dan hitam.
“Sini Ros, bapak akan membuat kamu melayang layang ” pangil Pak Angkoro
Rosa yang masih malu dan canggung menutup tubuhnya yang bugil dengan tangannya sedapat mungkin sambil melangkah ke arah Pak Angkoro
“Wah kok malu malu gitu, jangan kuatir Ros bapak nggak akan kasar kasar sama kamu “, Pak Angkoro memandang tubuh Rosa dari atas ke bawah. Jakunnya naik turun memandang tubuh Rosa yang menggiurkan, kulitnya yang kuning langsat bagai kulit putri kraton meskipun tidak seputih Lyvia tapi pancaran erotik dari mata Rosa bagai sinar pancasona pusaka tanah jawa. Dan cara gerak Rosa Maria sungguh membangkitkan gairah, keayuan khas gadis jawa terpancar dari setiap lekuk tubuhnya dan terutama payudaranya yang berwarna kuning gading sungguh mengundang birahi lelaki manapun yang melihatnya.
Dengan lembut Pak Angkoro meletakan kedua telapak tangannya di atas payudara Rosa dan mulai memijat lembut sambil perlahan ia melekatkan bibirnya ke bibir Rosa yang sensual di lumatnya bibir Rosa, semakin lama semakin panas sampai kedua tubuh itu seolah menjadi satu, Pak Angkoro melingkarkan tangannya ke pinggang Rosa dan menariknya sampai lekat pada tubuhnya dan mencumbu Rosa dengan penuh nafsu. Dihisap dan dimasukannya lidahnya kedalam relung relung mulut Rosa sehingga mau tak mau Rosa membalas pagutan-pagutan liar itu. Hasrat kewanitan Rosa benar-benar dibangkitkan oleh Pak Angkoro yang berlaku seperti kuda jantan dan mendominasi seriap permainan ini. Rosa mulai merasakan hawa panas naik dari dadanya ke ubun-ubun yang membuat Rosa semakin tak berdaya melawan hawa maksiat yang begitu kental dalam ruangan ini sehingga akhirnya Rosapun terlarut dalam hawa maksiat itu.
“Ros aku minta dioral dong ” sambil menyodorkan penis hitamnya yang berdiameter 5 cm dengan panjang 14 cm.
“Nggak ah Pak, jijik saya! ih! ”
“Wah kamu kudu profesional Ros, kalau kerja jangan setengah-setengah gitu dong, gini aja kamu tak oral kalau sampai kamu orgasme berarti kamu kudu ngoral aku yah? ”. Belum sempat Rosa menjawab Pak Angkoro telah menyelusupkan kepala diselangkangan Rosa dan mulai melancarkan segala jurus simpanannya mulai dari jilat, tusuk sampai jurus blender yang memnyapu rata seluruh dinding permukaan vagina Rosa sehingga dalam waktu 7 menit Rosa sudah di buat kejang-kejang.
“Oooh Pak oouh oh pa..ak” Rosa meregangkan ototnya sampai batas maksimal.
“Tuh kamu udah orgasme, nggak bisa bohong sekarang giliranmu” ucap Pak Angkoro senang.
Pak Angkoro menarik kepala Rosa dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya memegang penisnya sendiri sambil mengocok ringan, setelah mulut Rosa dalam jangkauan tembak Pak Angkoro segera menjejalkan penisnya ke dalam mulut Rosa. “Ayo dong Rosa” Pak Angkoro menyuapkan penisnya seperti menyuapkan makanan pada anak kecil, setelah penisnya berada dalam mulut Rosa maka dengan menjambak rambut Rosa Pak Angkoro memaju mundurkan kepala Rosa.
“Ehm ehm Pak Angko.. ehm ehm” Rosa berusaha berbicara tapi malah tersenggal senggal
“Udah diam aja deh Ros jangan banyak bicara emut!”. Setelah lima menit berjalan Rosa akhirnya secara mandiri mengulum ujung penis Pak Angkoro, sementara tangannya mengocok dengan kasar pangkal penis Pak Angkoro.
“Yes gitu Ros, wah kamu lebih hebat dari istriku loh, mau gak kamu jadi gundikku?” Pak Angkoro berbicara ngawur karena keenakan dioral Rosa. Merasa jenuh dengan permainan oral akhirnya Rosa meminta untuk bercinta.
“Udahan dong Pak, kita ngesks yang bener aja ya?” tanya Rosa dengan halus. “Ok, kamu yang minta loh”.
Pak Angkoro menarik Rosa yang tadinya mengoral dia dalam posisi jongkok menuju meja biliard dan menyuruh Rosa menumpukan kedua tangannya menghadap meja bilirad sementara Pak Angkoro yang berada di belakang Rosa mengatur posisi sodokan perdananya.
“Ros nungging dikit dong, ya gitu sip!” Pak Angkoro mengelus pantat Rosa yang bahenol kemudian mengarahkan senjatanya ke vagina Rosa.
“Aaouh Pak Angkoro, pelan Pak sakit penisnya bapak sih kegedean ” ucap Rosa setengah meledek.
“Wah kamu itu muji apa menghina Ros? mungkin vaginamu yang kekecilan Ros” Pak Angkoro membalas ejekan rosa dengan menarik pinggul Rosa ke belakang secara cepat maka amblaslah seluruh penis Pak Angkoro.
“Auuw gede banget, aauw aah ” Rosa mulai menggoyang pinggulnya berusaha menyeimbangi goyangan Pak Angkoro.
Pak Angkoro membenamkan penisnya dalam-dalam dengan menarik pinggul Rosa kebelakang, dengan penis masih tertancap di vagina Rosa kemudian Pak Angkoro memutar pinggulnya membentuk lingkaran sehingga penis yang didalam vagina Rosa menggencet dan menggesek setiap syaraf syaraf nikmat di dinding vagina.
“Aauh, Rosa keluar ahh” Rosa mengalami orgasme yang menyebabkan setiap otot di tubuh Rosa mengencang sehingga tubuhnya kelojotan tidak terkendali.
“Loh Ros, kok sudah KO, belum 10 menit kok udah orgasme wah ini kalau cowok namanya edi, ejakulasi dini kalau kamu berarti menderita odi orgasme dini, ayo terusin sampai aku keluar juga ”.
Pak Angkoro mengganti posisi bersenggama dengan mengangkat tubuh Rosa dan menidurkannya di meja biliard. Kemudian kaki rosa dibentangkan oleh Pak angkoro lebar-lebar dan dengan kekuatan penuh penis besar itu menerjang mendobrak pintu kewanitaan Rosa, sampai-sampai klitorisnya ikut tertarik masuk, Rosa yang masih dalam keadaan orgasme makin menggila menerima sodokan itu sehingga secara refleks rosa mencakar bahu Pak Angkoro.
“Oouchh Rosa kamu ini apa-apaan sih, kok main cakar-cakaran segala?”
“Oouh aash sorry, abis rosa nggak tahan sih ama sodokannya Mas yang begitu perkasa” bujuk rosa agar Pak angkoro tidak marah.
“Jangan cakar lagi ya, kalo tidak rasain ini” Pak Angkoro menggigit puting Rosa dengan lembut tapi sedikit menyakitkan.
“Aauw nakal deh” ucap rosa sambil menggoyangkan pinggulnya sendiri agar penis Pak Angkoro tetap menggesek dinding vaginanya.
Dalam waktu singkat Rosa yang mula-mula seorang guru telah berevolusi menjadi pelacur kelas tinggi yang benar benar profesional baik dari kebinalan maupun ucapannya, semua sudah berubah Rosa kini benar benar seorang pelacur sejati.
Senin pagi itu, tak biasanya Deborah datang pagi-pagi sekali ke tokonya di jalan B, daerah selatan stasiun kereta api di kota YK. Saat itu ia mengenakan blouse hijau tanpa lengan yang sangat ketat di tubuhnya yang putih montok. Rambut ikalnya yang panjang bercat kemerahan diikatkannya ke atas, memperlihatkan tengkuknya yang putih seksi. Rupanya pagi itu, ia memang orang pertama yang datang ke tokonya. Pegawai-pegawainya biasanya baru datang pukul 8 pagi. Setelah membuka pintu toko mainannya, ia langsung menuju meja kasir dan menghitung laba perolehan hari sebelumnya, sambil menunggu para pegawainya datang 1 jam lagi.
Deborah adalah seorang wanita keturunan tionghoa, yang sudah cukup berumur. Akan tetapi, walaupun usianya sudah kepala 4, tetapi perawakannya masih mengundang air liur lelaki yang memandangnya. Tubuhnya yang montok selalu mengundang lirikan lelaki dan memancing fantasi liar untuk dapat menindihnya. Belum lagi bila memandang buah dadanya yang putih montok itu, setiap lelaki pasti ingin meremas gemas dam memelintir lembut putingnya. Di usianya itupun, wajahnya masih menunjukkan garis-garis kecantikan, serta sorot matanya yang sayu tetapi tajam, menandakan kebinalannya di atas tempat tidur.
Sebagaimana umumnya orang tionghoa, naluri bisnisnya memang cukup tajam. Baru beberapa bulan saja toko mainannya ini ia kelola, ia sudah mendapatkan cukup banyak pelanggan. Mungkin karena harga mainan anak-anak di tokonya ini relatif murah dibandingkan harga ditoko lainnya. Sambil menunggu pegawainya, Deborah duduk di belakang meja kasir, menghitung laba hari sebelumnya. Belum ada pelanggan yang datang, mungkin karena hari masih cukup pagi, dan di luar pun cuaca terlihat agak mendung.
“Wah, pagi-pagi begini sudah mendung, bisa susah rejeki nih!” pikirnya sambil melihat ke arah luar.”Mudah-mudahan aja, nggak hujan..”
Deborah kembali melanjut pekerjaannya, sampai tiba-tiba di luar gerimis pun turun.
“Lho, baru aja dibilangin, malah hujan beneran deh..” gerutunya.”Anak-anak bisa terlambat dateng nih!” ujarnya lagi sambil melirik arloji emas berbentuk kotak di lengan kanannya.
Gerimis itu lama-kelamaan menjadi hujan yang cukup deras, sehingga hawa pagi itu menjadi semakin dingin. Di luar pun, beberapa orang menghentikan sepeda motornya untuk mengenakan jas hujan, lalu kembali meneruskan perjalanannya. Kecuali beberapa pejalan kaki yang terus berjalan sambil berusaha menghindari hujan, ada juga dua orang pengendara motor yang memilih untuk berteduh sebentar di depan tokonya.
Salah seorang pengendara motor itu, kelihatannya seorang mahasiswa yang hendak pergi kuliah dan tidak membawa jas hujan. Pemuda itu memilih untuk berteduh di depan tokonya, sambil melihat-lihat dari luar ke dalam toko mainan Deborah. Tak lama kemudian, ia masuk ke toko itu, sambil terus melihat-lihat mainan yang ada. Melihat ada tamu yang masuk ke tokonya, Deborah langsung mempersilahkan pemuda itu dan menghentikan pekerjaannya menghitung laba.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanya Deborah.
“Oh, maaf kebetulan saya kehujanan dan berteduh di depan, saya baru ingat kalau saya memerlukan spare parts untuk mobil remote control saya dirumah” jawab pemuda itu.
“Wah, kalau spare parts remote control, kebetulan disini cukup lengkap, kalaupun di etalase kosong, mungkin bisa saya carikan di gudang”. Ujar Deborah.
”Memangnya bagian apa yang diperlukan?”
“Saya butuh dinamo dan ban untuk mobil remote control saya dirumah,” jawab pemuda itu.
Sambil menerangkan jenis yang dicarinya ia terus mengamati Deborah yang sedang mengecek buku inventarisnya. Ia baru saja menyadari, bahwa lawan bicaranya itu ternyata sangat menggoda dan membangkitkan gairahnya. Terutama di pagi hari yang sangat dingin itu. Melihat keadaan toko yang sepi itu, ia ingin mencoba mencari kesempatan di dalam kesempitan. Ia pun berusaha berkenalan dengan Deborah.
“Oya, kenalkan nama saya Anto,” pancing pemuda itu.
“Oh, saya Deborah,” balas Deborah.
“Saya mesti panggil Mbak atau tante nih?” tanya Anto lagi.
“Terserah deh! Enaknya Dik Anto aja gimana,” jawab Deborah.
”Wah, sepertinya dinamo yang untuk model itu disini sudah habis, saya memang nggak menyimpan stok banyak, karena kurang banyak peminatnya”.
“Yah, sayang sekali.. Apa di gudang juga sudah habis?” pancing Anto.
“Oh iya, saya hampir lupa, sebentar saya coba carikan,” lanjut Deborah sambil mengunci mesin kas-nya dan beranjak keluar meja kasir ke arah gudang di lantai dua toko itu.
”Dik Anto tunggu sini sebentar ya?”.
Saat melihat Deborah berdiri dan berjalan, gairah Anto semakin meluap. Terlebih lagi ketika ia mengamati Deborah menaiki tangga kayu itu, matanya semakin nakal melirik ke arah bongkahan pantat Deborah yang terbungkus rok jeans mini. Entah keberapa kalinya ia menelan ludah, sejak ia pertama kali melihat tante itu. Dan entah desakan dari mana yang membimbing Anto mengikuti Deborah, naik ke lantai dua. Ia kemudian memegang pegangan tangga, untuk mengikuti tante itu, sambil mendongak ke atas melihat Deborah yang masih menaiki tangga itu. Terlihat jelas oleh matanya, Deborah saat itu mengenakan celana dalam hitam berenda dan samar-samar memperlihatkan gundukan putih menggiurkan yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Pemandangan itu membuat nafasnya semakin naik turun.
Perlahan-lahan agar tak terdengar oleh tante itu ia mulai meniti anak tangga, hingga akhirnya ia sampai ke lantai dua yang merupakan gudang di toko itu. Ia menghampiri Deborah yang sedang berjongkok mengaduk-aduk sebuah kardus. Anto mengendap-endap ke belakang Deborah, kemudian berdiri tepat di belakang Deborah, menunggu tante itu berdiri.
Tak lama kemudian, kelihatannya Deborah sudah menemukan apa yang di carinya, setelah menaruh kembali kardus itu ke tempat semula, ia pun berdiri, dan langsung dikejutkan oleh kehadiran Anto di hadapannya.
“Lho..”
Belum sempat Deborah menyelesaikan kalimatnya, Anto langsung memeluk Deborah, sambil membungkam mulut tante itu dengan tangannya. Otomatis Deborah meronta dan berusaha berteriak, sambil memukuli punggung Anto. Akan tetapi, hal itu sia-sia belaka, tangan Anto yang lebih kuat semakin mendekap tubuhnya dan membungkam mulut Deborah. Hingga akhirnya Deborah sadar bahwa usaha apapun yang dilakukannya akan sia-sia. Tubuh montoknya pun menjadi lemas.
Melihat Deborah sudah menjadi lemas, Anto mengendurkan dekapan dan bungkaman pada bibir Deborah. Ia langsung menciumi bibir tante itu, dilumatnya habis wajah Deborah. Diciumi dan dijilatinya wajah cantik itu sambil nafasnya tersengal-sengal penuh nafsu.
