Selasa, 14 September 2010

Analisis Kebijakan Publik

PERKEMBANGAN STUDI KEBIJAKAN PUBLIK
Hubungan Kebijakan Publik Dan Analisis Kebijakan Publik

Jenkins (1978; 15) menyebutkan bahwa kebijakan Negara (public policy) adalah “a set of interrelated decision taken by a political actor or group of actors concerning the selection of goals and the means of achieving the within a spesified situation where these decision should, in principle, be within the power of these actors” (serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang pelaku/aktor politik atau sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi dimana keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor politik tersebut.)
Siklus analisis kebijakan yang berorientasi pada masalah sebagaimana dilakukan oleh Dunn (1998; 21) menunjukkan bahwa suatu kebijakan disusun dari adanya masalah kebijakan yang dituangkan dalam rumusan masalah kebijakan. Dari rumusan masalah ini suatu kebijakan disusun, sehingga dalam siklus analisis kebijakan yang berorientasi pada masalah, kebijakan yang telah ditetapkan selanjutnya dilaksanakan yang diikuti dengan pemantauan untuk melihat hasil kebijakan. Data hasil pemantauan dijadikan sebagai bahan untuk menilai (evaluasi) kinerja kebijakan. Hasil evaluasi inilah yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan untuk memprediksikan (meramalkan) masa depan kebijakan.
Dalam perspektif manajemen, Dunn (1981; 55) menyebutkan adanya tiga tahap kebijakan, yaitu perumusan kebijakan (policy formulation), pelaksanaan/implementasi kebijakan (policy imple-mentation) dan evaluasi kebijakan (policy evaluation). Perumusan kebijakan adalah kegiatan membuat formulasi yang direncanakan untuk mencapai tujuan. Perumusan kebijakan berusaha menjawab pertanyaan bagaimana kebijakan dibuat, siapa yang paling berpengaruh dalam perumusan kebijakan dan apa dampak dikeluarkannya kebijakan tersebut. Implementasi kebijakan adalah pelaksanaan kebijakan sesuai aturan, ketentuan, prosedur yang harus dilaksanakan untuk menyelesaikan kegiatan tertentu. Evaluasi kebijakan adalah penilaian dari pelaksanaan kebijakan, sehingga dapat diambil langkah-langkah untuk perbaikan kebijakan.

Sebagaimana dikemukakan oleh Guritno (1994 : 5) bahwa peran pemerintah dalam sistem ekonomi dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu : (1) peran alokasi, yaitu dalam mengalokasikan sumber-sumber ekonomi; (2) peran distribusi dan (3) peran stabilisasi. Dalam rangka melaksanakan peran dan fungsi tersebut, sudah barang tentu pemerintah melakukan serangkaian tindakan-tindakan guna mengatasi fenomena-fenomena yang ada, hal ini disebut oleh beberapa pakar sebagai kebijakan publik. Pertanyaan yang muncul adalah apa yang dimaksud dengan kebijakan publik ?
Untuk memahami suatu kebijakan publik, menurut Hofferbert ( Dwiyanto, 1995 ) ada 2 (dua) cara, yaitu :
1. Memahami suatu policy melalui substansinya, yakni rumusan-rumusan redaksi suatu kebijakan yang berisi tujuan-tujuan/goals, apa yang hendak dicapai.
2. Memahami suatu policy dari proses pelaksanaannya, yang membeberkan kepada kita hasil maupun dampak dari kebijakan tersebut, baik hasil yang bersifat sementara maupun yang final.
Dari berbagai batasan yang ada, pada prinsipnya kebijakan publik menurut Agus Dwiyanto (1995) dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) kelompok. Kelompok Pertama ; memberikan batasan tidak menyebutkan siapa pelaku atau pengambil kebijakan publik, kelompok ini diwakili oleh Derbyshire dkk yang menyebutkan bahwa Kebijakan Publik adalah sekelompok rencana kegiatan yang dimaksudkan untuk memberikan efek perbaikan terhadap kondisi-kondisi sosial dan ekonomi. Batasan lain adalah bahwa kebijakan publik merupakan produk akhir setiap pemerintahan, dalam arti merupakan kesepakatan akhir antara eksekutif dan legislatif.
Di pihak lain selalu disebutkan ada pelaku dalam suatu proses pembuatan kebijakan belum secara jelas mencantumkan siapa orang atau lembaga yang dianggap sebagai pelakunya. Kelompok ini diwakili oleh Hofferbert, dengan mengutip pendapat orang lain, yang menyatakan bahwa kebijakan publik adalah setiap hubungan antara lembaga pemerintah dengan lingkungannya. Sarjana lain menyebutkan bahwa kebijakan publik merupakan hasil keputusan yang diambil oleh pelaku-pelaku tertentu untuk tujuan-tujuan publik.
Lebih jauh lagi Agus Dwiyanto menyatakan pendapatnya bahwa kebijakan publik adalah pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh legislatif, penataan/pengaturan yang dilakukan oleh eksekutif, penggunaan anggaran negara dan juga kegiatan-kegiatan apapun yang dilakukan oleh siapapun yang menjadikan masyarakat sebagai sasarannya
Sofian Effendi (2001) memberikan batasan bahwa kebijakan publik adalah semua tindakan pemerintah yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah yang ada dalam masyarakat, yang orang lain tidak mau bertanggungjawab. Jadi kebijakan publik merupakan tindakan pemerintah yang ditujukan untuk mengatasi masalah-masalah dalam masyarakat yang orang lain tidak mau mengatasinya.
Sedangkan menurut Dye (Islamy, 1984 : 18) mendefinisikan Kebijakan Publik sebagai semua pilihan atau tindakan yang dilakukan pemerintah, baik untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu (whatever Governments choose to do or not to do). Lebih jauh lagi dikatakannya bahwa pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, harus ada tujuannya (object ) dan kebijakan publik itu harus meliputi semua tindakan-tindakan pemerintah. Hal ini lebih dipertegas oleh William N. Dunn (1999) bahwa Kebijakan Publik adalah sebagai berikut :
“ A complex pattern of Interdependent collective choice, including decisions not to act, made by Governmental bodies and officials ”.

Hampir sejalan dengan pendapat diatas, Rose yang dikutip oleh Dunn (1999) menyatakan juga bahwa Kebijakan Publik adalah serangkaian pilihan tindakan ( termasuk pilihan untuk tidak bertindak ) untuk menjawab tantangan-tantangan yang menyangkut kehidupan masyarakat. Goerge C. Edwards III dan Ira Sharkansky (1978 : 3) mengartikan Kebijakan Publik hampir mirip dengan definisi Dye tersebut diatas yaitu sebagai berikut : “ ….. is what governments say and do, or do not do. It is the goals or purposes of government programs…..” ( “ adalah apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan Publik itu berupa sasaran atau tujuan program-program pemerintah ……”). Kebijakan Publik itu dapat ditetapkan secara jelas dalam peraturan-peraturan perundang-undangan atau dalam bentuk pidato-pidato pejabat teras pemerintah ataupun berupa program-program dan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah (Islamy, 1984 : 19).
Suatu Kebijakan yang baik, menurut William N. Dunn (1999) harus melalui tahap-tahap kegiatan. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut (1) Agenda Setting, (2) Policy Formulation, (3) Policy Adoption dan (4) Policy Implementation serta (5) Policy Assesment. Dari tahap-tahap tersebut, salah satu tahap yang paling rumit dan menentukan adalah “ Policy Formulation ”, yang didalamnya tercakup cara memformulasi alternatif-alternatif kebijakan yang mampu memecahkan masalah, memilih alternatif-alternatif memadai dan efektif bila dilaksanakan dan lain sebagainya. Salah satu cara untuk memilih alternatif mana yang paling menguntungkan adalah melalui Analisis Kebijakan.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Agus Dwiyanto (1995) bahwa proses analisis kebijakan bermaksud untuk memberikan rekomendasi yang bermanfaat bagi pembuatan kebijakan yang lebih baik, atau merupakan usaha yang bersifat multi-disipliner untuk memperoleh data atau informasi guna memberikan alternatif/cara pemecahan suatu masalah.
Lebih lanjut E.S. Quade (Darwin, 1988 : 44) menyatakan bahwa Analisa Kebijakan adalah sebagai berikut :
“ Setiap jenis analisa yang menghasilkan dan menyajikan informasi sehingga dapat menjadi dasar bagi para pengambil kebijakan didalam menguji pendapat-pendapat mereka……….Dalam Analisa Kebijakan, kata analisa digunakan dalam pengertian yang paling umum. Kata tersebut secara tidak langsung menunjukkan menunjukkan penggunaan intuisi dan pertimbangan dan mencakup tidak hanya pengujian kebijakan dengan pemecahan ke dalam komponen-komponennya tetapi juga merencanakan dan mencari sintesa atas alternatif-alternatif baru. Aktivitas-aktivitas ini meliputi sejak penelitian untuk menjelaskan atau memberikan wawasan terhadap problem atau isu yang mendahului atau untuk mengevaluasi program yang sudah selesai. Beberapa analisa bersifat informal yang tidak lebih hanya berupa pemikiran yang keras dan teliti, sedang lainnya membutuhkan data yang luas sehingga dapat dihitung dengan proses matematika yang rumit ”.