“Aa.. Apa yang kau lakukan?? Kurang ajar kamu!” bisik Deborah terpatah-patah karena ketakutan.
“Tenang Tante.. Jangan takut, Tante nurut aja.. Lagi pula teriakan Tante nggak akan terdengar karena derasnya hujan,” jawab Anto sambil terus menciumi bibir Deborah dan tangannya sudah mulai menjamah bagian buah dada tante itu.
“Jjja.. Ngann.. Please.. Kenapa kamu nggak nyari perempuan yang lebih muda aja?” Pinta Deborah sambil berusaha menepis tangan Anto yang sudah mulai meremas lembut puting kirinya yang masih terbungkus bra dan blouse dari luar.
“Kalau kamu mau uang, ambil aja di kassa.. Tapi jangan seperti ini.. Please..”
“Aku mau Tante aja.. Sudah deh, Tante nurut aja.. Ntar pasti Tante nikmatin juga. Percaya deh!” bisik Anto di telinga Deborah, sambil kemudian dijilatinya telinga yang putih kemerahan itu.
“Mmmhh.. Tante begitu harum.. Kulit Tante mulus dan wangi..” sambung Anto sambil terus menggerayangi buah dada dan lengan Deborah. Deborah enggan mengakui kalau ia merasa tersanjung oleh kata-kata pemuda yang sedang mencoba memperkosanya itu, tetapi hati kecilnya tergoda juga oleh kata-kata pemuda itu.
Sambil mendorong tubuh Deborah agar rebah ke lantai, tangan Anto kini mulai berpindah ke daerah perut Deborah, yang kelihatannya sudah semakin tak berkutik. Direnggutnya blouse tante itu ke atas, dan terpampanglah perut yang putih mulus, walaupun agak sedikit gemuk, tetapi tak mengurangi keseksian tante itu. Ciuman-ciuman Anto kini mulai turun ke leher, buah dada yang masih terbungkus pakaian, dan akhirnya mulai menggerayangi perut dan pusar Deborah.
Rupanya ciuman Anto di bagian perut dan permainan lidah di pusarnya itu lama kelamaan menimbulkan kegelian yang amat sangat. Tak munafik, Deborah menikmati hal itu. Teriakannya berangsur-angsur berubah menjadi desahan. Tangannya yang berusaha mendorong tubuh Anto, sekarang sesekali meremas rambut Anto dan menekan kepala Anto semakin dalam dan merapat dengan tubuhnya. Saat ini yang ada hanyalah erangan-erangan kecil dari mulut Deborah yang sedang di permainkan oleh lidah nakal Anto.
“Ssshhtt.. Jjjangann.. Llleppasskanhh.. Aaauuhhff..” bisik Deborah kegelian.
Deborah pun akhirnya dilanda kebimbangan karena di satu sisi ia merasa harus mempertahankan dirinya agar tidak diperkosa oleh pemuda itu, di lain sisi ia mulai menikmati permainan yang sedikit kasar itu. Sementara itu, tanpa disadarinya tangan Anto sudah berhasil menyingsingkan rok mininya ke atas, dan tangan pemuda itu sudah mulai menggerayangi daerah kemaluan Deborah. “Nngghh..” tak sadar Deborah melenguh nikmat.
Tangan kekar itu tak henti-hentinya mengelus-elus bukit kenikmatannya dari luar celana dalamnya yang sudah mulai basah. Ciuman pemuda itu pun tak henti-hentinya menggerayangi bibir, leher dan buah dadanya yang montok dan masih terbungkus bra hitam berendanya itu. “Ahh.. Sshh..” lenguh Deborah.
Deborah semakin menikmati kenakalan pemuda itu. Saat ini ia justru mengharapkan agar pemuda itu semakin berbuat kurang ajar padanya. Matanya mulai terpejam seiring dengan semakin membanjirnya lendir kenikmatan di vaginanya. Pikirnya, pemuda itu memang tahu caranya memanjakan wanita. Deborah pun sudah tak merasa bahwa dirinya akan diperkosa. Ia justru mendambakan sentuhan pemuda itu.
Jemari Anto bermain di pinggiran celana dalam Deborah. Diusap-usapnya jahitan pinggir celana dalam hitam berenda yang semakin basah itu. Sesekali jemari nakalnya menyelip masuk ke dalam celana dalam itu sambil mengusap lembut gundukan yang ada di dalamnya. Usapan jemari Anto pada jahitan renda pinggiran celana dalam Deborah menimbulkan suatu sensasi dan rangsangan yang sangat dinikmatinya. Jahitan dari motif renda yang tak rata itu menyebabkan jemari Anto yang bermain diatasnya seakan-akan menggaruk-garuk daerah sekitar vaginanya. Terlebih saat Anto memang sengaja menggaruk bagian itu dengan kukunya. Hal ini membuat Deborah semakin tak kuasa untuk menahan lendir kenikmatannya yang semakin membanjiri daerah itu.
“Aughh.. Nakal kamu ya!” jerit Deborah saat merasakan jari telunjuk pemuda itu menyelip masuk dan mengusap lembut labium mayoranya. Sesaat telunjuk pemuda itu keluar dari dalam celana dalam Deborah, ia langsung menyodorkan jemari yang dibasahi oleh lumuran lendir kenikmatan Deborah itu ke bibir seksi tante itu. Dan langsung saja Deborah menyambut dan mengulum telunjuk yang penuh dilumuri oleh lendir kenikmatannya sendiri itu dengan penuh nafsu. Anto sendiri tak henti-hentinya menggerak-gerakkan telunjuknya yang sedang dikulum Deborah seakan-akan ingin mengorek-ngorek bagian dalam mulut wanita itru dengan lembut. Melihat tante itu menjilati telunjuknya dengan penuh nafsu, Anto langsung mendekati bibir wanita itu, berharap agar masih ada sisa lendir kenikmatan wanita itu dalam mulut seksinya. Deborah agaknya mengerti oleh apa yang diinginkan pemuda itu. Ia langsung mengumpulkan ludah dalam mulutnya yang memang masih bercampur dengan lendir kenikmatannya, kemudian disodorkannya ludahnya itu dengan bibir sedikit terbuka penuh gairah. Anto langsung melumat gemas bibir Deborah. Dikecap-kecapnya sebentar ludah tante itu dalam mulutnya, kemudian ditelannya penuh nafsu.
Melihat kelakuan pemuda itu, Deborah menjadi semakin terbakar oleh nafsu. Ia semakin lupa pada keadaan dirinya yang hendak diperkosa. Dan agaknya keadaan itu sekarang telah berubah menjadi keinginan untuk sama-sama saling memuaskan karena Deborah sudah mengabil posisi telentang dengan pahanya agak terbuka.
Deborah langsung menarik kepala pemuda itu, diciuminya bibir pemuda itu dengan penuh gairah. Kemudian dijambaknya rambut Anto sambil didorongnya kepala pemuda itu agar mulutnya mengarah ke vaginanya. Anto yang memang sudah terbakar oleh nafsu sejak pertemuan di meja kasir tadi, langsung saja menuruti keinginan Tante itu. Tanpa membuka celana dalam Deborah, ia langsung menjilati vagina Deborah dengan hanya cukup menarik pinggiran berenda celana dalam Tante itu di sekitar vaginanya. Dijilati dan digigitnya dengan penuh nafsu vagina itu sambil kepalanya terus dipegang dan dijambaki oleh Deborah.
Rupanya Deborah tak cukup hanya dipuaskan dengan jilatan-jilatan liar Anto, ia juga ingin mendusal-dusalkan wajah pemuda itu pada vaginanya. Hingga tak lama kemudian, Anto merasakan daerah sekitar selangkangan Tante itu bergetar, dan makin lama getaran itu makin hebat, hingga tak lama kemudian, saat ia sedang menggigit-gigit kecil klitoris Tante itu, diiringi teriakan liar Deborah.
“Ooghh iiyyaahh.. Terrusshh.. Mmmppffhh.. Ghhaahh..” Racau Deborah. Hingga tak lama kemudian, “Crroottss..”
Wajah Anto langsung tersembur oleh cairan yang hangat dan kental yang berasal dari dalam liang vagina Deborah. Rupanya Saat itu Deborah baru saja mengalami orgasme yang cukup banyak di awal permainan mereka. Dan langsung saja, tanpa diberi komando, dengan lahapnya Anto menjilati dan meraupi lelehan lendir kenikmatan yang tak henti-hentinya meleleh dari dalam vagina Tante itu. Hal ini tentunya membuat Deborah yang baru saja mencapai orgasme dilanda rasa geli yang amat sangat.
“Hhhaahh ssttoopp!! Sttoopp!! Ghiillaahh.. Ohh Sttoopp Sshh..” teriak Deborah sambil berusaha menjauhkan selangkangannya dari wajah pemuda itu. Tetapi Anto justru tak mau memindahkan mulut dan jilatannya sedikit pun dari vagina yang sedang dibanjiri cairan nikmat itu. Ia terus mengumpulkan lendir Deborah di dalam mulutnya dan kemudian langsung menelannya dengan rakus. Mulut dan wajah pemuda itu belepotan oleh lendir Deborah.
Setelah Anto merasa bahwa vagina Deborah telah bersih kembali, ia langsung beranjak ke arah bibir Deborah, dengan masih mengulum lendir dari vagina Tante itu ia menyuapkannya ke bibir seksi di hadapannya. Deborah langsung mengerti apa yang akan dilakukan Anto. Ia langsung membuka bibir seksinya seraya berkata,
“Ludahkan! Ludahkan padaku Sayang!”. Pintanya dengan tatapan sayu menggairahkan sambil meremas-remas lembut payudaranya sendiri.
“Ooohh.. Ssshh..”
“Cuhh..” Anto langsung meludahkannya ke dalam mulut Tante itu. Dan langsung disambut dengan desahan bergairah Deborah.
“Mmmhh.. Nikmatthh,” bisik Deborah setelah menelan lendir kenikmatannya sendiri dengan rakus.
Anto yang semakin terbakar gairahnya melihat adegan itu langsung melucuti pakaiannya sendiri. Sejak melihat tubuh molek Tante itu ia memang tak sabar untuk memasukkan penisnya ke dalam vagina sang Tante dan menggarapnya penuh nafsu. Setelah dirinya telanjang bulat, ia berdiri sejenak dihadapan sang Tante sambil mengacung-acungkan penisnya yang sejak tadi telah menegang penuh dihadapan Deborah.
“Woow..” kagum Deborah sambil mengarahkan tangannya untuk menggenggam penis itu.
“Aaahh.. Tanteehh..” bisik Anto saat jemari Tante itu menggenggam dan meremas lembut penisnya.
Deborah langsung mengocok penis digenggaman tangan kanannya itu dengan penuh kelembutan. Sementara itu tangan kirinya mengusap-usap vaginanya sendiri yang mulai basah kembali. Rupanya ia pun tak sabar ingin digarap oleh pemuda itu. Dipindahkannya tangan kirinya yang sudah dibasahi lendir kenikmatannya ke penis Anto, dan dibalurinya penis yang menegang keras itu dengan lendirnya.
“Aaahh.. Angett Tantee..” Bisik Anto sambil memejamkan matanya.
“Hhhmm?? Anget? Aku punya yang lebih panas Sayang!” Tantang Deborah sambil mengarahkan bibir seksinya ke penis pemuda itu. Dan langsung dikulumnya penis dihadapannya dengan penuh nafsu.
“Ngghh.. Mmmhh..” Desahnya.
“Ooohh.. Iyaahh terusshh Tanteehh.. Ssshh..” Anto pun semakin meracau tak karuan.
Deborah menemukan kenikmatan yang lebih memacunya untuk terus mengerjai penis pemuda itu karena ia mencium dan merasakan aroma dan basah dari lendir kenikmatan yang berasal dari vaginanya sendiri. Dan itu membuatnya semakin liar menjilati benda yang panjang dan panas itu.
“Mmmhh.. Ssshh..” Bisik Anto tak henti-hentinya sambil mengacak-acak rambut Tante itu, sehingga rambut merah ikal Deborah yang semula diikat ke atas menjadi acak-acakan dan terlihat sangat menggairahkan.
Deborah berhenti sejenak dari kegiatannya mengelomoti penis pemuda itu, sambil teros berjongkok dihadapan Anto, ia menengadah menatap wajah pemuda itu dengan tatapan sayu penuh gairah. Melihat wajah Tante-Tante yang sedang terbakar oleh gairah seperti itu membuat Anto semakin tak sabar untuk segera menggarap Tante itu. Diacak-acaknya rambut Deborah dengan gemas.
“Kau ingin lebih panas Sayang? Hhmm?” Tantang Deborah dengan tatapan penuh nafsu..
“Siksa aku Tante! Siksa aku dengan tubuhmu!” Pinta Anto sambil terus mengacak-acak rambut Deborah.
“As you wish honey!” jawab Deborah sambil melucuti kancing blousenya dan rok spannya sendiri.
Deborah yang saat ini tinggal mengenakan bra dan celana dalam hitam berendanya kembali mengerjai penis Anto. Dikulum-kulum dan dijilatinya batang kemaluan pemuda itu hingga penis itu basah dilumuri oleh ludahnya sendiri. Deborah semakin menggila dan liar. Sampai-sampai bola matanya nyaris berputar kebelakang saat ia mengelomoti batang yang menegang dan panas itu. Sesekali digigitinya urat-urat kemaluan Anto yang menonjol-menonjol akibat tegangnya penis itu hingga pemuda itu meringis kesakitan.
Anto yang semakin tak sabar dan terbakar oleh gairah langsung saja menarik tubuh Tante itu agar berdiri dihadapannya, dan langsung saja Deborah menyerang bibir pemuda itu dengan penuh nafsu. Digigitinya pula bibir dan lidah Anto. Ia memang benar-benar sudah terbakar oleh nafsu.
“Tante, aku sudah nggak tahan nih!” pinta Anto sambil membalas kecupan-kecupan liar Tante itu.
“Aku juga Sayang! Cepat kerjai vaginaku To!” balas Deborah dengan tatapan sayu memelas penuh nafsu.”Sebentar kubuka BH dan celana dalemku dulu ya Honey!? Sabar Sayang!”.
“Nggak usah Tante! Aku suka ngeliat Tante Cuma pake pakaian dalem gitu,” pinta Anto, “Tenang aja, tetep nikmat kok!” sambungnya menenangkan Deborah sambil meremas-remas lembut gumpalan daging putih yang masih terbungkus bra hitam renda itu.
Anto langsung mendorong tubuh montok Tante itu agar membelakangi tubuhnya, kemudian diaturnya agar tubuh Deborah menungging. Deborah langsung menyadari, rupanya pasangannya ini ingin mengerjainya dalam posisi doggie style terlebih dahulu. Ia langsung mengambil ancang-ancang doggie style, bongkahan pantatnya yang montok mulus itu menghadap Anto, siap untuk dikerjai. Dengan paha yang lebarkan Deborah terlihat sangat menggairahkan saat itu. Dan hal ini semakin membuat Anto terangsang dan tak sabar. Pemuda itu langsung mengarahkan penisnya yang sudah benar-benar panjang dan tegang tepat ke arah vagina Tante itu. Tetapi saat ia melihat bongkahan pantat putih mulus dan montok yang masih terbungkus celana dalam hitam itu timbul keinginannya untuk menjilati liang anus Tante itu. Dan langsung saja ia menunduk ke arah pantat Deborah yang sedang menungging dan tak mengetahui bahwa Anto akan mengerjai anusnya terlebih dahulu, kemudian ditariknya celana dalam Deborah yang menutupi bagian vagina dan anusnya ke sebelah kanan tanpa membuka celana dalam itu, hingga tiba-tiba.. “Aaahh..”