William N. Dunn (Darwin, 1988 : 45) mendefinisikan Analisa Kebijakan sebagai sebuah disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan pelbagai metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan. Ruang lingkup dan metode-metode analisa sebagian bersifat deskriptif dan informasi yang nyata (faktual) mengenai sebab-sebab dan akibat-akibat kebijakan sangat penting untuk memahami masalah-masalah kebijakan. Lebih dari itu, tujuan analisa kebijakan lebih dari sekedar menghasilkan “fakta-fakta”; analisis juga mencari untuk menghasilkan informasi mengenai nilai-nilai dan arah tindakan yang lebih baik. Dengan begitu analisa kebijakan meliputi baik evaluasi kebijakan maupun anjuran kebijakan (policy advocacy).
Analisa Kebijakan disadap dari pelbagai disiplin dan profesi yang tujuannya bersifat penandaan (designative), penilaian (evaluative), dan anjuran (advocative). Sebagai disiplin terapan, analisa kebijakan tidak hanya meminjam dari ilmu-ilmu sosial dan perilaku, tetapi juga dari administrasi negara, hukum, filsafat, etika dan pelbagai cabang analisa sistim dan matematika terapan. Analisa Kebijakan dengan begitu dapat diharapkan menghasilkan informasi-informasi dan argumen-argumen yang masuk akal mengenai 3 (tiga) macam pertanyaan : (1) nilai-nilai yang pencapaiannya menjadi tolok ukur apakah suatu masalah telah dapat dipecahkan; (2) fakta-fakta yang keberadaannya dapat membatasi atau mempertinggi pencapaian nilai-nilai; dan (3) tindakan-tindakan yang pelaksanaannya dapat menghasilkan pencapaian nilai-nilai dan pemecahan masalah-masalah. (MacRae dalam Darwin, 1988 : 46).
Dalam menghasilkan informasi dan argumen-argumen yang masuk akal mengenai 3 (tiga) tipe pertanyaan, analis dapat menggunakan satu atau lebih dari 3 (tiga) pendekatan analisa : empiris, evaluatif, dan normatif. Pendekatan empiris terutama menjelaskan sebab dan akibat dari kebijakan publik. Disini pertanyaan pokoknya adalah mengenai fakta (Apakah sesuatu itu ada?) dan tipe informasi yang dihasilkan bersifat penandaan (designative). Analis, sebagai misal, dapat menjelaskan atau meramal pembelanjaan publik untuk pendidikan, kesehatan atau transportasi. (Dye dalam Darwin, 1988 : 47). Sebaliknya, pendekatan evaluatif terutama berkenaan dengan penentuan harga atau nilai dari beberapa kebijakan. Disini pertanyaannya adalah mengenai nilai (berapa nilai sesuatu?) dan tipe informasi yang dihasilkan bersifat evaluatif. Misalnya, setelah menerima informasi mengenai pelbagai macam kebijakan perpajakan, analis dapat mengevaluasi bermacam-macam cara untuk mendistribusikan beban-beban pajak menurut etika dan konsekuensi-konsekuensinya. (Peter G. Brown dalam Darwin, 1988 : 47). Akhirnya pendekatan normatif terutama mengenai pengusulan arah-arah tindakan-tindakan yang dapat memecahkan problem-problem kebijakan. Dalam kasus ini pertanyaannya adalah mengenai tindakan (apa yang harus dilakukan ?) dan tipe informasi yang dihasilkan bersifat anjuran.
William N. Dunn (1981) menyatakan bahwa Analisis Kebijakan sebagai sebuah proses ilmu (penelitian) juga, sehingga membuat gambar tentang proses suatu kebijakan, sebagaimana Gambar 1. berikut ini :


Gambar 1.
Siklus Kebijakan Menurut Dunn









Dalam hal ini menganalisis suatu kebijakan merupakan usaha untuk dapat merekomendasikan kebijakan. Usaha ini bermula dari penyajian secara cermat informasi yang menunjukkan adanya masalah kebijakan. Informasi ini oleh analis kemudian digunakan untuk membuat informasi tentang alternatif-alternatif kebijakan. Begitu seterusnya, sehingga aktivitas ini merupakan suatu siklus.
Dalam Gambar 1. di atas informasi kebijakan termuat di dalam kotak, sedang metode yang digunakan untuk mengubah informasi itu menjadi informasi jenis lain termuat di dalam bentuk lonjong. Aktivitas menganalisis kebijakan pada pokoknya menerapkan metode-metode pengubahan informasi kebijakan tersebut untuk menyediakan informasi kebijakan yang dikehendaki oleh pengguna kebijakan (stakeholders atau aktor) – baik pengambil keputusan puncak (misalnya pemerintah pusat) maupun kekuatan-kekuatan yang berkepentingan dengannya (partai politik, jika mungkin).
Sehingga dapat dikatakan bahwa menganalisis suatu kebijakan merupakan usaha untuk dapat merekomendasikan kebijakan. Usaha ini berawal dari penyajian secara cermat informasi yang menunjukkan adanya masalah kebijakan, yang mana informasi ini nantinya akan digunakan untuk membuat informasi tentang alternatif-alternatif kebijakan dan seterusnya.
Untuk menentukan alternatif mana yang akan dipilih, sudah barang tentu diperlukan kriteria-kriteria dan metode-metode tertentu. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Dunn, untuk menentukan alternatif terpilih setidaknya ada 3 (tiga) hal yang harus diperhatikan, antara lain : (1) Effectiveness, yaitu apakah kebijakan tersebut dapat mencapai sasaran yang telah dirumuskan; (2) Efficiency, yaitu apakah kebijakan yang akan diambil itu seimbang dengan sumber daya yang tersedia dan (3) Adequacy, yaitu apakah kebijakan itu sudah cukup memadai untuk memecahkan masalah yang ada.