Deborah merasakan sesuatu yang hangat dan basah mengusap liang anusnya dan Tante itu langsung saja merasakan geli yang amat sangat. “Kau apakan tadi To?”
Desah Deborah sambil menengok kebelakang, dan ia langsung mendapati pemuda itu sedang menjilati dan menciumi pantat dan anusnya dengan begitu rakus.Deborah benar-benar semakin menikmati permainan liar ini. Digeleng-gelengkannya kepalanya kesana kemari sampai rambutnya semakin acak-acakan. Dan pemandangan itu benar-benar sangat merangsang. Entah untuk keberapa kalinya kedua bola matanya itu nyaris berputar ke belakang saat tubuhnya mendongak ke atas mengimbangi kenikmatan yang ia dapatkan dari Anto.
Sementara itu Anto semakin giat saja mengerjai anus Tante itu. Entah keberapa kalinya ia membuat Deborah berteriak dan meringis kesakitan saat ia menggigit gemas bongkahan pantat Tante itu. Lidah pemuda itu menyapu-nyapu dari atas ke bawah, dari anus Deborah turun ke liang vagina Tante itu. Hal ini tentu saja semakin membuat Deborah menggelinjang kenikmatan. Tangan Deborah yang kanan berpegangan ke rak mainan disampingnya sementara tangan kirinya sibuk meremasi sendiri buah dadanya yang masih terbungkus bra hitam itu. Dipuntir-puntirnya sendiri putingnya yang masih ada dalam bungkus renda itu. Gesekan yang ditimbulkan oleh renda dan jemari tangannya pada putingnya benar-benar menambah rangsangan pada dirinya. Deborah semakin menggila, ia ingin dijadikan budak seks oleh Anto.
“Ooocchh.. Yaahh.. Ssshhtt..” racau Deborah,
“Terus ssaayyaang.. kkeerrjaaii akkuuhh.. oohh”
Tak henti-hentinya ia meremas payudara dan menjambaki rambutnya sendiri.
“Oh Tante.. Pantatmu begitu mulus.. Liang vaginamu begitu harum Tante..” racau Anto sambil terus menjilati anus dan vagina Deborah, mengeluar masukkan lidahnya ke dalam liang vagina dan anus Deborah bergantian.
Tiba-tiba Deborah merasa ada sesuatu yang akan meledak lagi dari dalam selangkangannya. Tubuhnya tergetar hebat. Anto pun merasakan vagina dan daerah selangkangan Tante itu mengejang dan bergetar hebat. Dan ia langsung menyadari bahwa Tante itu akan segera mendapatkan orgasme lagi, sehingga pemuda itu semakin mempercepat rangsangannya pada daerah selangkangan Tante itu, sampai tiba-tiba saat Anto menusukkan lidahnya pada vagina Deborah dalam-dalam, Tante itu tersentak sambil berteriak..
“Ooocchh.. Aaacchh.. Ggghhaahh.. Sshhiitt!!” racau Deborah dengan liarnya, dan.. crootss.. Untuk kedua kalinya wajah Anto tersembur oleh cairan kenikmatan yang muncrat dari dalam vagina Deborah.
“Ahh Ghiillaa..” teriak Deborah sambil tubuhnya mengejang dan kedua tangannya berpegangan pada rak dan lantai, kakinya direnggangkan penuh seakan-akan ia ingin memeras lebih banyak cairan yang keluar dari dalam rahimnya itu.
Beberapa menit kemudian tubuh montoknya langsung terkulai lemas berpegangan rak mainan di gudang itu dan mungkin karena tak kuat menahan sisa-sisa orgasmenya ia langsung terjatuh ke lantai karena seluruh persendiannya seakan-akan lepas dan sangat lemas.
Anto pun menghentikan kegiatannya untuk memberikan kesempatan istirahat pada Deborah. Tetapi ia tak menghentikan ciuman-ciuman dan jilatan pada daerah sekitar selangkangan Tante itu karena ia ingin membersihkan dan mereguk lagi lendir kenikmatan yang terus menetes dari dalam vagina Deborah.
“Aaacchh.. shhtt.. gelii Sayang.. ohhff.. Hentikann!!” desah Deborah saat Anto menjilat-jilati sekitar vaginanya yang masih terasa sangat peka.
“Mmmffhh.. Ohh yaahh.. Banjir Sayang?” bisik Deborah sambi melirik pada Anto yang terus mengerjai vaginanya yang masih berdenyut-denyut itu.
“Hmm.. Tante mau? Wangi banget Sayang!” jawab Anto sambil nafasnya tersengal-sengal penus nafsu.
“Mmmhh sini Sayang!” pinta Deborah sambil menarik rambut Anto agar mendekati menaiki tubuhnya.
Rupanya ia ingin menikmati lendir kenikmatannya lagi dari mulut pemuda itu. Anto langsung menuruti permintaan Deborah, lagi pula ia semakin tak sabar ingin menaiki tubuh montok dihadapannya itu. Perlahan-lahan ia menindih tubuh Deborah yang masih mengenakan pakaian dalamnya. Gesekan yang ditimbulkan oleh pakaian dalam Deborah yang berenda dengan tubuh Anto menimbulkan suatu sensasi yang merangsang gairah Anto.
“Kemari Sayang, naiki tubuhku! Merapatlah padaku To! Hsshh..” pinta Deborah sambil menarik dan memeluk rapat tubuh Anto. Mulut Anto yang masih mengulum cairan kenikmatan dari vagina Deborah langsung diarahkannya ke bibir Deborah yang sedang membuka seksi.
“Mmmhh..” desah Tante itu saat bibir Anto memagut bibirnya sambil meludahkan lendir kenikmatan dari vagina Deborah.
“Mmmhh Tante..” bisik Anto sambil mempererat dekapannya pada tubuh montok Deborah yang terasa makin panas dihari yang dingin itu, hal itu pun makin menimbulkan rangsangan pada tubuh Anto sehingga penisnya pun semakin menegang minta dipuaskan.
“Hmm.. Ada yang tegang tuh di bawah!” bisik Deborah seusai menelan habis cairan kenikmatan yang disodorkan Anto.
“Sudah siap Sayang?” tantang Anto sambil menciumi telinga dan leher Tante itu.
“Nnngghh.. Give me that Honey! Please..” pinta Deborah.
Langsung saja Anto bangun dari tubuh Deborah, kemudian dipelorotkannya celana dalam hitam Tante itu, lalu diaturnya posisi kaki Deborah agar mengangkang lebar. Terlihatlah dihadapannya vagina Deborah yang merekah. Walaupun sudah berumur, tetapi vagina Tante itu masih terlihat memerah segar, kontras dengan kulit Deborah yang putih. Bulu-bulu disekitar vagina Deborah terpotong rapi, menandakan bahwa Tante ini memang cukup memperhatikan organ kewanitaannya tersebut. Pemandangan itu semakin membuat Anto tak henti-hentinya menelan ludah. Dikocok-kocoknya penisnya sebentar, kemudian diarahkannya langsung ke vagina Deborah, digesek-gesekkannya di bagian labium mayora Deborah. Rupanya ia ingin menggoda Tante itu sebentar.
“Cepat To! Masukkan penismu! Aku nggak sabar Sayang! Please..” racau Deborah sambil meremasi buah dadanya yang masih terbungkus BH hitam berenda itu.
“Hmm.. Nggak sabar ya Tante? Tadi katanya nggak mau?” goda Anto sambil terus menggesekkan penisnya naik turun pada vagina Deborah.
“Ooohh Shit! Persetan dengan tadi! Pokoknya aku mau penismu didalam vaginaku sekarang! Ayo dong Sayang!?”
Rupanya Deborah sudah semakin tak sabar dan mempersetankan segalanya.
“Mmmhh.. Oohh.. “
Anto rupanya memang sengaja ingin mengalihkan perhatian Tante itu. Ia ingin mempermainkan Deborah, dan membuat Tante itu terlena dengan sumpah serapahnya, sampai tiba-tiba, saat Deborah tak menyadarinya….Bless…..
Melesaklah penis Anto yang besar, panjang dan panas berdenyut-denyut itu perlahan-lahan ke dalam vagina Deborah. Kejutan ini benar-benar mengagetkan Deborah. Kedua matanya melotot nyaris keluar. Entah karena kenikmatan yang dirasakannya atau karena rasa kagetnya, tetapi yang pasti ia sangat menikmatinya.
“Ooohh.. Gila kamu! Kenapa nggak bilang-bilang? Aaahh.. Ssshhtt.. Gillaahh.. Mmmhh..” racau Deborah.
Kali ini ia benar-benar merasakan kehebatan penis Anto. Denyutan penis Anto dalam vaginanya itu seakan-akan memompa lendir kenikmatannya semakin banyak keluar dari dalam vaginanya. Anto rupanya sengaja membiarkan pinggulnya tak bergoyang dahulu. Ia ingin menikmati saat-saat pertama kalinya penisnya itu berada dalam relung vagina Tante itu.
Penis itu terus berdenyut-denyut keras di dalam vagina Tante itu. Begitupun dengan vagina Deborah yang terus berkontraksi memijat-mijat benda asing yang sedang berada dalam relung kewanitaannya itu. Kedua mata mereka terpejam erat menikmati sensasi yang mereka rasakan. Sambil menikmati denyut demi denyut dari dalam vagina Deborah, Anto meremas-remas bongkahan pantat Tante itu penuh nafsu, tingkahnya mirip seorang anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan. Kenakalan Anto itu tentunya semakin membuat Deborah menggelinjang tak karuan. Denyutan vaginanya pun makin menggila, sehingga otomatis penis Anto semakin merasakan kenikmatan.
Keduanya saling berciuman. Berpagutan dengan liarnya tiada henti. Deborah menggigiti lidah dan bibir Anto sambil terus menekan dan membuat jepitan dalam vaginanya. Tante itu rupanya sudah berubah menjadi liar dan buas. Sesekali Deborah meludahkan air liurnya ke dalam mulut Anto yang sedang tergagap-gagap kenikmatan. Dikumur-kumurnya liur Tante itu oleh Anto sebelum ditelannya.
Perlahan-lahan Anto mencabut penisnya dari dalam vagina Deborah. Ia tak ingin melakukannya tergesa-gesa. Gesekan penisnya yang dilakukan perlahan namun pasti itu benar-benar menimbulkan sensasi yang menggilakan. Deborah semakin terpejam dan bibirnya yang dibalut lipstik merah menyala itu semakin terbuka seksi.
“Ooohh.. Mmmhh..” desah Tante itu mengiringi gesekan penis pemuda itu dalam vaginanya.
“Tann.. Tttee.. Aahh.. Ssshh.. Nikkmaatthh.. ” balas Anto.
“Iyyaahh.. Terushh Too.. ” bisik Deborah.
Dicabutnya perlahan penis itu oleh Anto hingga keluar dari dalam vagina Deborah. Hal ini menimbulkan kekecewaan yang besar dalam hati Deborah. Ia masih menginginkan penis itu berada dalam relung kewanitaannya, mengobok-obok vaginanya penuh nafsu, ia ingin menduduki penis itu hingga melesak jauh ke dalam vaginanya, ia ingin dijadikan budak nafsu pemuda yang baru saja dikenalnya itu, ia semakin mempersetankan semuanya. Sementara itu dengan senyum penuh menggoda, Anto hanya memandangi wajah kecewa Deborah sambil mengocok-ngocok penisnya yang basah dibaluri lendir kenikmatan dari dalam vagina Deborah.
“Please.. Too.. Kerjai aku lagi Sayang! Perkosa aku sekarang juga!” racau Deborah makin tak karuan.
Kali ini jemari lentiknya menggantikan penis Anto bermain di sekitar kemaluannya. Digosok-gosoknya vaginanya yang semakin terasa gatal itu. Deborah benar-benar menginginkan penis Anto. Sambil mengelus-elus dan mengeluar masukkan jari tangan kanannya ke dalam vaginanya, ia terus menggelinjang dan merintih. Sementara itu tangan kirinya tak henti-hentinya meremas-remas payudaranya sendiri.
“Please.. Too.. Garap akuuhh.. Perkosa akuuhh.. Hamili aku! Perlakukan aku sesukamu Sayang! ” racau Deborah makin menggila.
Anto terus menggoda Tante itu, sambil mengocokkan penisnya di hadapan Deborah. Hal ini tentunya makin membakar gairah Deborah. Dirinya semakin mendesis-desis dan menggeliat tak karuan.
Tak kuat melihat pemandangan menggiurkan di hadapannya, Anto langsung mendekati Deborah, memeluk tubuh montok Tante itu dan menindihnya penuh nafsu. Bibir seksi Deborah langsung menyambut pagutan panas pemuda itu. Dihisapnya lidah nakal Anto yang langsung menjilati seluruh permukaan bibirnya. Deborah begitu menikmati sensasi permainan ini. Ia semakin melupakan kejadian pemerkosaan tadi dan justru semakin dibuat menggila oleh pemuda itu. Tak terhitung lagi berapa kali lendir pelumas keluar dari dalam vaginanya yang semakin terasa panas bila bergesekan dengan paha atau penis Anto. Rupanya Anto pun menyadari hal ini. Ia telah berhasil membakar gairah Tante itu sepanas-panasnya. Dan ia pun semakin tak sabar untuk mendorong masuk lagi penisnya ke dalam vagina Tante itu.
“Aku nggak kuat lagi Sayang! Kumasukkan sekarang ya!?” pinta Anto sambil menciumi wajah Deborah, sementara tangan kanannya mengocok penisnya yang telah menegang penuh tepat diantara selangkangan Deborah yang mengangkang lebar.
“Gila kau Sayang! Kenapa nggak dari tadi? Aku juga sudah nggak kuat! Cepat masukkan Thoo! Ssshh..” racau Deborah sambil mengangkat pinggulnya mengarahkan vaginanya yang merah basah, kontras dengan kulit putih mulusnya mendekati penis Anto yang menegang dipenuhi urat-urat. Dan tak lama kemudian.. Blesshh.. Melesaklah penis itu ke dalam vagina Deborah perlahan-lahan.
“Ssshh.. Ooohh.. Teruusshh Sayang.. Mmmhh” bisik Deborah sambil mulutnya menganga lebar dan matanya terbelalak, pertanda ia amat menikmati penetrasi itu.
“Tantee.. Nnngghh..” desah Anto menyertai gerakan pinggulnya mendorong masuk penisnya perlahan-lahan ke dalam vagina Deborah. Ia amat menikmati setiap inci rongga vagina Deborah yang dilewati penisnya. Vagina itu begitu kenyal, panas, basah dan terasa berkedut-kedut seakan-akan sedang memijat penisnya yang sedang berada di dalamnya.
Saat penisnya sudah berada penuh didalam vagina Tante itu, tanpa membuat gerakan apapun, keduanya menikmati sensasi demi sensasi yang mereka rasakan. Tanpa langsung mengocokkan penisnya, Anto menciumi seluruh bagian tubuh Deborah yang berada dalam jangkauannya bibir dan lidahnya. Dipilinnya puting Tante itu dengan menggunakan giginya. Diseruputnya berulang-ulang puting itu penuh nafsu. Sesekali ia menyupang buah dada Tante itu, sehingga disana-sini meninggalkan garis merah yang kontras dengan warna putih kulit payudara Deborah.
Keduanya semakin terbakar gairah, hingga di satu saat, keduanya tak kuat lagi menahan nafsu yang tertahan, tanpa dikomando oleh salah satu dari mereka, baik Anto maupun Deborah membuat gerakan yang mengejutkan dengan sama-sama mengangkat pinggul mereka sejauh mungkin tetapi tanpa melepaskan ujung penis Anto, kemudian secara berbarengan keduannya saling menghujamkan pinggul dan selangkangan mereka.
“Aaahh yyhhaahh.. Ssshh..” teriak Deborah saat penis Anto melesak masuk dengan cepat ke dalam vaginanya dan mentok menabrak dinding rahimnya.
“Ggghhaahh.. Oooffhh.. Mmmhh..” racau Anto tak kuat menahan suaranya sendiri.
Kemudian keduanya langsung saling berlomba mengayunkan pinggul mereka. Anto yang sudah menahan nafsu sejak tadi langsung memompa vagina Deborah secepat mungkin. Begitupun dengan Deborah, ia mengangkangkan selebar mungkin pahanya yang putih mulus dan mengimbangi gerakan pinggul Anto dengan sedapat mungkin menyambut penis pemuda itu dengan vaginanya bila ia merasakan pinggul Anto bergerak ke arahnya.
Keduanya langsung saja saling berlomba untuk memberikan yang terbaik buat pasangannya dan saling mengejar meraih kenikmatan. Ruangan itu pun langsung dipenuhi suara erangan kenikmatan keduanya diiringi decak becek dari vagina Deborah dan sayup-sayup terdengar suara hujan yang makin lama makin deras sehingga semakin menimbulkan hawa dingin yang justru makin membuat keduanya terbakar nafsu.
Deborah begitu menikmati permainan pinggul Anto. Jujur saja dalam hatinya ia mengakui bahwa permainan pemuda itu begitu hebat sampai-sampai terkadang ia tak sempat mengambil nafas. Anto mengayunkan pinggul begitu cepatnya seakan-akan ia sedang diburu-buru oleh suatu hal sehingga ia ingin cepat-cepat mengakhiri permainan ini. Erangan Deborah yang terbata-bata akibat serangan goyangan pinggul Anto yang begitu cepatnya justru semakin membakar Nafsu Anto. Ia begitu menikmati saat memandangi wanita yang sedang disetubuhinya itu mengerang tak jelas dan kadang-kadang meneriakkan umpatan kasar dan jorok yang secara tak sadar keluar dari mulut seksi Deborah yang sedang diperbudak oleh gairah.
“Ooohh.. Masukkan penismu lebih dalam Sayang! Puaskan dirimu! Perkosa aku! Hamili Aku! Aaahh.. Aahh.. Yyyiiaahh.. Mmmhh.. Ooohh.. Ttterrusshh.. Yyyaahh.. Therusshh.. Nnngghh.. SSsshshh..” racau Deborah sambil kedua tangannya mempermainkan dan meremas payudaranya sendiri.
“Ooohh.. Tante.. Mmmhh.. Tannttee.. Nikmat banget Sayang! vaginamu nikmat banget Tante!!” racau Anto terbata-bata.
“Ttterruusshh.. Yyyiiaahh.. Mmmhh.. Perkosa aku! Aku pelacurmu Thoo.. Puaskan dirimu! Ayoohh..”
Deborah semakin menggelinjang tak karuan dan semakin menggila oleh nafsu.
“Ayoo Sayang.. Hamili aku! Perkosa aku! Aku budakmu Sayang! Teruss.. Ohh.. Ooohh.. Ghhaahh..”
Mereka bermain dengan posisi Deborah mengangkang lebar-lebar dengan kakinya bertumpu pada rak mainan di kanan kirinya sambil kedua tangannya terus bergerilya ditubuh Anto atau tubuhnya sendiri meremas-remas buah dadanya dan menjambaki rambutnya sendiri. Sedangkan Anto terus bertahan diatas tubuh Tante itu dengan lutut yang bertumpu ke lantai dan mulutnya yang terus mengecupi seluruh bagian tubuh Deborah yang bisa dijangkaunya. Pinggulnya terus memompa vagina Deborah dengan tempo cepat sehingga keduanya benar-benar bermandikan keringat. Sesekali Anto menjilati tubuh Tante itu yang basah oleh keringat. Dijilatinya dengan keringat yang bercampur dengan aroma parfum dari tubuh Tante itu. Mereka bertahan dengan posisi itu selama beberapa menit sampai akhirnya Anto merasa pegal di kedua lututnya karena terus menumpu bobot badannya. Tak lama kemudian Anto mengajak Deborah untuk berganti posisi yang langsung disetujui oleh Tante itu.
Kali ini Deborahlah yang menentukan posisi permainan mereka. Ia langsung mendorong tubuh Anto agar berbaring dilantai yang dingin itu, kemudian Tante itu langsung menggenggam erat penis Anto, dikocok-kocoknya sebentar, kemudian dijilatinya penis yang basal dilumuri oleh lendir dari vaginanya sendiri. Deborah begitu menikmatinya. Dijilatinya hingga tak ada lagi sisa lendir dari vaginanya yang menempel di penis Anto. Pemuda itu makin terangsang oleh permainan Deborah. Ia benar-benar menikmati pemandangan Deborah yang sedang menjilati lendir dari vaginanya sendiri tanpa rasa jijik.
Sepertinya Tante itu benar-benar haus akan kenikmatan. Tak ada bagian dari batang kemaluan pemuda itu yang luput dari garapannya. Sampai-sampai terkadang pinggul Anto dibuatnya mengangkat bila lidahnya bermain menjilati bola kembar milik Anto dan menjilati lubang anus Anto. Setelah penis Anto bersih dari lendir kenikmatannya, Deborah langsung berdiri, memutar, mengambil posisi berlawanan dengan Anto, kemudian ia berjongkok dengan posisi pantat dan vaginanya tepat dihadapan wajah pemuda itu.
“Jilati Sayang! Puaskan rasa hausmu! Ssshh..” pinta Deborah penuh nafsu.
“Mmmhh.. Harum banget Tante! Sssllrrpp..” bisik Anto sambil memulai permainannya menjilati vagina dan anus Deborah yang berjonkok tepat diatas wajahnya.
“Aaahh.. Ssshh.. Nikmatt Tttoo!! Terrusshh.. Iyyaahh.. Mmmppffhh..” racau Deborah.
Jemari Anto ikut memainkan vagina Deborah, sehingga sesekali Deborah menjerit kecil bila ia merasakan 1, 2 atau 3 jari Anto masuk ke dalam vaginanya.
“Aawww.. Nakal kamu To!” Jerit Deborah saat ia merasakan Anto menggigit klotorisnya.
Dan.. Seerr.. Langsung saja vaginanya bergetar hebat dan Deborah pun mendapatkan orgasme entah keberapa kalinya, Tante itu pun semakin merem melek dibuai permainan Anto. Anto yang menyadari bahwa Deborah baru saja mendapatkan orgasmenya langsung mencaplok vagina dihadapannya, dijilati dan dihisapnya kuat-kuat berharap agar ia pun mendapat jatah lendir kenikmatan yang keluar membanjiri vagina Tante itu.
“Aaahh.. Ggghaahh.. Gellii Sayang! Ampun! Ooowww.. Mmmhh..” racau Deborah, karena ia merasakan kegelian dan kenikmatan yang amat sangat saat Anto menghisap-hisap dan menjilati vaginanya yang baru saja merasakan orgasme itu.
Vaginanya semakin berkedut-kedut tak karuan. Deborah memejamkan matanya erat-erat menikmati perasaan yang membuatnya melayang itu. Ditengah-tengah buaian orgasmenya, antara sadar dan tak sadar ia merasa ingin kencing dan tak kuat untuk menahannya. Perasaan kebelet kencing itu benar-benar mendadak dan tak tertahankan, sampai-sampai..
“Sebentar Sayang! Ahh Stopp!” pinta Deborah sambil mengengkat pinggulnya menjauhi wajah Anto yang sedang didudukinya itu.
“Kenapa Tante?” Tanya Anto keheranan.
“Aku..”
Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba.. Serr.. Keluarlah air kencing Deborah dari dalam vaginanya langsung menyembur wajah Anto hingga pemuda basah kuyup.
“Ahh.. Maaf!” ujar Deborah benar-benar merasa tak enak.
“Wow.. Mmmhh..”
Rupanya kejadian itu justru membuat Anto kegirangan dan langsung saja mencaplok vagina Deborah yang masih mengangkangi wajahnya dan sedikit-demi sedikit masih meneteskan air kencingnya. Diraup dan diteguknya cairan yang masih menetes itu langsung dari sumbernya.
“Hei! Itu jorok kan!? Mmmhh.. Aaahh..” desis Deborah sambil menahan geli karena tak henti-hentinya mulut Anto menyedot-nyedot vaginanya.
“Jorok? Nikmat banget Sayang! Tante mau?” ujar Anto sambil berusaha bangun setelah mengecup kecil klitoris Deborah, langsng mendekati wajah tente keheranan Tante itu.
“Hmm.. Kayaknya nikmat juga deh! Sini Sayang!” pinta Deborah sambil menarik wajah Anto dan langsng menjilati seluruh bagian wajah itu. Bahkan ia sempat mencaplok dan menyedot sisa-sisa air kencingnya yang dikulumkan oleh Anto untuknya.
“Hhh.. Nikmat Sayang! Aku benar-benar dibuat gila olehmu Sayang!” racau Deborah sambil terus menjilati sisa-sisa air kencingnya sendiri yang membasahi dada dan leher Anto. Dalam hatinya ia mengakui kelihaian pemuda itu dalam membuai nafsunya. Belum pernah ia diperlakukan seperti ini oleh siapapun, terlebih suaminya yang seringkali tak pernah membuatnya puas seperti saat ini.
Setelah puas menjilati wajah, leher dan dada Anto yang berlepotan dengan air sisa-sisa air kencingnya sendiri itu, Deborah langsung bangkit berdiri, kemudian mengambil posisi mengangkangi penis Anto yang masih menegang dengan gagahnya. Anto yang terlentang di lantai memandangi tubuh montok Deborah yang membelakanginya dan saat ini tengah mengarahkan selangkangannya tepat diatas penisnya. Dipandunya pinggul Tante itu dengan memegangi bongkahan pinggul Deborah agar segera melesakkan vaginanya dihadapan penis Anto. Pemandangan dihadapan pemuda itu begitu menggiurkan. Bongkahan pantat yang putih mulus, selangkangan yang sedang mengangkang lebar dan perlahan-lahan turun mendekati penisnya, dan lubang anus yang kemmerahan, kontras dentgan kulit putih mulus Deborah.
Tak henti-hentinya Anto menelan ludahnya sendiri. Ia benar-benar tak sabar untuk menyatukan raga bagian bawah mereka lagi. Dan tanpa diduga, ternyata Deborah memang sengaja mempermainkan Anto. Ia tak langsung membiarkan penis dibawahnya itu melesak masuk ke dalam relung vaginanya. Diputar-putarnya pinggul montoknya tepat di atas penis Anto, hingga terkadang vagina atau lubang anusnya bergesekan dengan kepala zakar milik Anto, yang semakin membuat Anto melenguh dan menggelinjang tak karuan.
“Ayo Tante! Jangan nakal gitu dong!” bisik Anto tak sabar.
“Biar tahu rasa kau! Ya gitu itu nggak enaknya kalau digodain To! Biar sekalian kamu tahu kalau aku juga bisa nakal Sayang! Kerling Deborah.
“Wah, Tante nakal banget sih! Sini kupukul pantat montoknya!” ujar Anto sambil kemudian menampar gemas bongkahan bokong Deborah. Plak’..
“Aawww.. Ssshh..” teriak Deborah kaget.
“Ok deh kalau sudah nggak sabar gitu!”.
“Cepetan Tante! Aku sudah mulai gila nih!” rujuk Anto sambil mengelus-elus bongkahan kanan pantat putih yang sekarang memerah akibat tamparan gemasnya tadi.
“Hhh.. Biar tahu rasa kamu Sayang!” ujar Deborah sambil menggeraikan rambut ikalnya kekiri, kemudian dengan tangan kanannya masih berpegangan pada rak, tangan kirinya menggenggam penis Anto yang semakin menegang dan dipehuhi urat-urat itu kemudian membimbingnya melesak perlahan-lahan masuk ke dalam belahan vaginanya.Blleesshh..
“Ooohh.. Ssshh..” desah Deborah penuh kenikmatan.
“Mmmhh.. Terush Tante.. Nikmat dan hangat!” bisik Anto sambil meregangkan kakinya lebar-lebar dan semakin menyorongkan pinggulnya mendekati selangkangan Deborah.
Deborah terus menekan selangkangannya menerima hujaman penis Anto dari bawah. Badannya membelakangi tubuh Anto. Kepalanya menunduk menahan rasa nikmat yang menggelora dibagian selangkangannya. Kali ini kedua tangannya berpegangan pada rak disampingnya. Tubuhnya berjongkok sambil sedikit memutar pinggulnya berharap agar setiap sisi relung vaginanya dapat tersentuh oleh denyut penis pemuda itu. Bola matanya nyaris berputar ke belakang dan tak henti-hentinya ia menggigit bibirnya sendiri sambil mengeluarkan suara desah kenikmatan.
Setelah Deborah merasakan kepala zakar Anto sudah membentur mentok dalam vaginanya, masih dalam posisi berjongkok ia terdiam, menikmati sensasi yang dirasakannya jauh dalam liang kewanitaannya itu. Denyut demi denyut yang dirasakannya dari penis Anto benar-benar membuat dirinya semakin terbuai akan kenikmatan itu sampai-sampai ia bisa saja nyaris tertidur dalam kenikmatan. Hingga tiba-tiba Anto menepuk bongkahan kanan pantat, dan meminta Deborah agar mengangkat pantatnya.
“Naikkan sedikit pantatnya Tante!” pinta pemuda itu sambil mendorong pantat Deborah.
Gerakan itu otomatis membuat penis Anto yang sedang tertancap jauh dalam vagina Deborah menjadi sedikit tercabut sampai bagian kepala penis Anto. Sehingga menimbulkan gesekan yang membuat keduanya melenguh kenikmatan.
“Mmmhh.. Nikmat Sayang!” bisik Deborah sambil merasa tak rela karena kenikmatannya terganggu. Tetapi ia langsung mengerti bahwa pemuda itu pasti hendak berbuat sesuatu yang lebih liar pada dirinya.
“Ssshh.. Sabar! Sebentar Sayang!” bisik Anto menenangkan Deborah.
Setelah Anto merasakan posisinya pas ia melepaskan pegangannya pada bokong Tante itu, kemudian kedua lengannya bertumpu pada lantai, dan dengan kaki yang sedikit dibuka ia mengayunkan pinggulnya ke atas.Blesshh……penisnya langsung menyeruak masuk ke dalam vagina Deborah yang terpampang tepat diatasnya. Tepat setelah penis yang menegang penuh dan dipenuhi urat menonjol itu menghentak mentok bagian dalam vaginanya, Anto langsung mencabutnya sedikit, kemudian mulai mengocoknya dengan tempo yang cepat dan konstan. Keduanya langsung merasakan kehangatan dibagian selangkangan mereka. Deborah mendesis seperti orang yang sedang kepedasan. Kepalanya membanting-banting liar menggeraikan rambut ikal kemerahannya. Ia terlihat semakin binal dan liar.
“Yiiaahh.. Ssshh.. Terush Sayang! Terus!” teriak Deborah saat menerima kocokan penis Anto dalam vaginanya. Sementara tubuhnya tergoncang-goncang naik turun dengan tangannya tetap berpegangan erat pada rak mainan.
“Ohh.. Nikmat Tante! vaginamu nikmat! Terus Tante! Puaskan dirimu! Ssshh..” desis Anto sambil terus mengocok vagina Deborah dan mengimbangi gerakan naik turun Tante itu.
“Terus To! Hamili aku! Perkosa aku! Jadikan aku pelacurmu Sayang! Yaahh.. Yiiaahh.. Nngghh.. Ohff..” teriakan Deborah makin tak beraturan. Ia semakin mempersetankan semuanya.
“Tante! Tante! Terus Tante! Nikmat banget Tante!” racau Anto.
Mereka terus bertahan dalam posisi itu sampai kira-kira 10 menit, kemudian Anto meminta Deborah menungging sambil tetap membelakangi dirinya. Deborah mengerti keinginan pasangannya itu. Ia pun amat menikmati bersenggama dengan posisi doggie style. Ia langsung menungging membelakangi Anto, dibukanya lebar-lebar kedua kakinya, kemudian ia menoleh ke belakang menatap Anto sambil menyibakkan rambutnya. Pemandangan itu terlihat seksi sekali bagi Anto.
Dihadapannya kali ini terpampang seorang Tante-Tante yang terbakar gairahnya, sedang membuka lebar-lebar pahanya, vaginanya yang baru saja dikocoknya itu terlihat merah merekah dan sedikit membengkak. Lubang anus Deborah terlihat juga ikut berkedut-kedut, mungkin akibat kocokan penisnya pada vagina Tante itu. vagina Deborah terlihat mengeluarkan lendir putih yang menggiurkan, pertanda Tante itu sudah benar-benar terangsang dan ingin segera dipuaskan. Mata Deborah yang sayu menandakan ia ingin segera digarap dan dipuaskan. Anto yang juga ikut bangkit dari posisinya semula, memegangi pinggul Tante itu dari belakang. Ia bahkan sempat menjilati vagina Deborah yang dilumuri lendir putih. Ditelannya cairan kenikmatan itu dengan panuh nafsu.
“Aawww..” teriak Deborah saat pemuda itu melumat vaginanya dan menyedotnya penuh nafsu.
Setelah Anto puas dan merasa vagina Deborah sudah bersih dari lendir pelumasnya, ia langsung bangkit dan mendekatkan penisnya pada pada vagina Deborah. Dibimbingnya penis yang menegang penuh itu agar sedikit melesak masuk dibelahan vagina Tante itu. Deborah semakin tak sabar untuk segera menerima kocokan penis Anto di dalam vaginanya yang terasa semakin berdenyut tak karuan itu. Ia mendorong-dorongkan pinggulnya kebelakang, berharap agar penis Anto segera menyeruak ke dalam vaginanya.
Anto yang juga sudah tak sabar untuk memasukkan penisnya lagi ke dalam vagina Deborah langsung mendorongkan pinggulnya ke depan, dan….Blleesshh…..
“Mmhh.. Nikk.. Mmatthh..” bisik Deborah lirih.
“Ohh Tante!” Anto pun tak mampu berkata apa-apa.
“Nngghh.. Nikmat banget Sayang! Aku suka!” bisik Deborah sambil menundukkan kepalanya hingga rambutnya jatuh terurai ke lantai.
Anto kembali mengayunkan pinggulnya perlahan. penisnya keluar masuk vagina Tante itu perlahan-lahan, dan menyebabkan vagina Deborah yang terasa masih seret itu sesekali ikut tersedot keluar, kemudian saat Anto mendorong penisnya masuk, vagina itu melesak masuk ke dalam. Benar-benar pemandangan yang menggiurkan.
Mereka bermain dalam tempo yang lambat. Deborah pun tak henti-hentinya meracau dan terkadang mulutnya yang seksi itu mengeluarkan sumpah serapah dan kata-kata kotor lainnya.
“Terus To! Hamili aku gigoloku! Oohh.. Nnngghh.. Gila penismu nikmat banget Sayang!” racau Deborah.
“Yiiaahh Tante! vaginamu benar-benar gila! penisku bisa-bisa nggak mau lepas nih! Ohh.. Ssshhtt” teriak Anto sambil sesekali menampari bokong Tante itu dengan gemasnya. Plak, plak..
“Puaskan dirimu To! Aku pelacurmu! Keluarkan spermamu dalam vaginaku Sayang! Ooohhff.. Nngghh..” Deborah semakin menggila.
Lama-kelamaan ayunan pinggul mereka semakin cepat, seakan-akan ada sesuatu yang dikejar. Teriakan dan desis keduanya berubah menjadi lenguhan. Keringat mereka bercucuran disana sini. Terkadang Anto pun menjilati punggung Deborah yang dibanjiri keringat itu. Pegangan Anto pun berpindah dari pinggul Deborah ke pundak Deborah. Tangan kanannya memegang erat pundak Tante itu, sementara tangan kirinya menjambak rambut ikal Deborah. Ia terlihat memperlakukan Tante itu dengan liarnya. Pinggulnya mengayun dengan cepat. Suara liar mereka berpadu dengan decak becek yang timbul dari kocokan penis Anto pada vagina Deborah. Bola mata Deborah nyaris berputar kebelakang saking nikmatnya. Rasanya belum pernah ia diperlakukan sebegini liarnya oleh siapapun. Ia pun benar-benar dilupakan akan statusnya sebagai ibu dari anak-anaknya dan istri dari suaminya. Ia bahkan mempersetankan suaminya. Ia ingin terus diperlakukan seperti ini oleh pemuda yang baru saja dikenalnya ini. Ia tak ingin kembali ke pelukan suaminya yang lebih sering membuat vaginanya terasa geli daripada nikmat. Deborah benar-benar semakin mempersetankan segalanya.
Tiba-tiba ia merasakan vaginanya berdenyut tak karuan, selangkangannya pun bergetar gila-gilaan. Ia sadar bahwa dirinya akan merasakan orgasme atau bahkan multi orgasme. Sesuatu yang teramat jarang dirasakannya bila sedang bersama suaminya. Sebenarnya ia tak ingin mendapatkan orgasmenya cepat-cepat, tetapi hati kecilnya menginginkan sesuatu yang teramat jarang didapatkannya itu. Teriakannya pun semakin liar. Goyangan pinggulnya semakin tak karuan. Dan ia pun menyadari bahwa ayunan pinggul Anto semakin menggila dan lebih cepat dari sebelumnya. Membuatnya tak sempat untuk meminta pemuda itu agar memperlambat ayunannya, bahkan untuk menarik nafas pun terasa sulit.
“Tan.. Tee aku mau keluar nih!” teriak Anto.
“Oh, yah.. Terus Sayang! Keluarkan didalam saja! Hamili aku! Beri aku anakmu Sayang! Teruusshh..!”
Deborah pun semakin tak dapat menahan orgasmenya sampai tiba-tiba.. vaginanya berdenyut hebat dan selangkangannya terasa bergetar gila-gilaan lagi, ia pun sadar bahwa ia tak akan mampu menahannya. Deborah pun pasrah menerima kocokan demi kocokan penis pemuda itu dalam vaginanya. Begitupun halnya dengan Anto yang juga sudah mendekati puncaknya, ia mempercepat ayunan pinggulnya mendorong keluar masuk penisnya dalam vagina Deborah, sampai tiba-tiba.. Pinggulnya menegang, seakan-akan memompa sesuatu yang akan meledak dari dalam selangkangannya. Ia bahkan sempat melihat Deborah menghempaskan rambutnya kesamping. Pemandangan itu benar-benar seksi.
Dan…..Croott….Meledaklah larva panas dari dalam saluran sperma Anto. Memuntahkan bermili-mili liter air mani yang panas ke dalam vagina Deborah.
“Nnngghh.. Oohhff.. Tann.. Tee.. Hhh..” lenguh Anto sambil menghujamkan penisnya dalam-dalam ke dalam vagina Deborah.
Deborah yang merasakan semburan lahar panas dalam vaginanya semakin tak dapat menahan orgasmenya. Selangkangannya yang sejak tadi bergetar hebat dan vaginanya yang berdenyut gila-gilaan mencapai suatu titik yang membuatnya tak dapat menahan suaranya sendiri.
“Aaahh.. Ggghhaahh..” teriak Tante itu sambil menekankan dalam-dalam vaginanya dengan penis Anto. Ia pun mungkin tak sadar bahwa teriakannya memenuhi ruangan gudang itu.
“Ohh terus Tante! Terus Sayang!” teriak Anto yang menyadari Deborah baru saja mencapai orgasmenya. Ia terus menekan dan menempelkan erat-erat penisnya agar semakin melesak masuk ke dalam vagina Deborah.
Keduanya merasakan denyut yang gila-gilaan pada raga bagian bawah mereka. Mereka benar-benar menikmati sensasi yang baru saja mereka rasakan. penis Anto terus berdenyut-denyut memompa sisa-sisa air maninya ke dalam vagina Deborah. Begitu pun vagina Deborah, terus bergetar dan berdenyut tak karuan. Mereka bertahan dalam posisi doggie style seperti itu sambil terus menikmati sisa-sisa orgasme yang seakan-akan tak akan hilang dari raga bagian bawah mereka.
Deborah merasa lemas pada bagian lututnya. Ia tak sadar bahwa ia telah bertumpu pada posisi seperti ini dalam waktu yang cukup lama. Selain itu, ia baru saja mendapat orgasme yang sanggup melemaskan seluruh persendiannya.
“Lepas dulu Sayang! Lututku pegel nih! Pelan-pelan tapi ya! Aku sebenernya nggak ingin lepas,” pinta Deborah pada Anto yang masih menancapkan kejantanannya pada lubang vagina Deborah.
“OK Tante!” bisik Anto sambil mencabut penisnya yang sudah mulai melemas tetapi tetap terlihat besar itu.
“Ssshhtt.. Ooohh..” desis Deborah saat Anto mencabut penis yang menancap dalam vaginanya. Ada perasaan geli yang bercampur nikmat saat perlahan-lahan penis pemuda itu tercabut dari vaginanya.
Deborah berguling ke lantai, bersandar pada tumpukan kardus, dengan posisi mengangkang sambil tangan kanannya mengelus-elus vaginanya yang masih berdenyut-denyut dan tangan kirinya meremasi buah dadanya. Tangan kanannya merasa ada sesuatu yang keluar dari dalam vaginanya. Diraupnya lendir kenikmatannya sendiri yang bercampur dengan air mani Anto, kemudian dijilatinya dengan penuh nafsu. Matanya terbuka sayu dan rambutnya terurai acak-acakan. Pemandangan yang benar-benar membuat jantung Anto berdegub tak karuan.
Anto pun tak ingin ketinggalan bagian nikmat ini. Didekatinya vagina Deborah. Dijilatinya vagina yang masih basah itu dengan penuh nafsu. Dikulum dan disedotnya berkali-kali gundukan daging yang membengkak merah dan mengeluarkan lendir putih dihadapannya itu. Diperlakukan seperti ini Deborah pun menggelinjang tak karuan. Dijambakinya rambut pemuda itu. Ditekannya wajah Anto pada vaginanya. Perasaan campuran antara geli dan nikmat itu semakin menggila. Merasa perlakuannya mendapat sambutan, Anto pun semakin mempergencar lumatan demi lumatannya pada vagina Deborah..
“Gila kau Sayang! Masa masih kurang? Ooohh.. Terusshh! Mmmhh..” desah Deborah sambil menggelinjang tak karuan.
“Nggak mau nih Tante? Beneran?” Goda Anto disela-sela jilatannya pada vagina Deborah.
“Ooohhff.. Terush Sayang! Jangan berhenti! Nnngghh.. Nikk.. Mmaatthh..” desah Deborah.
Anto terus menjilati vagina Tante itu. Lidahnya yang kasar dikeluar masukkannya dalam vagina Deborah membuat Tante itu semakin diperbudak oleh rasa nikmat. Tempo permainan lidah Anto dalam relung kewanitaan Deborah berubah-ubah. Sesekali lidah kasar itu menyapu lembut vagina Deborah hanya pada bagian luarnya saja, dengan jemari Anto menguakkan labium mayora Deborah. Terkadang lidah itu menegang dan menyeruak masuk ke dalam vagina Deborah, membuat Tante itu melonjak kenikmatan.
Deborah merasa beruntung, belum pernah ia merasakan kenikmatan seperti ini. Terlebih berbuat liar seperti yang tengah ia lakukan dengan pemuda yang baru dikenalnya dan semula hendak memperkosa dirinya. Tante itu meremas-remas payudaranya sendiri dengan liar. Dipilin-pilinnya puting miliknya dengan penuh nafsu. Mulutnya pun tak henti-hentinya mengeluarkan erangan dan desahan penuh kenikmatan. Ia benar-benar diperbudak dan dipermainkan kenikmatan. Hingga suatu saat, ia merasa pinggul dan selangkangannya bergetar hebat lagi sedang vaginanya berdenyut-denyut lebih tak karuan dibanding orgasmenya tadi, ia langsung menjambak rambut Anto dan menekan kepala Anto semakin merapat dengan selangkangan dan vaginanya. Anto yang juga menyadari hal itu semakin buas dalam menjilati liang vagina dan menghisap-hisap labium mayora Tante itu.
Ia sadar bahwa Deborah akan mendapatkan orgasmenya lagi. Deborah sendiri merasa sangat keheranan saat ia merasakan sensasi itu lagi. Pikirnya mustahil ia mendapatkan orgasme yang hebat lagi, terlebih setelah orgasme trakhirnya yang langsung meloloskan seluruh persendiannya. Tetapi ia pun sangat menikmatinya. Digoyang-goyangkan pinggulnya mengimbangi irama permainan lidah dan mulut Anto. Semakin didekapnya kepala dan wajah pemuda diantara selangkangannya, sampai tiba saatnya ia tak dapat menahannya lagi, dan.. Crroottss.. Seerr..
“Ssstt.. Ssstt.. Aaahh.. Ggghhaahh..” teriak Deborah tak kuasa menahan suaranya yang memenuhi gudang itu.
Keduanya langsung terkejut karena ternyata dari dalam liang vagina Deborah yang sedang dijilat dan dihisap oleh Anto tersemburlah bermili liter lendir kenikmatan berwarna putih kental yang menyembur keluar berbarengan dengan air kencing. Rupanya Tante itu mendapat multi orgasme yang hebat sampai-sampai ia tak dapat menahan kencingnya sendiri yang langsung menyembur wajah Anto yang sedang berada tepat dihadapannya.
Anto yang menyadari hal itu langsung saja tak menyia-nyiakan kesempatan itu, dijilatinya sekitar selangkangan Deborah yang dibanjiri oleh lendir kenikmatan dan air kencing Tante itu. Ditelannya semua yang berhasil ia jilat dan kulum dalam mulutnya. Hal ini tentunya membuat Deborah yang sedang mengalami masa relaksasi meringis-meringis kegelian dan men desah- desah tak karuan menahan rasa geli yang melanda seluruh bagian selangkangannya. Tetapi tubuh montoknya benar-benar lemas hingga ia nyaris tak sanggup mendorong dan menyingkirkan kepala Anto yang berada siantara selangkangannya dan sedang sibuk menjilati vaginanya dengan rakus.
Anto pun bangun dan mendekati Deborah yang sedang terpejam menikmati sisa-sisa orgasmenya. Didekatkannya mulutnya yang sedang mengulum lendir kenikmatan dan air kencing Deborah ke mulut Tante itu, kemudian dikecupnya bibir Deborah yang sedang menganga seksi. “Nngghh..” Lenguh Deborah.
Anto langsung menyodorkan kulumannya untuk dibagi dengan Tante itu, yang langsung saja disambut penuh nafsu oleh Deborah. Dilumatnya mulut Anto yang dipenuhi dengan lendir kenikmatan dan air kencingnya sendiri, kemudian ditelannya hingga tak bersisa. Deborah benar-benar puas dengan permainan mereka, begitu pun halnya dengan Anto. Ia langsung mendekap tubuh montok Tante itu, kemudian bibir mereka saling berpagutan penuh nafsu. Sesekali bibir Anto menjalar ke leher dan buah dada Tante itu.
“Aduuhh.. Masa sih masih kurang Sayang?” bisik Deborah keheranan saat melihat Anto yang menjilati putingnya dengan penuh nafsu.
“Kalau sama Tante, aku nggak akan pernah puas. Tapi untuk kali ini, kurasa cukup dulu. Asal kapan-kapan boleh begini lagi ya?” pinta Anto.
“Gila kamu Sayang! Masa sih aku bisa nolak diajak nikmat begini?” jawab Deborah sambil mengecup lembut bibir Anto. Dalam hatinya ia berbunga-bunga karena akan selalu mendapatkan kenikmatan seperti ini kapan pun ia mau.
Tamat
Siang itu aku agak cepat pulang kuliah, bukan karena malas ikut kuliah yang masih ada, tetapi karena kakiku sakit (mungkin terkilir) dan ada bagian yang membiru sedikit. lagi-lagi karena main sepak bola yang kurang hati-hati, dengan teman sekampus tadi pagi. Dengan naik motor, aku ingin secepatnya pulang dan memberi obat (minyak urut), terus istirahat di rumah.
15 menit kemudian aku sudah tiba di rumah, dan agak sepi kalau jam segini, karena semua pada kerja dan kuliah atau sekolah. Hanya ada pembantu, yang usianya sekitar 35 tahun, biasa dipanggil Mbak Suli. Tapi jangan kaget lho.., badannya terawat dan masih kencang, walaupun kulitnya agak hitam (hitam manislah menurutku). Agak kaget juga aku, setelah dibukakan pintu, kulihat dia mengenakan baju kaos yang agak ketat dan rok putih yang selutut. Tetapi tonjolan di dadanya itu, membuat darahku berdesir cepat.
“Kok pulangnya cepat, Mas..?” katanya menyapa.
Aku memang dipanggil Mas olehnya, singkatan dari Dimas.
“Iya Mbak, kakiku agak sakit, tadi jatuh waktu main sepak bola..” kataku membalas.
Spontan matanya melirik ke kakiku dan berkata, “Coba Mbak lihat, dia pun menarik celana panjangku agak ke atas, “Sakit nggak..?” tambahnya sambil agak menekan bagian yang membiru dan mulai berjangkok.
“Lumayan juga sih..” kataku ssdikit memelas sambil melirik bagian betisnya yang mulus.
Setelah aku berganti pakaian menjadi celana pendek, dia membalur kakiku dengan minyak urut. Saat itu dia duduk di depanku dan kulihat pahanya karena roknya tersingkap. Karena posisiku yang yang duduk dan kaki agak ditekuk, dia tidak tahu bahwa kejantananku sudah mulai bangkit. Dia pun mengurut-ngurut dan memijit bagian kakiku yang sakit. Mataku juga tidak lepas dari dadanya yang menonjol sebesar mangga.
Dengan perlahan, kuberanikan memegang pahanya di bagian yang tersingkap. Dia agak kaget dan berkata, “Mas, kamu mulai nakal, ya..?” ucapnya sambil melirikku.
“Nggak pa-pa kan..? Cuma dikit kok..!” balasku seadanya.
Lama kelamaan tanganku mulai bergerak lebih ke atas dan sampai di pangkal pahanya.
“Jangan nakal lho, ntar ada yang lihat..!” katanya mencoba memindahkan tanganku dari pahanya.
“Nggak ada orang kok Mbak, cuma kita berdua kok..!” ucapku terus membujuknya.
Dia masih mengurut kakiku dan kucoba untuk menampakkan celana dalamku lewat celah celana pendekku.
Dengan keberanian yang menggebu, aku berkata, “Boleh kulihat yang di balik roknya Mbak..?” kataku menggoda lagi.
“Jangan Mas, Mbak malu..” katanya sedikit ragu.
“Ayo dong Mbak, sekali aja..!” ucapku sedikit membujuk.
Mula-mula dia ragu, dan akhirnya dia berbicara, “Jangan bilang siapapun ya..?” katanya sambil mengedipkan mata.
Kujawab, “Aku janji deh, ini menjadi rahasia kita aja..”
Perlahan dilepaskannya roknya, dan wow.., terlihatlah pahanya yang mulus dengan celana dalam merah muda. Agak lama kupandangi, karena itu benar-benar pemandangan yang indah, dan kejantananku mulai membengkak di celanaku. Perlahan kupegang celana dalamnya, dan kudekatkan wajahku ke arah celana dalamnya. Wow.., baunya wangi sekali, mungkin dia baru mandi tadi.
“Sudah cukup kan..?” katanya sambil menjauhkan wajahku dari pahanya dan mencoba memakai roknya lagi.
Tetapi hal itu dengan cepat kucegah, “Ntar dulu Mbak, saya pingin lihat di balik celana itu, boleh ya..?” kataku membujuk.
“Yee.., sudah dikasih hati malah minta jantung..!” ucapnya sedikit menyindirku.
“Mbak tau nggak, jantungku debar-debar nih.., dan aku terangsang..” kataku mencoba menyatakan bahwa aku benar-benar terangsang.
Sambil bercanda dia menjawab, “Masak gitu aja terangsang, Mbak nggak percaya, kamu pasti cuma iseng, mau mempermainkan Mbak, ya..?” katanya membalas ucapanku.
“Kalau nggak percaya, coba lihat nih..!” kataku sambil menurunkan celana pendekku.
Dia agak kaget karena celana dalamku seperti penuh dan menonjol besar di bagian penisku.
“Bener juga, kamu nggak boong.., kamu terangsang ya..?” katanya melirikku nakal sambil tersemyum.
Agak lama dia melihatnya, kemudian mengelus dan mengusap-usap, dan mendekatkan wajahnya ke dekat celana dalamku.
“Sekarang kita sama-sama buka, gimana Mbak..?” kataku memberi tawaran gila (he-he-he).
Mungkin karena sudah terangsang dan sangat ingin melihat penisku, akhirnya dia mengangguk. Perlahan dia menurunkan celanaku, dan tampaklah kejantananku berdiri tegak dan siaga.
“Wow.., hmm.., punyamu lebih besar dari yang Mbak bayangkan, tapi Mbak suka yang besar seperti ini.” katanya sambil mengelus, menyentuh kepala penisku dengan jarinya dan kemudian mengocoknya.
“Aahh.., ouch.., ouch..” aku mengerang nikmat, sementara dia terus mengocok sampai penisku terlihat memanjang maksimal.
Mungkin dia sudah tidak tahan, dia mulai mengulum dan meghisap penisku.
“Ouch.., ouch.., ah.. ah.., nikmat sekali..!” aku mendesis kenikmatan, sementara tanganku sudah membuka celana dalamnya.
Dan wow.., benar-benar pemandangan yang indah, bulu-bulu halus di sekitar vaginanya yang kemerahan sangat merangsang birahiku. Jariku menyentuh dan menggesek bibir vaginanya.
“Oh.., ahh.., ahh.., terus Mas, gesekin terus..! Ahh.., ahh..!” suaranya mendesah-desah.
Kudekatkan wajahku ke vaginanya, menciuminya dan menjilatnya. Celahnya mulai agak basah, mungkin dia sudah terangsang hebat, sementara kemaluanku terus dikulumnya, bahkan sekarang lebih dahsyat sampai ke pangkalnya. Aku merasakan hangat mulutnya, dan kemaluanku seperti panas sekali dan mau mengeluarkan sesuatu. Tanpa dapat kutahan, spermaku muncrat di mulutnya untuk pertama kali.
“Ohh.., ahh.., kamu udah keluar Mas.., ahh.., enakk.., gurih..!” katanya sambil menjilat sperma yang keluar dari mulutnya, sementara lidahku terus bergerilia di celah vaginanya, bahkan lidahku berusaha masuk lebih ke dalam dan terus menyeruak di seluruh dinding vaginanya.
“Ouch.., ahh.., ahh.., lebih dalam, Mas..!” pintanya sambil mendesis-desis.
Aku mendengar dia mendesis dan menyerocos tidak karuan, dan mulai mengocok kemaluanku lagi sehingga membesar kembali. Hanya dalam hitungan menit, punyaku sudah membesar lagi dan mencapai ukuran yang maksimal.
“Sekarang saya masukin ke vagina Mbak aja, oke..?” kataku sudah tidak sabaran.
“Ehe.., ya Mas, Mbak juga sudah nggak tahan nich..!” katanya sambil membuka kedua pahanya lebar-lebar, sehingga vaginanya tampak membelah dan merekah.
“Oouh.. ss.., darahku berdesir semakin cepat melihat vagina yang merekah seperti itu.
Sambil memegang kemaluanku yang tegang, kuarahkan ke lubang tersebut. Sesaat kepala penisku kugesekkan ke bibir vaginanya, kemudian dengan sedikit ditekan, dan, “Bless..!” masuk seluruhnya ke dalam liang vaginanya.
“Ouh.., och.., ahh.., terus Mas, lebih dalam..! Ahh.., ahh..!” desisnya mengikuti gerakan masuknya batang kejantananku.
Aku pun semakin bersemangat menggenjotnya dan memaju-mundurkan kemaluanku di dalam vaginanya. Sementara tanganku tidak lepas memegangi puting payudaranya yang mengencang.
“Terus, terus Mas, enak.., nikmatt.., ah.., ah..!” ucapannya sudah terdengar tidak karuan.
Sekitar 10 menit dengan posisi tersebut, aku mengeluarkan kemaluanku yang masih menegang.
“Mbak, sekarang kita rubah posisi ya..? Pasti lebih nikmat..!” kataku ingin mencoba gaya lain.
“Posisinya gimana Mas..?” dia bertanya balik.
“Mbak menungging saja, kakinya diangkat sebelah dan letakkan di meja, dan Mbak membelakangi saya..!” saranku memberi penjelasan, dia menurut saja.
Aku tertawa dalam hati (soalnya ini seperti anjing pipis, he-he-he). Dia sudah mengambil posisi seperti itu dan aku dapat melihat celah vaginanya mengintip dari belakang. Dengan memegang kemaluanku yang tegang, kuarahkan ke celah itu. Dengan sedikit tekanan, kepala penisku masuk, dan masuknya terasa lebih sempit dari yang tadi. Sengaja tidak kumasukkan seluruhnya dan kutanya kepadanya, “Gimana..? Lebih enak kan..?” kataku.
“Ehe.., ahh.., lebih enak dari yang tadi, ahh.., oh.., enak.., ahh..!” suaranya mendesah lagi.
“Ini belum seluruhnya lo Mbak, baru sebagian..!” aku mencoba menggodanya lagi.
“Masukin semua dong, Mas..! Biar terasa lebih enak lagi..!” pintanya.
Dengan menekan lebih kuat, maka kemaluanku masuk seluruhnya. Dan oh.., betapa nikmatnya, serasa berada di awang-awang.
“Ah.., oh.., aah.., nikmat sekali, tekan lebih kuat Mas.., lebih dalam, ahh, ahh..!”
Sesekali dia menggoyang pinggulnya, dan ohh.., benar-benar luar biasa goyangan pinggulnya, punyaku seperti ditarik dan diurut-urut di dalam vaginanya.
“Oh.., ah.., aku tak ingin berhenti capat-cepat, goyangin terus Mbak..!” kataku.
Sekitar 10 menit aku memaju-mundurkan kemaluanku ke vaginanya, rasanya aku sudah berada di puncak dan mau memuntahkan lahar.
“Mbak, aku sudah mau keluar nich..!” kataku.
Dia membalas, “Aku juga mau keluar nich. Kita keluar sama-sama ya..?” pintanya.
Dengan menggenjot lebih kuat agar cepat sampai ke puncak kenikmatan, maka kumulai menekan lagi lebih cepat. Dan akhirnya, “Ouc.., ah.., ah..” dengan erangan panjang, aku memuntahkan spermakau di vaginanya.
Bersamaan dengan itu Mbak juga mengerang panjang, “Ouh.., ouc.., ah.., ah.., nikmat.. ah..”
Sementara di vaginanya aku merasakan punyaku disemburi cairan vaginanya, terasa begitu hangat.
Perlahan kutarik punyaku keluar, terlihat sudah mulai mengecil. Kami tergolek di tempat tidur dan saling berpandangan.
“Mbak.., nggak menyesal kan..?” tanyaku.
“Ah.. nggak, kamu bandel dan bisa memuaskan Mbak.” dia membalasku.
“Tapi saya khawatir Mbak, soalnya tadi keluar di dalam.” tanyaku sedikit khawatir.
“Nggak pa-pa, Mbak tidak dalam masa subur kok, Mbak tidak akan hamil..!” jelasnya.
Wajahku sedikit lega setelah mendengar perkataanya.
Dengan sedikit menggoda aku berkata, “Aku suka melihat wanita menggunakan celana dalam putih atau merah muda (karena dia memang banyak punya celana dalam putih dan merah muda).”
“Idih..! Kamu suka mengintip Mbak ya..?” dia bertanya balik.
“Kadanga-kadang aja, pas Mbak lagi tidur atau mandi..” kataku menggoda nakal.
“Kamu nakal sekali..!” katanya sambil mencoba mencubitku.
“Tapi Mbak suka kan..?” godaku lagi.
Dia hanya tersenyum tersipu-sipu.
Setelah kejadian itu, aku merasa ketagihan dengan Mbak Suli. Aku tidak tahu apakah dia ketagihan juga. Sering kali di waktu malam aku menyelinap ke kamarnya yang sengaja tidakdikuncinya, lalu kami pun bergumul di situ sampai kelelahan dan aku pun sering tertidur di situ. Tapi sebelum subuh aku sudah balik ke kamarku, maksudnya biar tidak ketahuan
Apa yang akan kuceritakan ini terjadi beberapa tahun yang lalu, sewaktu aku masih kuliah sebagai mahasiswa teknik di Bandung tahun 90-an. Kejadiannya sendiri akan kuceritakan apa adanya, tetapi nama-nama dan lokasi aku ubah untuk menghormati privasi mereka yang terlibat. Menginjak tahun kedua kuliah, aku bermaksud pindah tempat kos yang lebih baik. Ini biasa, mahasiswa tahun pertama pasti dapat tempat kos yang asal-asalan. Baru tahun berikutnya mereka bisa mendapat tempat kos yang lebih sesuai selera dan kebutuhan. Setelah “hunting” yang cukup melelahkan akhirnya aku mendapatkan tempat kos yang cukup nyaman di daerah Dago Utara. Untuk ukuran Bandung sekalipun, daerah ini termasuk sangat dingin apalagi di waktu malam. Kamar kosku berupa paviliun yang terpisah dari rumah utama. Ada dua kamar, yang bagian depan diisi oleh Sahat, mahasiswa kedokteran yang kutu buku dan rada cuek. Aku sendiri dapat yang bagian belakang, dekat dengan rumah utama. Bapak kosku, Om Rahmat adalah seorang dosen senior di beberapa perguruan tinggi. Istrinya, Tante Nita, wanita yang cukup menarik meskipun tidak terlalu cantik. Tingginya sekitar 163 cm dengan perawakan yang sedang, tidak kurus dan tidak gemuk. Untuk ukuran seorang wanita dengan 2 anak, tubuh Tante Nita cukup terawat dengan baik dan tampak awet muda meski sudah berusia di atas 40 tahun. Maklumlah, Tante Nita rajin ikut kelas aerobik. Kedua anak mereka kuliah di luar negeri dan hanya pulang pada akhir tahun ajaran. Karena kesibukannya sebagai dosen di beberapa perguruan tinggi, Om Rahmat agak jarang di rumah. Tapi Tante Nita cukup ramah dan sering mengajak kami ngobrol pada saat-saat luang sehingga aku pribadi merasa betah tinggal di rumahnya. Mungkin karena Sahat agak cuek dan selalu sibuk dengan kuliahnya, Tante Nita akhirnya lebih akrab denganku. Aku sendiri sampai saat itu belum pernah berpikir untuk lebih jauh dari sekedar teman ngobrol dan curhat. Tapi rupanya tidak demikian dengan Tante Nita…. “Doni, kamu masih ada kuliah hari ini?”, tanya Tante Nita suatu hari. “Enggak tante…” “Kalau begitu bisa anterin tante ke aerobik?” “Oh, bisa tante…” Tante Nita tampak seksi dengan pakaian aerobiknya, lekuk-lekuk tubuhnya terlihat dengan jelas. Kamipun meluncur menuju tempat aerobik dengan menggunakan mobil Kijang Putih milik Tante Nita. Di sepanjang jalan Tante Nita banyak mengeluh tentang Om Rahmat yang semakin jarang di rumah. “Om Rahmat itu egois dan gila kerja, padahal gajinya sudah lebih dari cukup tapi terus saja menerima ditawari jadi dosen tamu dimana-mana…” “Yach, sabar aja tante.. itu semua khan demi tante dan anak-anak juga,” kataku mencoba menghibur. “Ah..Doni, kalau orang sudah berumah tangga, kebutuhan itu bukan cuma materi, tapi juga yang lain. Dan itu yang sangat kurang tante dapatkan dari Om.” Tiba-tiba tangan Tante Nita menyentuh paha kiriku dengan lembut, “Biarpun begini, tante juga seorang wanita yang butuh belaian seorang laki-laki… tante masih butuh itu dan sayangnya Om kurang peduli.” Aku menoleh sejenak dan kulihat Tante Nita menatapku dengan tersenyum.
Tante Nita terus mengelus-elus pahaku di sepanjang perjalanan. Aku tidak berani bereaksi apa-apa kecuali, takut membuat Tante Nita tersinggung atau disangka kurang ajar. Keluar dari kelas aerobik sekitar jam 4 sore, Tante Nita tampak segar dan bersemangat. Tubuhnya yang lembab karena keringat membuatnya tampak lebih seksi. “Don, waktu latihan tadi tadi punggung tante agak terkilir… kamu bisa tolong pijitin tante khan?” katanya sambil menutup pintu mobil. “Iya… sedikit-sedikit bisa tante,” kataku sambil mengangguk. Aku mulai merasa Tante Nita menginginkan yang lebih jauh dari sekadar teman ngobrol dan curhat. Terus terang ini suatu pengalaman baru bagiku dan aku tidak tahu bagaimana harus menyikapinya. Sepanjang jalan pulang kami tidak banyak bicara, kami sibuk dengan pikiran dan khayalan masing-masing tentang apa yang mungkin terjadi nanti. Setelah sampai di rumah, Tante Nita langsung mengajakku ke kamarnya. Dikuncinya pintu kamar dan kemudian Tante Nita langsung mandi. Entah sengaja atau tidak, pintu kamar mandinya dibiarkan sedikit terbuka. Jelas Tante Nita sudah memberiku lampu kuning untuk melakukan apapun yang diinginkan seorang laki-laki pada wanita. Tetapi aku masih tidak tahu harus berbuat apa, aku hanya terduduk diam di kursi meja rias. “Doni sayang… tolong ambilkan handuk dong…” nada suara Tante Nita mulai manja. Lalu kuambil handuk dari gantungan dan tanganku kusodorkan melalui pintu sambil berusaha untuk tidak melihat Tante Nita secara langsung. Sebenarnya ini tindakan bodoh, toh Tante Nita sendiri sudah memberi tanda lalu kenapa aku masih malu-malu? Aku betul-betul salah tingkah. Tidak berapa lama kemudian Tante Nita keluar dari kamar mandi dengan tubuh dililit handuk dari dada sampai paha. Baru kali ini aku melihat Tante Nita dalam keadaan seperti ini, aku mulai terangsang dan sedikit bengong. Tante Nita hanya tersenyum melihat tingkah lakuku yang serba kikuk melihat keadaannya. “Nah, sekarang kamu pijitin tante ya… ini pakai body-lotion…” katanya sambil berbaring tengkurap di tempat tidur. Dibukanya lilitan handuknya sehingga hanya tertinggal BH dan CD-nya saja. Aku mulai menuangkan body-lotion ke punggung Tante Nita dan mulai memijit daerah punggungnya. “Tante, bagian mana yang sakit…” tanyaku berlagak polos. “Semuanya sayang… semuanya… dari atas sampai ke bawah. Bagian depan juga sakit lho…nanti Doni pijit ya…” kata Tante Nita sambil tersenyum nakal. Aku terus memijit punggung Tante Nita, sementara itu aku merasakan penisku mulai membesar. Aku berpikir sekarang saatnya menanggapi ajakan Tante Nita dengan aktif. Seumur hidupku baru kali inilah aku berkesempatan menyetubuhi seorang wanita. Meskipun demikian dari film-film BF yang pernah kutonton sedikit banyak aku tahu apa yang harus kuperbuat… dan yang paling penting ikuti saja naluri… “Tante sayang…, tali BH-nya boleh kubuka?” kataku sambil mengelus pundaknya.
Tante Nita menatapku sambil tersenyum dan mengangguk. Aku tahu betul Tante Nita sama sekali tidak sakit ataupun cedera, acara pijat ini cuma sarana untuk mengajakku bercinta. Setelah tali BH-nya kubuka perlahan-lahan kuarahkan kedua tanganku ke-arah payudaranya. Dengan hati-hati kuremas-remas payudaranya… ahh lembut dan empuk. Tante Nita bereaksi, ia mulai terangsang dan pandangan matanya menatapku dengan sayu. Kualihkan tanganku ke bagian bawah, kuselipkan kedua tanganku ke dalam celana dalamnya sambil pelan-pelan kuremas kedua pantatnya selama beberapa saat. Tante Nita dengan pasrah membiarkan aku mengeksplorasi tubuhnya. Kini tanganku mulai berani menjelajahi juga bagian depannya sambil mengusap-usap daerah sekitar vaginanya dengan lembut. Jantungku brdebar kencang, inilah pertamakalinya aku menyentuh vagina wanita dewasa… Perlahan tapi pasti kupelorotkan celana dalam Tante Nita. Sekarang tubuh Tante Nita tertelungkup di tempat tidur tanpa selembar benangpun… sungguh suatu pemandangan yang indah. Aku kagum sekaligus terangsang. Ingin rasanya segera menancapkan batang kemaluanku ke dalam lubang kewanitaannya. Aku memejamkan mata dan mencoba bernafas perlahan untuk mengontrol emosiku. Seranganku berlanjut, kuselipkan tanganku diantara kedua pahanya dan kurasakan rambut kemaluannya yang cukup lebat. Jari tengahku mulai menjelajahi celah sempit dan basah yang ada di sana. Hangat sekali raanya. Kurasakan nafas Tante Nita mulai berat, tampaknya dia makin terangsang oleh perbuatanku. “Mmhh… Doni… kamu nakal ya…” katanya. “Tapi tante suka khan…?” “Mmhh.. terusin Don… terusin… tante suka sekali.” Jariku terus bergerilya di belahan vaginanya yang terasa lembut seperti sutra, dan akhirnya ujung jariku mulai menyentuh daging yang berbentuk bulat seperti kacang tapi kenyal seperti moci Cianjur. Itu klitoris Tante Nita. Dengan gerakan memutar yang lembut kupermainkan klitorisnya dengan jariku dan diapun mulai menggelinjang keenakan. Kurasakan tubuhnya sedikit bergetar tidak teratur. Sementara itu aku juga sudah semakin terangsang, dengan agak terburu-buru pakaiankupun kubuka satu-persatu hingga tidak ada selembar benangpun menutup tubuhku, sama seperti Tante Nita. Kukecup leher Tante Nita dan dengan perlahan kubalikkan tubuhnya. Sesaat kupandangi keindahan tubuhnya yang seksi. Payudaranya cukup berisi dan tampak kencang dengan putingnya yang berwarna kecoklatan memberi pesona keindahan tersendiri. Tubuhnya putih mulus dan nyaris tanpa lemak, sungguh-sungguh Tante Nita pandai merawat tubuhnya. Diantara kedua pahanya tampak bulu-bulu kemaluan yang agak basah, entah karena baru mandi atau karena cairan lain. Sementara itu belahan vaginanya samar-samar tampak di balik bulu-bulu tersebut. Aku tidak habis pikir bagaimana mungkin suaminya bisa sering meninggalkannya dan mengabaikan keindahan seperti ini. “Tante seksi sekali…” kataku terus terang memujinya. Kelihatan wajahnya langsung memerah. “Ah.. bisa aja kamu merayu tante… kamu juga seksi lho Don… lihat tuh burungmu sudah siap tempur… ayo jangan bengong gitu… terusin pijat seluruh badan tante….,” kata Tante Nita sambil tersenyum memperhatikan penisku yang sudah mengeras dan mendongak ke atas. Aku mulai menjilati payudara Tante Nita sementara itu tangan kananku perlahan-lahan mempermainkan vagina dan klitorisnya. Kujilati kedua bukit payudaranya dan sesekali kuhisap serta kuemut putingnya dengan lembut sambil kupermainkan dengan lidahku. Tante Nita tampak sangat menikmati permainan ini sementara tangannya meraba dan mempermainkan penisku. Aku ingin sekali menjilati kewanitaan Tante Nita seperti dalam adegan film BF yag pernah kutonton. Perlahan-lahan aku mengubah posisiku, sekarang aku berlutut di atas tempat tidur diantara kedua kaki Tante Nita. Dengan perlahan kubuka pahanya dan kulihat belahan vaginanya tampak merah dan basah.
Dengan kedua ibu jariku kubuka bibir vaginanya dan terlihatlah liang kewanitaan Tante Nita yang sudah menanti untuk dipuaskan, sementara itu klitorisnya tampak menyembul indah di bagian atas vaginanya. Tanpa menunggu komando aku langsung mengarahkan mulutku ke arah vagina Tante Nita. Kujilati bibir vaginanya dan kemudian kumasukkan lidahku ke liang vaginanya yang terasa lembut dan basah. “Mmhhh.. aahhh” desahan nikmat keluar dari mulut Tante Nita saat lidahku menjilati klitorisnya. Sesekali klitorisnya kuemut dengan kedua bibirku sambil kupermainkan dengan lidah. Aroma khas vagina wanita dan kehangatannya membuatku makin bersemangat, sementara itu Tante Nita terus mendesah-desah keenakan. Sesekali jari tanganku ikut membantu masuk ke dalam lubang vaginanya. “Aduuh.. Donii… enak sekali sayang… iya sayang… yang itu enak.. emmhh .. terus sayang… pelan-pelan sayang… iya… gitu sayang… terus.. aduuh.. aahh… mmhh..” katanya mencoba membimbingku sambil kedua tangannya terus menekan kepalaku ke selangkangannya. Tidak berapa lama kemudian pinggul Tante Nita mulai berkedut-kedut, gerakannya terasa makin bertenaga, lalu pinggulnya maju-mundur dan berputar-putar tak terkendali. Sementara itu kedua tangannya semakin keras mencengkeram rambutku. “Doni.. Tante mau keluaar… aah.. uuh..aahh…oooh…. adduuh… sayaaang… Doniiii…. terus jilat itu Don… teruus… aduuuh… aduuuh…tante keluaaar…” bersamaan dengan itu kepalaku dijepit oleh kedua pahanya sementara lidah dan bibirku terus terbenam menikmati kehangatan klitoris dan vaginanya yang tiba-tiba dibanjiri oleh cairan orgasmenya. Beberapa saat tubuh Tante Nita meregang dalam kenikmatan dan akhirnya terkulai lemas sambil matanya terpejam. Tampak bibir vaginanya yang merah merekah berdenyut-denyut dan basah penuh cairan. “Doni.. enak banget…. sudah lama tante nggak ngerasain yang seperti ini…” katanya perlahan sambil membuka mata. Aku langsung merebahkan diri di samping Tante Nita, kubelai rambut Tante Nita lalu bibir kami beradu dalam percumbuan yang penuh nafsu. Kedua lidah kami saling melilit, perlahan-lahan tanganku meraba dan mempermainkan pentil dan payudaranya. Tidak berapa lama kemudian tampaknya Tante Nita sudah mulai naik lagi. Nafasnya mulai memburu dan tangannya meraba-raba penisku dan meremas-remas kedua buah bola pingpongku. “Doni sayang… sekarang gantian tante yang bikin kamu puas ya…” katanya sambil mengarahkan kepalanya ke arah selangkanganku. Tidak berapa lama kemudian Tante Nita mulai menjilati penisku, mulai dari arah pangkal kemudian perlahan-lahan sampai ke ujung. Dipermainkannya kepala penisku dengan lidahnya. Wow.. nikmat sekali rasanya… tanpa sadar aku mulai melenguh-lenguh keenakan. Kemudian seluruh penisku dimasukkan ke dalam mulutnya. Tante Nita mengemut dan sekaligus mempermainkan batang kemaluanku dengan lidahnya. Kadang dihisapnya penisku kuat-kuat sehingga tampak pipinya cekung. Kurasakan permainan oral Tante Nita sungguh luar biasa, sementara dia mengulum penisku dengan penuh nafsu seluruh tubuhku mulai bergetar menahan nikmat. Aku merasakan penisku mengeras dan membesar lebih dari biasanya, aku ingin mengeluarkan seluruh isinya ke dalam vagina Tante Nita. Aku sangat ingin merasakan nikmatnya vagina seorang wanita untuk pertama kali…. “Tante… Doni pengen masukin ke punya tante… ” kataku sambil mencoba melepaskan penisku dari mulutnya. Tante Nita mengangguk setuju, lalu ia membiarkan penisku keluar dari mulutnya. “Terserah Doni sayang… keluarin aja semua isinya ke dalam veggie tante… tante juga udah pengen banget ngerasain punya kamu di dalam sini….” Perlahan kurebahkan Tante Nita disebelahku, Tante Nita langsung membuka kedua pahanya mempersilahkan penisku masuk. Samar-samar kulihat belahan vaginanya yang merah.
Dengan perlahan kubuka belahan vaginanya dan tampaklah lubang vagina Tante Nita yang begitu indah dan menggugah birahi dan membuat jantungku berdetak keras. Aku takut kehilangan kontrol melihat pemandangan yang baru pertama kali aku alami, aku berusaha keras mengatur nafasku supaya tidak terlarut dalam nafsu…. Perlahan-lahan kupermainkan klitorisnya dengan jempol sementara jari tengahku masuk ke lubang vaginanya. Tidak berapa lama kemudian Tante Nita mulai menggerak-gerakkan pinggulnya, “Doni sayang.. masukin punyamu sekarang, tante udah siap…” Kuarahkan penisku yang sudah mengeras ke lubang vaginanya, aku sudah begitu bernafsu ingin segera menghujamkan batang penisku ke dalam vagina Tante Nita yang hangat. Tapi mungkin karena ini pengalaman pertamaku aku agak kesulitan untuk memasukkan penisku. Rupanya Tante Nita menyadari kesulitanku. Dia memandangku dengan tersenyum….. “Ini pengalaman pertama ya Don….” “Iya tante….” jawabku malu-malu. “Tenang aja… nggak usah buru-buru… tante bantu…” katanya sambil memegang penisku. Diarahkannya kepala penisku ke dalam lubang vaginanya sambil tangan yang lain membuka bibir vaginanya, lalu dengan sedikit dorongan ke depan…masuklah kepala penisku ke dalam vaginanya. Rasanya hangat dan basah…. sensasinya sungguh luar biasa. Akhirnya perlahan tapi pasti kubenamkan seluruh penisku ke dalam vagina Tante Nita, aah.. nikmatnya. “Aaahh…Donii.. eemh…” Tante Nita berbisik perlahan, dia juga merasakan kenikmatan yang sama. Sekalipun sudah diatas 40 tahun vagina Tante Nita masih terasa sempit, dinding-dindingnya terasa kuat mencengkeram penisku. Aku merasakan vaginanya seperti meremas penisku dengan gerakan yang berirama. Luar biasa nikmat rasanya…. Perlahan kugerakkan pinggulku turun naik, Tante Nita juga tidak mau kalah, pinggulnya bergerak turun naik mengimbangi gerakanku. Tangannya mencengkeram erat punggungku dan tanganku membelai rambutnya sambil meremas-remas payudaranya yang empuk. Sementara itu bibir kami berpagutan dengan liar…. Baru beberapa menit saja aku sudah mulai merasa seluruh tubuhku bergetar dijalari sensasi nikmat yang luar biasa… maklumlah ini pengalaman pertamaku… kelihatannya tidak lama lagi aku akan mencapai puncak orgasme. “Tante…Doni sudah hampir keluar…. aaah…uuh…” kataku berusaha keras menahan diri. “Terusin aja Don… kita barengan yaa…. tante juga udah mau keluar… aahh… Doni… tusuk yang kuat Don… tusuk sampai ujung sayang… mmhh….” Kata-kata Tante Nita membuatku makin bernafsu dan aku menghujamkan penisku berkali-kali dengan kuat dan cepat ke dalam vaginanya. “Aduuh…Doni udah nggak tahan lagi…” aku benar-benar sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi, pantatku bergerak turun naik makin cepat dan penisku terasa membesar dan berdenyut-denyut bersiap mencapai puncak di dalam vagina Tante Nita. Sementara itu Tante Nita juga hampir mencapai orgasmenya yang kedua. “Ayoo Don… tante juga mau…ahhhh…ahhh kamu ganas sekali……. aaaahhh…. Doniii…. sekarang Don…. keluarin sekarang Don… tante udah nggak tahan…mmmhhh”. Tante Nita juga mulai kehilangan kontrol, kedua kakinya dijepitkan melingkari pinggulku dan tangannya mencengkeram keras punggungku.
Dan kemudian aku melancarkan sebuah tusukan akhir yang maha dahsyat… “Tante…aaaa…aaaagh….Doni keluaaaar…..aagh..” aku mendesah sambil memuncratkan seluruh spermaku ke dalam liang kenikmatan Tante Nita. Bersamaan dengan itu Tante Nitapun mengalami puncak orgasmenya, “Doniii…. aduuuh……tante jugaa….aaaah… I’m cumming honey… aaaahh…..aah….” Kami berpelukan lama sekali sementara penisku masih tertanam dengan kuat di dalam vagina Tante Nita. Ini sungguh pengalaman pertamaku yang luar biasa…. aku betul-betul ingin meresapi sisa-sisa kenikmatan persetubuhan yang indah ini. Akhirnya aku mulai merasakan kelelahan yang luar biasa, seluruh persendianku terasa lepas dari tempatnya. Kulepaskan pelukanku dan perlahan-lahan kutarik penisku yang mulai sedikit melemah karena kehabisan energi. Lalu aku terbaring lemas di sebelah Tante Nita yang juga tergolek lemas dengan mata masih terpejam dan bibir bawahnya sedikit digigit. Kulihat dari celah vaginanya cairan spermaku meleleh melewati sela-sela pahanya. Rupanya cukup banyak juga spermaku muntah di dalam Tante Nita. Tak lama kemudian Tante Nita membuka matanya dan tersenyum padaku, “Gimana sayang…enak?” katanya sambil menyeka sisa spermaku dengan handuk. Aku hanya mengangguk sambil mengecup bibirnya. “Tante nggak nyangka kalau kamu ternyata baru pertama kali “making-love”. Soalnya waktu “fore-play” tadi nggak kelihatan, baru waktu mau masukin penis tante tahu kalau kamu belum pengalaman. By the way, Tante senang sekali bisa dapat perjaka ting-ting seperti kamu. Tante betul-betul menikmati permainan ini. Kapan-kapan kalau ada kesempatan kita main lagi mau Don…?” Aku hanya diam tersenyum, betapa tololnya kalau aku jawab tidak. Tante Nita membaringkan kepalanya di dadaku, kami terdiam menikmati perasaan kami masing-masing selama beberapa saat. Tapi tidak sampai 5 menit, energiku mulai kembali. Tubuh wanita matang yang bugil dan tergolek dipelukanku membuat aku kembali terangsang, perlahan-lahan penisku mulai membesar. Tangan kananku kembali meraba payudara Tante Nita dan membelainya perlahan. Dia memandangku dan tersenyum, tangannya meraih penisku yang sudah kembali membesar sempurna dan digenggamnya erat-erat. “Sudah siap lagi sayang…? Sekarang tante mau di atas ya…?” katanya sambil mengangkangi aku. Dibimbingnya penisku ke arah lubang vaginanya yang masih basah oleh spermaku. Kali ini dengan lancar penisku langsung meluncur masuk ke dalam vagina Tante Nita yang sudah sangat basah dan licin. Kini Tante Nita duduk diatas badanku dengan penisku terbenam dalam-dalam di vaginanya. Tangannya mencengkeram lenganku dan kepalanya menengadah ke atas dengan mata terpejam menahan nikmat. “Aahh…Doni… penismu sampai ke ujung… uuh…. mmhh… aahhh” katanya mendesah-desah. Gerakan Tante Nita perlahan tapi penuh energi, setiap dorongannya selalu dilakukan dengan penuh energi sehingga membuat penisku terasa masuk begitu dalam di liang vaginanya. Pantat Tante Nita terus bergerak naik turun dan berputar-putar, kadang-kadang diangkatnya cukup tinggi sehingga penisku hampir terlepas lalu dibenamkan lagi dengan kuat. Sementara itu aku menikmati goyangan payudaranya yang terombang-ambing naik-turun mengikuti irama gerakan binal Tante Nita. Kuremas-remas payudaranya dan kupermainkan pentilnya sehingga membuat Tante Nita makin bergairah.
Gerakan Tante Nita makin lama makin kuat dan dia betul-betul melupakan statusnya sebagai seorang istri dosen yang terhormat. Saat itu dia menampilkan dirinya yang sesungguhnya dan apa adanya… seorang wanita yang sedang dalam puncak birahi dan haus akan kenikmatan. Akhirnya gerakan kami mulai makin liar dan tak terkontrol… “Doni… tante sudah mau keluar lagi…. aaah… mmmhh.. uuuughhh…” “Ayoo tante… Doni juga udah nggak tahan…” Akhirnya dengan sebuah sentakan yang kuat Tante Nita menekan seluruh berat badannya ke bawah dan penisku tertancap jauh ke dalam liang vaginanya sambil memuncratkan seluruh muatan… Tangan Tante Nita mencengkeram keras dadaku, badannya melengkung kaku dan mulutnya terbuka dengan gigi yang terkatup rapat serta matanya terpejam menahan nikmat. Setelah beberapa saat akhirnya Tante Nita merebahkan tubuhnya di atasku, kami berdua terkulai lemas kelelahan. Malam itu untuk pertama kalinya aku tidur di dalam kamar Tante Nita karena dia tidak mengijinkan aku kembali ke kamar. Kami tidur berdekapan tanpa sehelai busanapun. Pagi harinya kami kembali melakukan persetubuhan dengan liar… Tante Nita seolah-olah ingin memuaskan seluruh kerinduannya akan kenikmatan yang jarang didapat dari suaminya. Semenjak saat itu kami sering sekali melakukannya dalam berbagai kesempatan. Kadang di kamarku, kadang di kamar Tante Nita, atau sesekali kami ganti suasana dengan menyewa kamar hotel di daerah Lembang untuk kencan short-time. Kalau aku sedang “horny” dan ada kesempatan, aku mendatangi Tante Nita dan mengelus pantatnya atau mencium lehernya. Kalau OK Tante Nita pasti langsung menggandeng tanganku dan mengajakku masuk ke kamar. Sebaliknya kalau Tante Nita yang “horny”, dia tidak sungkan-sungkan datang ke kamarku dan langsung menciumi aku untuk mengajakku bercinta. Semenjak berhasil merenggut keperjakaanku Tante Nita tidak lagi cemberut dan uring-uringan kalau Om Rahmat pergi tugas mengajar ke luar kota. Malah kelihatannya Tante Nita justru mengharapkan Om Rahmat sering-sering tugas di luar kota karena dengan demikian dia bisa bebas bersamaku.
Dan akupun juga semakin betah tinggal di rumah Tante Nita. Pernah suatu malam setelah Om Rahmat berangkat keluar kota, Tante Nita masuk ke kamarku dengan mengenakan daster. Dipeluknya aku dari belakang dan tangannya langsung menggerayangi selangkanganku. Aku menyambut dengan mencumbu bibirnya dan membaringkannya di tempat tidur. Saat kuraba payudaranya ternyata Tante Nita sudah tidak memakai BH, dan ketika kuangkat dasternya ternyata dia juga tidak memakai celana dalam lagi. Bibir vaginanya tampak merah dan bulu-bulunya basah oleh lendir. Samar-samar kulihat sisa-sisa lelehan sperma dengan baunya yang khas masih tampak disana, rupanya Tante Nita baru saja bertempur dengan suaminya dan Tante Nita belum merasa puas. Langsung saja kubuka celanaku dan penis yang sudah mengeras langsung menyembul menantang minta dimasukkan ke dalam liang kenikmatan. Tante Nita menanggapi tantangan penisku dengan mengangkangkan kakinya. Ia langsung membuka bibir vaginanya dengan kedua tangannya sehingga tampaklah belahan lubang vaginanya yang merekah merah. “Masukin punyamu sekarang ke lubang tante sayang…..” katanya dengan nafas yang berat dan mata sayu. Karena aku rasa Tante Nita sudah sangat “horny”, tanpa banyak basa-basi dan “foreplay” lagi aku langsung menancapkan batang penisku ke dalam vagina Tante Nita dan kami bergumul dengan liar selama hampir 5 jam! Kami bersetubuh dengan berbagai macam gaya, aku diatas, Tante Nita diatas, doggy-style, gaya 69, kadang sambil berdiri dengan satu kaki di atas tempat tidur, lalu duduk berhadapan di pinggir ranjang, atau berganti posisi dengan Tante Nita membelakangi aku, sesekali kami melakukan di atas meja belajarku dengan kedua kaki Tante Nita diangkat dan dibuka lebar-lebar, dan masih banyak lagi. Aku tidak ingat apa masih ada gaya persetubuhan yang belum kami lakukan malam itu. Dinginnya hawa Dago Utara di waktu malam tidak lagi kami rasakan, yang ada hanya kehangatan yang menggetarkan dua insan dan membuat kami basah oleh keringat yang mengucur deras. Begitu liarnya persetubuhan kami sampai-sampai aku mengalami empat kali orgasme yang begitu menguras energi dan Tante Nita entah berapa kali. Yang jelas setelah selesai, Tante Nita hampir tidak bisa bangun dari tempat tidurku karena kakinya lemas dan gemetaran sementara vaginanya begitu basah oleh lendir dan sangat merah. Seingatku itulah malam paling liar diantara malam-malam liar lain yang pernah kulalui bersama Tante Nita. Petualanganku dengan Tante Nita berjalan cukup lama, 2 tahun, sampai akhirnya kami merasa Om Rahmat mulai curiga dengan perselingkuhan kami. Sebagai jalan terbaik aku memutuskan untuk pindah kos sebelum keadaan menjadi buruk. Tetapi meskipun demikian, kami masih tetap saling bertemu paling sedikit sebulan sekali untuk melepas rindu dan nafsu. Hal ini berjalan terus sampai aku lulus kuliah dan kembali ke Jakarta. Bahkan sekarang setelah aku beristri, kalau sedang mendapat tugas ke Bandung aku masih menyempatkan diri menemui Tante Nita yang nafsu dan gairahnya seolah tidak pernah berkurang oleh umurnya yang kini sudah kepala lima.