Hogwood dan Gunn dalam Solichin Abdul Wahab (1990 : 8) menyebutkan adanya 7 (tujuh) variasi kegiatan Analisis Kebijakan dimana ketujuh variasi kegiatan analisis kebijakan ini sekaligus menggambarkan ruang lingkup ( scope ) analisis kebijakan, yaitu :
Pertama, ada yang disebut Studi-studi isi kebijakan (studies ofpolicy content ). Dalam studi ini analis bermaksud untuk menyajikan gambaran dan penjelasan mengenai asal muasal serta perkembangan kebijakan-kebijakan tertentu. Di Inggris kebanyakan studi mengenai kebijakan sosial dan administrasi dilaksanakan pada jenis ini. Analis yang menaruh perhatian pada isi kebijakan biasanya meneliti satu kasus atau lebih guna melacak bagaimana kebijakan tertentu muncul, bagaimana kebijakan tadi diimplementasikan dan apa hasil-hasilnya.
Kedua, Studi-studi tentang proses kebijakan. Pada studi ini yang menjadi sorotan perhatian utama ialah tahap-tahap yang harus dilalui oleh issu kebijakan sebelum menjadi agenda pemerintah dan usaha-usaha yang dilakukan untuk menilai pengaruh berbagai faktor terhadap perkembangan issu. Studi-studi tentang proses kebijakan adakalanya menunjukkan kesamaan perhatian dengan studi isi kebijakan, namun studi proses kebijakan utamanya lebih menaruh perhatian pada upaya-upaya untuk menyingkapkan pelbagai faktor yang berpengaruh terhadap perumusan kebijakan (policy formulation) . Barangkali contoh klasik mengenai hal ini adalah buku yang ditulis oleh Graham Allison yang mengulas secara panjang lebar tentang krisis peluru kendali di Kuba. Pada bukunya yang berjudul Essence of Decision, Allison menggunakan krisis peluru kendali tersebut untuk menguji keandalan dan kelemahan sejumlah model proses kebijakan. Studi-studi mengenai proses kebijakan seringkali bersangkut paut dengan sejenis issu tersebut diatas atau bidang-bidang kebijakan yang lebih khusus (spesific policy areas), namun studi-studi tersebut mungkin juga memusatkan perhatiannya pada proses kebijakan yang berlangsung dilingkungan suatu organisasi tertentu atau pengaruh kebijakan dalam lingkungan komunitas/masyarakat tertentu.
Ketiga, Studi-studi mengenai output-output kebijakan (studies of policy outputs). Studi-studi semacam ini pada umumnya bermaksud untuk menjelaskan kenapa tingkat pengeluaran biaya atau penyediaan jasa oleh pemerintah antara daerah yang satu dengan daerah yang lain berbeda-beda. Menurut istilah Thomas R. Dye, studi-studi yang menempatkan kebijakan sebagai variabel tergantung serta berusaha memahami kebijakan-kebijakan tersebut ditilik dari sudut faktor-faktor sosial, ekonomi, teknologi dan lain sebagainya yang mempengaruhinya. Studi-studi yang mengacu pada output kebijakan telah lama menjadi pusat perhatian dari para pakar di Amerika Serikat, paling tidak hal ini dapat dilihat pada hasil karya Thomas R. Dye sendiri. Namun akhir-akhir ini studi-studi seperti itu juga mulai banyak dilakukan diberbagai negara di Eropa Barat (beberapa diantaranya yang menonjol ialah di Inggris, Negeri Belanda, Perancis dan, dalam kadar tertentu, Belgia).
Keempat, Studi-studi Evaluasi (Evaluation Studies ), yang menandai batas-batas antara analisis mengenai kebijakan dan analisis untuk kebijakan. Studi-studi evaluasi ini kadangkala juga disebut sebagai studi dampak kebijakan (policy impact studies) karena studi-studi tersebut memang bermaksud untuk menganalisis dampak kebijakan-kebijakan tertentu terhadap penduduk atau kelompok sasaran. Studi-studi evaluasi ini dapat bersifat deskriptif ataupun bersifat preskriptif.
Kelima, ada pula studi yang disebut informasi untuk pembuatan kebijakan (information for policy-making), dimana data dihimpun dan disusun sedemikian rupa guna membantu para pembuat kebijakan agar dapat mengambil keputusan-keputusan yang tepat. Informasi bagi keperluan pembuatan kebijakan mungkin berasal dari hasil penilaian yang dilaksanakan oleh kalangan pemerintah sendiri sebagai bagian dari suatu proses monitoring (pemantauan) yang biasa dilakukan; atau bisa jadi informasi tersebut telah disiapkan oleh para analis kebijakan akademik yang berhasrat untuk menerapkan pengetahuan dan keahlian mereka guna memecahkan masalah-masalah praktis.
Keenam, Proses Kepenasehatan (process advocacy), yang pada hakekatnya merupakan bentuk lain dari analisis untuk kebijakan dimana para analisis bermaksud untuk memperbaiki sifat dari sistem-sistem pembuatan kebijakan yang ada. Proses kepenasehatan pada umumnya tercermin dalam pelbagai upaya yang dilakukan untuk menyempurnakan mesin-mesin pemerintahan melalui relokasi fungsi-fungsi dan tugas-tugas, dan dalam usaha-usaha untuk memantapkan landasan bagi pemilihan kebijakan melalui pengembangan sistem-sistem perencanaan serta pendekatan-pendekatan baru untuk menilai dan memilih alternatif terbaik.
Ketujuh, ialah yang disebut Nasehat Kebijakan (policy advocacy), yakni suatu kegiatan yang melibatkan analis dalam mendesakkan pilihan-pilihan alternatif tertentu dan gagasan-gagasan tertentu dalam proses kebijakan, baik secara perseorangan (atas nama pribadi) ataupun dalam kerjasamanya dengan pihak lain, semisal kelompok-kelompok kepentingan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar